Tantangan Internal Menerjang Menuju Masa Depan Berkelanjutan: Mewujudkan Impian ESG di Era Modern

Tantangan Internal Menerjang Menuju Masa Depan Berkelanjutan: Mewujudkan Impian ESG di Era Modern

Di era modern, saat kepedulian terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) semakin meningkat, organisasi dihadapkan pada sebuah pilihan penting: merangkul prinsip-prinsip ESG atau tertinggal di belakang. Penerapan ESG tak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat, tetapi juga meningkatkan citra perusahaan, menarik investor, dan mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Namun, perjalanan menuju masa depan berkelanjutan ini tidak selalu mulus. Di balik komitmen dan ambisi mulia, organisasi sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan internal yang menghambat langkah mereka. Tantangan-tantangan ini, bagaikan batu loncatan, perlu diidentifikasi dan diatasi dengan strategi yang tepat agar organisasi dapat mencapai tujuan ESG mereka.

Apa sajakah tantangan internal yang dihadapi? Bagaimanakah mengatasinya?

Salah satu tantangan internal terbesar adalah tidak adanya strategi ESG yang jelas. Organisasi sering kali kesulitan untuk menjabarkan bagaimana prinsip-prinsip ESG selaras dengan visi dan misi mereka. Ketidakjelasan ini dapat mengakibatkan upaya penerapan ESG menjadi sporadis dan tidak konsisten.

Untuk menjalankan strategi ESG yang andal, dibutuhkan kepemimpinan yang bersifat top-down. Para eksekutif harus memperjuangkan inisiatif-inisiatif ESG dan mengintegrasikannya ke dalam tujuan-tujuan strategis perusahaan. Perusahaan bisa mempertimbangkan penunjukan atau pembentukan orang atau komite yang khusus mengurus ESG agar inisiatif ESG bisa berjalan maksimal.

Hal ini telah dilakukan oleh The Container Store, peritel asal AS yang berkantor pusat di Coppell, Texas. Perusahaan ini menunjuk Tasha Grinnell sebagai Head Legal And Sustainability Officer. Salah satu prioritas utama Grinnell ketika memikul tanggung jawab atas strategi ESG adalah perusahaan adalah memastikan tata kelola program dirancang agar berhasil. Di The Container Store, komite pengarah ESG adalah badan pemberi persetujuan atas penyusunan dan pelaksanaan strategi perusahaan. Semua suara pemangku kepentingan internal dan eksternal – karyawan, investor, pemasok, dan lainnya – terwakili untuk memastikan masukan penuh dari pemangku kepentingan dipertimbangkan dalam setiap inisiatif. Dewan kepemimpinan ESG merupakan bagian integral dalam struktur tata kelola The Container Store dan bertanggung jawab atas pelaksanaan strategi.

Baca :   Aligning Personal Values, Current Values, and Desired Values

Tantangan berikutnya terkait dengan pengumpulan dan pelaporan data secara akurat. Hal tersebut penting demi efektivitas pengelolaan ESG. Sayangnya, masih banyak perusahaan yang kurang terampil mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data ESG secara komprehensif, konsisten. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan harus berinvestasi membangun sistem manajemen data dan alat analisis yang tepercaya sehingga mampu meningkatkan akurasi dan efisiensi pelaporan ESG. Pelatihan proses pengumpulan data, disertai dengan penyusunan standar pelaporan yang jelas akan membantu peningkatan kualitas data.

Koordinasi antardepartemen atau antarfungsi juga menjadi isu. Namun, yang sering terjadi adalah ego sektoral. Bagaimanakah solusinya? Dengan memperkuat komunikasi daan koordinasi antardepartemen atau antarunit. Pembentukan satuan tugas atau kelompok kerja ESG yang terdiri dari unsur-unsur lintas fungsi dapat membantu koordinasi.

Untuk melaksanakan inisiatif ESG secara sukses, dibutuhkan sumber daya yang banyak dan berkualitas. Mulai dari uang, SDM unggul, teknologi mutakhir, waktu, pemasok, dan sebagainya. Akibatnya, organisasi harus menentukan prioritas, yang acap tidak mudah. Maklum saja, banyak kebutuhan mendesak yang juga harus dipenuhi. Perusahaan dapat melakukan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) terhadap inisiatif-inisiatif ESG. Berdasarkan analisis tersebut, dapat diidentifikasi investasi yang berdampak paling besar. Di samping itu, jangan ragu-ragu menggandeng pihak eksternal. Mereka dapat memperkaya wawasan sekaligus sumber daya tambahan.

Baca :   Branding Karyawan dalam Dunia Gig Economy

Contohnya adalah BMW. Bagi produsen mobil mewah asal Jerman ini, investasi paling bernilai terletak pada rantai pasok atau supply chain-nya yang luas. Transparansi dan jangkauan luas menjadi dua syarat penting untuk memenuhi target ESG. Inilah alasan utama mengapa BMW terus memperluas kerja sama erat dengan mitranya di jaringan pemasok. BMW memperoleh komponen, material, dan layanan lainnya dari berbagai lokasi produksi dan pengiriman di seluruh dunia. Semua jaringan terkait supply chain wajib menjalani uji tuntas (due diligence) dengan standar tertentu.

Melibatkan karyawan di semua tingkatan sangat penting bagi keberhasilan inisiatif ESG. Persoalannya, apakah semua karyawan paham tentang ESG? Pastinya tidak. Akibatnya, mereka enggan terlibat atau berpartisipasi. Mengembangkan program pelatihan yang komprehensif dapat meningkatkan pemahaman karyawan tentang ESG berikut relevansinya dengan pekerjaan mereka.

ESG tak luput dari perhatian pemerintah. Berbagai standar dan aturan terus disusun dan dikembangkan. Bagi perusahaan, tentunya penting untuk mengikuti perkembangan standar dan aturan tersebut. Namun, hal ini adakalanya tidak mudah, salah satunya disebabkan kendala waktu. Bagaimanapun, perusahaan tetap harus paham terhadap setiap perkembangan. Organisasi dapat mencapai hal ini dengan berlangganan buletin industri, turut serta dalam forum yang relevan, atau berkonsultasi dengan pakar hukum. Audit kepatuhan rutin juga dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi potensi kesenjangan.

Baca :   Strategi Ampuh Boost Produktivitas dengan Job Crafting

Boleh jadi, tidak mudah menilai dampak dan kinerja inisiatif ESG. Organisasi mungkin kesulitan menentukan metrik dan tolok ukur yang tepat, sehingga sulit untuk mengevaluasi kemajuan dan menunjukkan nilai kepada pemangku kepentingan. Guna mengatasi kendala ini, perusahaan dapat mengembangkan serangkaian metrik ESG yang komprehensif dan selaras dengan standar industri. Pemanfaatan kerangka kerja seperti Global Reporting Initiative (GRI) atau Sustainability Accounting Standards Board (SASB) dapat memberikan panduan. Meninjau dan memperbarui metrik ini secara berkala dapat menjamin metrik tersebut tetap relevan dan dapat ditindaklanjuti.

Kategori: Innovation & sustainability

#keberlanjutan

#sustainability

#esg

#tantanganinternal

#thecontainerstore

#bmw

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article