Gaya Kerja Keras Hustle Culture Bagai Kuda, Produktif atau Menyesatkan?

Gaya Kerja Keras Hustle Culture Bagai Kuda, Produktif atau Menyesatkan?

Dari tren yang bermunculan di TikTok, hingga kejadian di kehidupan nyata, pasti kamu pernah mendengar yang namanya hustle culture, kan? Istilah ini sering sekali digunakan oleh banyak orang, dan terkadang hal ini menjadi gaya yang ingin diikuti oleh orang-orang agar dapat dibilang sebagai breadwinner. Sebelum dibahas, apa, sih, hustle culture itu?

Siklus budaya bekerja tanpa henti, bekerja keras bagai kuda atau hustling, seakan masih menjadi tren di tahun ini. Muncul dipengaruhi oleh banyak faktor; seperti kebutuhan untuk tampil modis, ketakutan akan masa depan, harga produk perawatan kulit yang melambung, sampai berusaha menjadi pribadi yang mandiri.

Meskipun banyak orang menganggap hustle culture harus dicapai dan menjadi standar kehidupan orang banyak, bukan berarti ini bisa diterapkan semua orang. Memahami efek dan cara mengatasi hustle culture membantu kamu mengetahui apakah gaya hidup ini dapat membuatmu lebih produktif atau hanya menambah stress.

Hustling kerap dilakukan para pekerja muda. Menurut The Finery Report, media sosial menjadi salah satu faktor yang membuat hustle culture makin marak. Makin banyak konten motivasi yang mengajak bekerja keras tanpa kenal waktu. Sayangnya, gaya hidup ini juga memiliki dampak buruk bagi para pelakunya.

Sering kali, para pelaku hustle culture menyebut dirinya sebagai orang yang produktif. Sayangnya, keproduktifan dalam bekerja justru membawa ke berbagai masalah lain.

Asal Usul Fenomena Hustle Culture Terjadi

Awalnya, fenomena hustle culture ini tuh pertama kali diperkenalkan Wayne Oates dalam bukunya”Confessions of A Workaholic : The Facts About Work Addiction” pada 1971.

Budaya workaholics ini bikin manusia tak sadar kalau mereka dipaksa kerja. Mereka mencurahkan energi dan waktu yang mereka punya buat kerja, kerja dan kerja.

Efek Samping Hustle Culture

Memang terkadang betul, makin banyak dan sering kamu bekerja, makin banyak hal juga yang bisa kamu raih dan dapatkan. Seperti uang, prestige, rasa senang, rasa percaya diri. Tapi, hustle culture memvuat kehidupan profesional dan personal tidak seimbang.

  • Berpikir untuk selalu mengiyakan dalam mengerjakan tugas. Misalnya  ikut andil dalam kepanitiaan, menghadiri semua rapat (bahkan yang tidak terlalu penting dan berhubungan dengan posisi kamu di kantor) hanya untuk menghindari rasa dihakimi orang lain,
  • Merasa bersalah untuk mengambil cuti, izin sakit, atau bahkan istirahat saat tubuh kamu memerlukannya,
  • Menjawab semua panggilan telepon, email, atau bahkan chat setelah jam kerja dan weekend,
  • Memaksakan diri sendiri untuk tetap bekerja hanya demi produktivitas,
  • Menjadi awal dari burnout,
  • Menumbuhkan bibit persaingan tidak sehat antar karyawan.

Agar tak terjebak hustle culture, Anda bisa mencoba beberapa tips bekerja produktif berikut ini:

1. Mengatur Jam Kerja

Bagi Anda yang gemar bekerja lebih, harus tegas mengenai waktu kerja dan waktu istirahat. Jika Anda bekerja kantoran, aturan jam kerja memang sudah jelas. Tapi ada kalanya pekerjaan menuntut kita untuk menambah jam kerja. Sebuah kajian dari Pencavel (2014) menemukan bahwa hubungan antara jam kerja dengan produktivitas tidaklah linier. Artinya, lamanya jam kerja tidak selalu produktif.

Oleh sebab itu, agar tidak terjebak hustle culture, usahakan mengatur jam kerja dengan baik. Jika terpaksa lembur, pastikan tidak berlebihan dan Anda mendapatkan upah sepadan.

2. Mengetahui Batasan

Bekerjalah lebih cerdas, bukan lebih keras. Artinya, sebagai pekerja, kita harus tahu dan mempertimbangkan batasan mental serta fisik masing-masing. Batasan setiap orang berbeda-beda, jadi jangan memaksakan ikut batasan orang lain.

3. Mencari Aktivitas Lain yang Positif

Terkadang, seseorang lebih senang menghabiskan waktunya untuk bekerja karena tidak memiliki aktivitas lain. Tips bekerja produktif selanjutnya ialah dengan mencari aktivitas lain yang positif, seperti berolahraga, mendatangi pameran seni, menonton pertandingan, menonton film, atau mengikuti klub baca. Kegiatan seperti itu memang tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan, tapi mampu memberikan energi positif.

4. Menjadi Produktif Tidak Melulu Soal Pekerjaan

Perlu dipahami bahwa, menjadi produktif tidak melulu soal pekerjaan. Produktif dan hustle culture adalah dua hal yang berbeda. Jika Anda ingin tetap produktif, bisa melakukan berbagai kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Berolahraga, memasak, membersihkan kamar, juga termasuk dalam kegiatan produktif.

5. Membangun Kesadaran Kesehatan Mental

Dalam tulisan berjudul Hustle Culture and the Implications for Our Workforce (Arianna Balkeran, 2020), disebutkan bahwa sebagian besar orang memandang hustle culture sebagai sesuatu yang negatif.

Seperti disampaikan di awal tulisan ini, hustle culture sangat berpengaruh pada mental. Jadi, untuk mencegah agar tak terjebak dalam gaya hidup seperti ini, Anda harus memahami kesehatan mental diri sendiri terlebih dahulu.

6. Menikmati Pekerjaan dan Bersyukur

Tips bekerja produktif selanjutnya ialah dengan menikmati pekerjaan yang sedang dilakoni, juga bersyukur setiap hari. Tips ini akan menambah energi positif dalam diri Anda, sehingga nyaman menjalani pekerjaan.

Namun, jika memang keputusan untuk hustling sudah bulat, itu bukan suatu yang salah. Terpenting, Anda sudah memahami kelebihan, kekurangan, serta dampak dari hustle culture, dan juga siap dengan risiko yang akan diterima.

Hustle culture sebenarnya paradoks yang buat kita kerja berlebihan yang berimbas pada tingkat stres yang tinggi dan menurunnya produktivitas.

Jadi intinya, budaya gila kerja ini sebenernya ada plus dan minusnya. Yang terpenting, kita bisa memaksimalkan waktu seefektif mungkin biar bisa menjalankan work life balance

#gila kerja

#hustle culture

#efek hustle culture #mengatasi hustle culture

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article