Konfusius adalah pembangun dasar-dasar budaya China. Terkait dengan manajemen organisasi, dapatlah dikatakan bahwa pengaruh terbesar terhadap budaya dan praktik-ptaktik manajerial di China berasal dari Konfusius berikut sistem-sistem nilai yang diperkenalkannya.
Menurut Konfusianisme, seseorang itu tidak lebih penting dari sebuah kelompok. Setiap orang memiliki tugas dan kewajiban terhadap keluarga melebihi tanggung jawabnya terhadap diri sendiri. Nilai-nilai ini membantu membentuk pola pikir manajerial yang menekankan pada kolektivisme, kerja tim, bisnis keluarga, dan keharmonisan.
Saat seseorang menggambarkan pendekatan manajerial dari masyarakat China, karakteristik-karakteristik yang umumnya disebutkan adalah kolektivisme dan keharmonisan, kendali yang tersentralisasi, kepemimpinan autoritarianisme dan paternalistik, bisnis keluarga, ekspektasi terhadap karyawan untuk bekerja keras, dan organisasi/jejaring yang kuat dan koneksi bisnis.
Karakteristik-karakteristik tersebut sebenarnya dapat ditemukan dalam sistem nilai yang diajarkan Konfusius. Praktik-praktik ini dipengaruhi oleh ajaran Lima hubungan dalam Konfusianisme, Lima Kebaikan, dan Etika Kerja Konfusianisme. Lima hubungan menjelaskan perilaku-perilaku yang pantas bagi anggota organisasi; lima kebaikan memberikan kerangka kerja moral bagi masyarakat dan menekankan pentingnya keharmonisan, dan etika kerja Konfusianisme menekankan pentingnya kerja keras, loyalitas, dedikasi, kesederhanaan, dan kecintaan terhadap pembelajaran.
Lima Hubungan
Perilaku yang pantas dijelaskan melalui hubungan seseorang dengan orang yang posisinya lebih tinggi, dengan suami/istri, orang tua, orang yang lebih tua, dan teman. Konfusius sangat peduli dengan hubungan dan kesopanan sosial. Kendati lima hubungan ini tidak diarahkan kepada organisasi bisnis atau perusahaan, hubungan-hubungan ini termanifestasi dalam praktik-praktik manajerial.
Di banyak organisasi China, keputusan dibuat oleh pimpinan puncak organisasi dan setiap orang diharapkan mematuhinya tanpa syarat dan tanpa banyak pertanyaan. Karyawan diharapkan setia dan berdedikasi terhadap organisasi tempat mereka berkarya. Sebagai balasannya, organisasi diharapkan menjaga dan merawat karyawannya. Karyawan di perusahaan-perusahaan China bekerja di organisasi yang paternalistik.
Konfusius memandang adanya hubungan istimewa antara ayah dan anak. Seorang ayah harus membimbing anaknya, dan seorang anak harus menunjukkan penghormatan dan memperhatikan nasihat ayahnya. Seperti halnya seorang ayah yang memberi nasihat, mengajarkan, dan memberikan arah kepada anaknya, para manajer diharapkan melakukan hal yang sama kepada karyawannya. Dalam masyarakat Konfusian, para manajer berinteraksi dengan karyawan layaknya seorang ayah yang menjaga kepentingan terbaik bagi anaknya.
Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan telah jauh lebih baik di zaman modern ini. Kendati demikian, secara budaya, masyarakat China masih menekankan laki-laki sebagai pemegang peran yang lebih penting
Konfusius menekankan pentingnya kerja sama di antara orang-orang. Dalam konteks kekinian, prinsip Konfusius ini bermakna bahwa anggota-anggota organisasi harus bekerja bersama guna menjaga keharmonisan kelompok.
Lima Kebajikan
Konfusianisme mempromosikan lima kebaikan: ren, atau kebajikan; yi, atau kebenaran; li, kesopanan; zhi, kebijaksanaan; dan xin, dapat dipercaya. Para manajer penganut Konfusianisme diharapkan untuk peduli, bermoral, menjaga kehormatan, memiliki kebijaksanaan, dan benar dalam berkata-kata.
Dalam Konfusianisme, manajer diharapkan menjadi orang yang memiliki sifat baik dan mengelola dengan penuh kebaikan. Manajer penganut Konfusianisme secara tradisional menghargai dedikasi, kepercayaan, dan loyalitas ketimbang kinerja. Setiap karyawan bekerja sebaik-baiknya demi kebaikan kelompok. Perbedaan dalam kinerja masing-masing individu tidak terlalu dianggap penting selama kelompok berfungsi secara efektif. Peran manajer adalah menjaga keharmonisan dan kebaikan di d seluruh organisasi.
Satu aspek penting ajaran Konfusianisme adalah orientasi etis. Yi, atau kebenaran, bermakna seorang manajer diharapkan berpegang memperkuat standar tertinggi dari perilaku moral. Di banyak organisasi China, kita bisa melihat banyak manajer yang berupaya memperkuat yi. Namun menariknya, orientasi etis Konfusianisme telah diadopsi oleh manajer-manajer di barat melebihi di China sendiri.
Para manajer penganut Konfusianisme diharapkan memiliki xin, atau kepercayaan. Selain menjadi orang yang dapat dipercaya, manajer diharapkan setia terhadap misi organisasi. Manajer bertanggung jawab memelihara kendali dan menjamin semua bawahan mengikuti kebijakan yang sejalan dengan misi organisasi. Di China, kita dapat menemukan kuatnya orientasi memelihara dan menjaga kepercayaan. Kepercayaan dimulai dari pemimpin, yang difasilitasi oleh pemeliharaan keharmonisan organisasi.
Etika Kerja Konfusianisme
Sosiolog asal Jerman, Max Weber, pernah mengatakan bahwa Konfusianisme bakal menjadi penghalang bagi kemajuan pembangunan ekonomi di Asia. Hal ini, menurutnya, lantaran ikatan sosial yang kuat yang digagas oleh Konfusius tidak kondusif untuk memacu prestasi individu. Padahal, prestasi individu dibutuhkan dalam sistem sistem yang kapitalistik. Konfusius dianggap terlalu mementingkan kesejahteraan kelompok untuk meningkatkan perekonomian. Di kemudian hari, apa yang dikatakan oleh Weber terbukti tidak sejalan dengan kenyataan.
Fondasi filosofis Konfusianisme telah menciptakan etika kerja tertentu di China dan juga di Asia Timur. Etika kerja Konfusianisme terdiri dari keyakinan terhadap nilai kerja keras, loyalitas terhadap organisasi, penghematan, dedikasi, keharmonisan sosial, kecintaan terhadap pendidikan dan kebijaksanaan, dan kepedulian terhadap kesopanan sosial. Kesemuanya ini memiliki aspek-aspek positif terhadap pembangunan ekonomi.
Untuk lebih jauh mengenal ilosofis Konfusianisme, anda bisa membeli buku kami yang berjudul The Wisdom of KUNG FU TZE ON LEADERSHIP.
#konfusianisme
#budayaorganisasi
#konfusius
#limahubungan
#limakebaikan
#etikakerjakonfusianisme
Related Posts:
TikTok for Recruitment: Can it Attract the Right Talent?
Turnover Contagion: Responding to the Wave of Resignations that Threatens Team Stability
Pros and Cons of Experiential Hiring
Leadership Without Position: The Real Impact of Shadow Leadership
Glass Cliff: Tantangan Kepemimpinan bagi Wanita dan Minoritas di Tengah Krisis