Revitalisasi merek

Strategi Revitalisasi Merek di Era Digital

Kemajuan teknologi, berubahnya preferensi pelanggan, pergeseran ekonomi, serta kesadaran baru seputar kondisi sosial, kesehatan, dan lingkungan mengakibatkan industri tertentu mundur (sunset industry). Contoh yang bisa disebutkan di antaranya media cetak, ritel tradisional, dan penyewaan DVD. Ketiga industri tersebut terdampak secara signifikan oleh transformasi digital. Perusahaan yang bergelut dalam sunset industry menghadapi pilihan apakah merevitalisasi mereknya atau secara bertahap menghentikan bisnisnya.

Revitalisasi Merek

Ada perusahaan yang memutuskan untuk merevitalisasi mereknya meski dalam industri yang nyaris terbenam. Salah satunya adalah faktor nostalgia. Banyak merek memiliki sejarah panjang dan telah membangun hubungan emosional yang mendalam dengan konsumen. Merevitalisasi merek dapat memanfaatkan loyalitas dan hubungan emosional seperti ini, menawarkan rasa nyaman dan keakraban di dunia yang terus berubah. Media cetak contohnya. Pengalaman memegang koran atau majalah masih memiliki nilai signifikan bagi segmen konsumen tertentu. Masih terkait dengan nostalgia adalah tampilan retro (retro appeal). Merek-merek tertentu yang melegenda dapat menarik minat konsumen yang menghargai estetika retro atau vintage. Pendekatan ini dapat membantu membedakan merek dari pesaing, yang umumnya berfokus pada masa depan. Misalnya, vinyl atau piringan hitam kembali populer meskipun musik digital mendominasi, terutama karena daya tariknya yang menostalgia.

Faktor lainnya adalah keinginan memanfaatkan ceruk pasar tertentu (niche market). Meski pasar keseluruhan untuk sunset industry menyusut, masih ada peluang dalam ceruk pasar tertentu. Dengan merevitalisasi merek dengan fokus pada segmen pasar tertentu, perusahaan dapat memosisikan dirinya sebagai pemimpin dalam ceruk pasar tersebut. Misalnya, toko buku tradisional telah meraih keberhasilan dengan berfokus pada pilihan yang dikurasi, acara komunitas, dan layanan pelanggan yang dipersonalisasi, yang menarik bagi pecinta buku yang menghargai pengalaman di dalam toko.

Baca :   Ada Apa dengan Brown Nosing?

Pada sejumlah kasus, merevitalisasi merek memungkinkan perusahaan memposisikan ulang sebagai produsen produk premium atau mewah. Dengan menekankan kualitas, keahlian, dan eksklusivitas, merek dapat menetapkan harga yang lebih tinggi dan menarik basis pelanggan yang lebih kaya. Strategi ini telah berhasil diterapkan oleh merek-merek dalam industri seperti pembuatan jam, di mana jam mekanis tradisional telah menjadi barang mewah meskipun jam tangan pintar sudah mendominasi.

Ada sejumlah nilai jual yang dapat ditawarkan dalam merevitalisasi merek dalam sunset industry, yatitu keberlanjutan, keberlanjutan, produksi yang etis, dan tanggung jawab sosial. Misalnya, perusahaan yang telanjur menghasilkan produk yang kurang ramah lingkungan dapat mengubah citranya sebagai bisnis yang sadar lingkungan. Dengan melakukan hal itu, perusahaan dapat menarik generasi konsumen baru yang memprioritaskan dampak lingkungan dan sosial dalam keputusan pembelian mereka.

Baca :   Breaking the Gen Z Stigma

Revitalisasi merek juga bisa bersamaan dengan pendefinisian kembali tujuan merek. Ini bisa bermakna pergeseran dari pendekatan yang berfokus pada produk ke pendekatan yang berpusat pada layanan, pengalaman, atau pendidikan. Misalnya, surat kabar tradisional dapat mengubah dirinya menjadi penyedia konten multimedia, yang menawarkan langganan digital, podcast, dan kursus online selain edisi cetaknya.

Revitalisasi merek bisa menjadi langkah awal untuk transformasi lebih besar, seperti diversifikasi produk atau masuk ke pasar baru. Ini bisa membantu perusahaan tetap relevan meskipun industri inti mereka mengalami penurunan.

Revitalisasi merek juga bisa menjadi alat meningkatkan nilai jual. Jika perusahaan berencana menjual bisnisnya atau aset-asetnya, merek yang kuat dan segar bisa meningkatkan daya tarik bagi calon pembeli, meskipun industri tersebut sedang menurun.

Ketinggalan Zaman

Tentu tidak semua bisnis dalam sunset industry uskses merevitalisasi mereknya. Ini lantaran revitalisasi merek seperti ini berisiko. Risiko paling utama tentu saja menyusutnya permintaan. Kalaupun revitalisasi berhasil, pasar yang dilayani tetap saja terlalu kecil untuk mendukung pertumbuhan dalam jangka waktu lama. Hal ini terutama dialami oleh sunset industry yang hamper terbenam gara-gara perkembangan teknologi, seperti penyewaan DVD atau fotografi film.

Risiko selanjutnya adalah persaingan berdarah-darah dalan sunset industry. Banyak pemain bersaing untuk mendapatkan basis pelanggan yang menyusut. Hal ini dapat menyulitkan merek yang baru bangkit untuk mendapatkan daya tarik, terutama jika merek tersebut kekurangan sumber daya dari pesaing yang lebih besar.

Baca :   Preparing Human Resources for the Crisis

Faktor biaya juga menjadi masalah. Untuk merevitalisasi merek, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Padahal saat bersamaan, perusahaan yang bergelut dalam sunset industry harus berjuang lebih keras akibat berkurangnya pendapatan dan pengetatan anggaran. Sudah begitu, belum tentu mendapat sambutan antusias dari pelanggan. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Konsumen telanjur menganggap produk sunset industry ketinggalan zaman.

Dari sisi internal, revitalisasi merek mengharuskan perubahan budaya dalam organisasi, yang dapat menimbulkan penolakan dari karyawan yang terbiasa melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Hal ini dapat menimbulkan gesekan internal dan memperlambat proses revitalisasi.

Risiko-risiko tersebut tentunya harus diperhitungkan. Memang tak mudah berpisah dengan merek yang telah sekian lama menjadi kebanggaan perusahaan. Tak heran bila banyak perusahaan berusaha merevitalisasinya. Ini tentu sah-sah saja. Namun jika semua jalan telah bunttu, sudah saatnya melepaskan dan menatap ke depan.

Kategori: Marketing & Branding

#sunsetindustry

#revitalisasimerek

#nuchemarket

#budaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article