Jika Anak Tak Mau Bergabung dengan Bisnis Keluarga

Jika Anak Tak Mau Bergabung dengan Bisnis Keluarga

Setiap pemilik bisnis keluarga (family business) pastilah menghendaki anak-anaknya kelak meneruskan bisnis yang dirintis dengan susah payah. Namun, banyak dijumpai anak-anak enggan meneruskan bisnis keluarganya. Mereka lebih memilih untuk menapaki jalan hidup yang berbeda, lepas dari bisnis orangtuanya.

Banyak alasan generasi muda enggan bergabung dengan bisnis keluarga. Mulai dari perasaan tidak siap karena terbebani untuk melanjutkan kesuksesan; tidak adanya work-life balance (jam kerja yang panjang, orangtua berbicara tentang bisnis hampir setiap saat); tidak mau berada di bawah bayang-bayang orangtua; sang anak memiliki passion yang berbeda dengan orangtua; visi yang berbeda dengan orangtua; faktor eksternal seperti tren masyarakat, kemajuan teknologi, atau perubahan pasar yang berpengaruh terhadap pilihan karier generasi penerus; perbedaan nilai atau gaya manajemen antargenerasi, dan sederet alasan lainnya.

Lantas apa yang harus dilakukan jika generasi muda tidak berminat mengurus bisnis keluarga? Yang jelas, generasi senior tidak bisa, dan tidak boleh memaksa. Jika dipaksa, hasilnya tidak optimal, baik bagi bisnis maupun bagi keluarga. Bisnis yang dijalankan atas dasar keterpaksaan tak akan berjalan mulus. Hubungan antaranggota keluarga juga terancam retak.  Bagaimanapun, aspirasi  generasi muda haruslah dihormati. Ingatlah bahwa mereka juga manusia yang punya cita-cita.

Saat bersamaan, komunikasi antara orangtua dan anak harus tetap dijaga. Perlu dilakukan komunikasi yang jujur dan transparan tentang alasan generasi muda enggan terlibat dalam bisnis keluarga. Mungkin lantaran tidak suka dengan produk dan layanan bisnis orangtaunya, ingin mengejar passion, atau alasan-alasan lainnya.  

Baca :   Breaking Silo Mentality Through Talent Mobility

Jika memang mereka memiliki bakat, minat, atau passion di luar bisnis keluarga, sudah selayaknya didukung. Diskusikan jalur karier alternatif, peluang pendidikan, atau  bisnis lain yang diminati generasi muda. Apapun pilihan mereka, sudah selayaknyalah orangtua memberikan dukungan.

Apapun keputusan generasi penerus, penting untuk menjaga hubungan positif dengan mereka. Jangan membuat merea merasa bersalah lantaran tidak bergabung dengan bisnis keluarga.

Jika tidak dipegang anak-anak, bagaimanakah nasib bisnis keluarga ke depannya? Rencana suksesi tetaplah penting meski tidak ada anak yang tertarik untuk mengambil alih bisnis keluarga. Merekrut orang dari luar keluarga untuk mengurus bisnis tentunya menjadi opsi paling rasional, smentara kepemilikan tetap di tangan keluarga. Pilihan lainnya adalah menjual bisnis keluarga. Namun, ini selayaknya menjadi pilihan terakhir.

Meyakinkan tanpa Memaksa

Jika generasi senior benar-benar ingin agar anak-anak mereka melanjutkan bisnis keluarga, persiapan sejak dini harus dilakukan. Persiapan ini bukan sekadar memperkenalkan seluk beluk bisnis yang dijalankan orangtuanya. Generasi muda harus diyakinkan bahwa bekerja bagi bisnis keluarga tidak kalah menariknya dibandingkan bekerja di tempat atau bidang lain. Namun, prinsipnya adalah meyakinkan tanpa memaksa.

Baca :   TikTok for Recruitment: Can it Attract the Right Talent?

Anak-anak kemungkinan besar lebih tertarik dengan bisnis jika sejak awal sudah diajarkan tentang industri yang digeluti keluarga. Termasuk di dalamnya kontribusi bisnis bagi keluarga dan masyarakat, berikut tantangan dan peluang baik masa kini maupun masa depan. Bangkitkanlah rasa ingin tahu serta hargailah pendapat mereka. Tentunya hal ini disesuaikan dengan perkembangan generasi muda.

Generasi senior harus menjadi teladan (role model) bagi generasi muda. Caranya? Menunjukkan passion, dedikasi, dan kerja keras dalam menjalankan bisnis keluarga. Sukses membesarkan sebuah bisnis menciptakan kepuasan sekaligus kebanggan tersendiri.

Bisnis keluarga memiliki berbagai sisi dan aspek. Generasi senior bisa mendorong penerus untuk menelusuri berbagai sisi  dan aspek tersebut tanpa perlu terburu-buru. Tujuannya agar mereka memiliki pengalaman yang lebih intensif.

Tiap-tiap bisnis keluarga memiliki ceritanya masing-masing. Termasuk di dalamnya legasi dan nilai-nilai yang dianut keluarga, cerita kesuksesan dan kegagalan, berikut pentingnya kontinuitas bisnis bukan saja bagi keluarga melainkan juga bagi stakeholders lainnya. Ceritakanlah kisah-kisah tersebut.  Harapannya, hal ini akan meenginspirasi serta memotivasi penerus untuk serius membesarkan bisnis keluarga.

Sangat penting untuk menanamkan rasa memiliki (sense of ownership) ke dalam sanubari penerus. Caranya dengan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan bisnis, seperti perencanaan strategis, pengembangan produk, atau kampanye pemasaran. Hal ni menjadikan mereka lebih engaged dan berkomitmen.

Baca :   Glass Cliff: Tantangan Kepemimpinan bagi Wanita dan Minoritas di Tengah Krisis

Berikanlah penghargaan yang layak jika dalam proses belajarnya generasi penerus menorehkan kontribusi dan prestasi bagi bisnis, sekecil apa pun kontribusi dan prestasi tersebut. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kontribusi mereka bermakna bagi kemajuan bisnis. Dengan demikian, mereka akan lebih percaya diri dan bersedia untuk berupaya lebih.

Generasi penerus pastinya memiliki minat dan cita-cita di luar bisnis keluarga. Generasi senior harus memberikan dukungan dalam hal ini. Jangan dihalang-halangi. Dengan memberi kebebasan untuk menempuh jalannya sendiri, rasa identitas (sense of identity) penerus akan terbangun. Hal ini juga akan membantu mereka memperoleh perspektif yang lebih luas dan serangkaian keterampilan yang dapat berguna dalam upaya apa pun yang mereka pilih. Saat bersamaan, pintu tetap harus dibuka jika mereka ingin kembali berlabuh di bisnis keluarga.

#bisniskeluarga

#familybusiness

#penerus

#worklifebalance #passion

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article