Pendekatan Human-Centric dalam Merekrut Karyawan. Saat ini, praktik perekrutan tradisional mulai ditinggalkan oleh banyak organisasi. Kebutuhan, motivasi, dan kesejahteraan calon karyawan makin mendapat perhatian. Perusahaan mulai menempatkan nilai, aspirasi, dan pengalaman individu sejajar dengan pengetahuan dan keterampilan saat merekrut calon karyawan. Inilah yang dikenal dengan pendekatan human-centric dalam rekrutmen. Dalam pendekatan ini, manusia dinilai serta dipahami sebagai manusia seutuhnya, bukan sekadar kumpulan pengetahuan dan keterampilan yang dapat dieksploitasi sesuka hati.
Seiring perubahan pesat dalam dunia kerja, terlebih sejak pandemi Covid-19, makin banyak orang yang mencari peran serta lingkungan kerja yang tujuannya sejalan dengan nilai-nilai yang mereka anut. Fleksibilitas, empati, dan kesejahteraan mental makin menjadi tuntutan.
Pendekatan Human-Centric dalam Merekrut Karyawan
Mengapa organisasi perlu menerapkan pendekatan human-centric dalam merekrut orang baru? Saat ini, calon karyawan tak lagi sungkan menceritakan pengalaman mereka saat perekrutan. Hal ini memengaruhi persepsi orang terhadap organisasi. Oleh karenanya, penting bagi perusahaan untuk menciptakan impresi yang baik saat merekrut karyawan. Jika calon karyawan mendapatkan impresi yang kurang baik saat ikut rekrutmen, kandidat unggul akan enggan melamar. Apatah lagi di era media sosial seperti sekarang, saat informasi begitu mudah viral.
Manfaat lain dari perekrutan human centric adalah kandidat kemungkinan lebih betah untuk bekerja di perusahaan jika kelak bergabung, membangun hubungan yang lebih bermakna dengan kandidat, serta mendorong inovasi. Mengapa inovasi? Dengan lebih peduli pada potensi dan karakteristik kandidat ketimbang hanya pada persyaratan yang kaku, organisasi dapat memperoleh ide-ide segar. Hal ini meningkatkan kreativitas dan inovasi.
Untuk menerapkan human centric recruitment secara sukses, ada hal-hal yang harus diperhatikan. Hal-hal tersebut adalah pengalaman positif kandidat, pemahaman yang lebih holistis seputar calon karyawan, kesesuaian nilai, dan keberagaman latar belakang calon karyawan.
Persepsi calon karyawan terhadap bakal tempat kerjanya terbentuk melalui interaksi. Oleh karena itu, organisasi harus berupaya semaksimal mungkin menghadirkan pengalaman positif bagi calon karyawannya, melalui kebijakan perekrutan yang efisien, transparan, dan penuh rasa hormat. Hal ini dapat diwujudkan melalui pemberian informasi terhadap status karyawan sehingga mereka dapat mengelola ekspektasi dan menghindari frustrasi; informasi yang benar, akurat, dan lengkap tentang deskripsi pekerjaan untuk posisi yang dicari, serta menghargai waktu kandidat (bukan hanya kandidat yang dituntut tepat waktu, perusahaan pun harus demikian).
Interaksi lebih personal dengan calon karyawan menjadi ciri khas pendekatan rekrumen yang human centric. Organisasi harus memahami motivasi, tujuan karier, dan kekhawatiran calon karyawan. Galilah cita-cita tiap-tiap calon karyawan, berikanlah feedback yang sifatnya personal (termasuk jika mereka tidak terpilih), serta tunjukkanlah empati jika calon karyawan memiliki kekhawatiran misalnya tentang budaya kerja, work-life balance, fleksibilitas kerja, dan sebagainya. Hal ini semakin relevan jika kandidat sangat peduli dengan keluarga. Terkait hal ini, Gourani dalam artikelnya di Forbes membahas tren yang berkembang dalam melibatkan keluarga kandidat dalam proses perekrutan. Menurut Gourani, aspek keluarga dalam kehidupan kandidat dapat menjadi game changer bagi organisasi yang ingin membangun hubungan jangka panjang dengan karyawan. Hal ini tidak hanya membangun kepercayaan, tetapi juga membantu organisasi memahami motivasi dan kebutuhan karyawan secara lebih mendalam.
Pendekatan human-centric dalam rekrutmen tentu bukan berarti pengetahuan dan keterampilan tak lagi diperhatikan. Kesesuaian antara nilai-nilai pribadi kandidat dengan nilai-nilai perusahaan juga turut dipertimbangan. Jika tidak sesuai, tentu tidak direkrut. Untuk mengecek kesesuaian ini, organisasi dapat mengajukan pertanyaan seputar sikap dan perilakunya dalam tim saat berkolaborasi, misalnya.
Pendekatan human-centric dalam rekrutmen memahami serta mengakui bahwa tiap-tiap karyawan itu berbeda dalam banyak hal. Mulai dari latar belakang keluarga, budaya, asal-usul geografis, minat, dan sebagainya. Perusahaan harus pandai-pandai mengakomodasi keberagaman ini. Dalam wawancara misalnya, bisa disiapkan beberapa opsi dalam waktu dan metode. Hindarilah kriteria-kriteria yang kaku, seperti langsung mengeliminasi calon yang sebenarnya berkualitas namun memiliki latar belakang yang tidak konvensional (tentu dengan batasan-batasan tertentu, dengan tetap memperhatikan norma-norma yang berlaku).
Untuk menerapkan human-centric recruitment, organisasi bisa memulainya dari mengevaluasi perekrutan yang selama ini dijalankan. Dalam evaluasi tersebut, perekrut mengenali bagian di mana calon karyawan mungkin merasa kurang dihargai. Setelah itu, meningkatkan kualitas perekrut agar makin mampu berempati dan menjadi pendengar yang baik. Di samping itu, perekrut juga harus memahami dengan baik nilai-nilai dan budaya perusahaan sehingga lebih mudah melihat kecocokannya dengan nilai-nilai yang dianut calon karyawan. Tidak ada salahnya organisasi meminta umpan balik (feedback) dari kandiddat karyawan, baik yang berhasil maupun yang gagal. Tujuannya agar human centric recruitment ini lebih baik di masa depan. Setelah human-centric recruitment, kembali dilakukan evaluasi. Evaluasi ini tidak hanya soal biaya dan waktu perekrutan, tetapi juga kepuasan kandidat dan kecocokan budaya pasca perekrutan.
Pendekatan Human-Centric dalam Merekrut Karyawan
Kategori: Human Capital & Talent Management
#recruitment #human centric #persepsi #impresi #inovasi #pengalaman positif #nilai-nilai