Mengatasi Silent Resignation dalam Bisnis Keluarga

Mengatasi Silent Resignation dalam Bisnis Keluarga

Mengatasi Silent Resignation dalam Bisnis Keluarga. Ternyata, pengunduran diri senyap atau silent resignation (istilah lain dari quiet quitting) juga dapat menimpa bisnis keluarga. Khusus hal ini, fokus perhatian ditujukan pada generasi penerus.

Mari sedikit berkilas balik tentang makna pengunduran diri senyap. Istilah ini bermakna fenomena karyawan yang meski secara fisik tetap bekerja di perusahaanya saat ini namun secara mental dan emosional sudah apatis. Mereka mengalami demotivasi, enggan untuk lebih aktif kecuali sebatas tugas yang diberikan, tidak tertarik untuk menambah keterampilan dan mengembangkan karier, malas terlibat dalam diskusi atau kegiatan perusahaan, dan tak lagi peduli terhadap visi, misi, dan tujuan organisasi. Bagi mereka, yang penting tetap mendapat gaji.

Mengatasi Silent Resignation dalam Bisnis Keluarga

Lebih Rumit

Namun dalam bisnis keluarga, situasinya menjadi lebih rumit karena ada faktor keluarga. Bagi karyawan yang bekerja di perusahaan nonkeluarga, puncak silent resignation adalah benar-benar hengkang. Setelah itu, urusan selesai. Namun, tidak demikian bagi penerus bisnis keluarga. Ia harus tetap berurusan dengan keluarga, apa pun yang terjadi. Bahkan hubungan keluarga dipertaruhkan. Selain itu, tidak mudah bagi generasi muda untuk meninggalkan bisnis lantaran ia kerap merasa memiliki kewajiban moral untuk melanjutkan bisnis keluarga.

Untuk mengatasi fenomena pengunduran diri senyap penerus dalam bisnis keluarga, tentunya harus dilacak dulu akar masalahnya. Apa sajakah itu? Paling sering dijumpai adalah perbedaan ekspektasi antara generasi senior dengan generasi penerus. Generasi senior umumnya ingin agar anak-anaknya kelak mengambil alih manajemen perusahaan. Namun, tak jarang anak-anak memiliki cita-citanya sendiri. Demi menyenangkan orangtua, generasi muda banyak yang terpaksa mengurus bisnis keluarga. Keterpaksaan ini berpotensi besar menimbulkan silent resignation.

Dominasi generasi senior kerap membuat penerus mengalami demotivasi. Mereka merasa terkekang, tidak bebas berekspresi. Akibatnya mereka menjadi apatis sehingga bekerja untuk sekaar memenuhi kewajiban saja, tidak berusaha melampaui ekspektasi.

Baca :   After Deciding to Resign

Gaya bekerja, gaya memimpin, dan gaya berkomunikasi orangtua kerap berbeda dengan anak. Demikian pula dengan nilai-nilai yang dianut. Misalnya, generasi senior senang dengan jam kerja yang panjang demi membesarkan bisnis. Baginya, kerja itu sendiri adalah hiburan. Mereka juga hemat lantaran selalu ingin menginvestaikan keuntungan perusahaan demi pengembagan lebih lanjut. Namun, generasi penerus bisa saja berbeda. Mereka menginginkan kehidupan yang lebih seimbang serta lebih longgar dalam soal keuangan. Kemajuan teknologi membuat penerus lebih mengutamakan kerja cerdas ketimbang kerja keras. Karena orangtua lebih dominan, tetap saja mereka yang menang. Akibatnya, mereka setengah hati mengurus perusahaan.

Di banyak bisnis keluarga, terutama yang sedang berkembang, tugas dan tanggung jawab belum diatur secara terperinci. Generasi muda harus memikul aneka tanggung jawab tanpa adanya bimbingan dan panduan. Ini tentu saja membuat mereka kewalahan. Ujung-ujungnya, mereka kehilangan motivasi untuk mengurus bisnis keluarga.

Baca :   Pemimpin Bayangan dalam Bisnis keluarga

Generasi muda dituntut untuk menyamai, bahkan kalua bisa melebihi, prestasi orangtua mereka. Ini tentu saja menambah beban penerus. Beban yang terlalu berat bisa membuat penerus kelelahan.

Tak Tahu Berterima Kasih

Seperti disebutkan sebelumnya, pengunduran diri senyap tidak saja dapat berdampak pada individu, tetapi juga hubungan keluarga. Penerus yang melakukan silent resignation mengancam suksesi bisnis keluarga. Kebrlanjutan bisnis keluarga dipertaruhkan bila dinakhodai orang-orang yang tidak berkomitmen.

Hubungan antaranggota keluarga bisa terancam akibat silent resignation. Generasi mudah bisa dituduh tidak tahu berterima kasih, menghancurkan warisan keluarga, tak peduli dengan kesejahteraan keluarga, dan tuduhan lainnya. Generasi muda balik menuduh orangtua mereka memaksakan kehendak, tak peduli keinginan anak muda, tak mengerti perkembangan zaman, dan tuduhan lainnya.

Silent resignation mudah menular kepada karyawan. Bayangkanlah apa yang terjadi pada bisnis keluarga jika makin banyak yang bekerja sekadar memenuhi kewajibannya, sementara persaingan di laur sana makin ketat.

Lantas, bagaimana menghilangkan silent resignation ini? Pertama, memahami aspirasi generasi muda. Ajaklah mereka untuk berdiskusi tentang karier dan tujuan personal jangka panjang mereka. Adakah kemungkinan karier dan tujuan pribadi tersebut selaras dengan visi dan misi bisnis keluarga?

Tumbuhkanlah rasa percaya diri generasi muda. Caranya? Memberi wewenang dan memimpin proyek. Berilah kesempatan mereka untuk belajar dari pengalaman serta mengambil risiko. Hargailah jerih payah mereka.

Baca :   Leadership Without Position: The Real Impact of Shadow Leadership

Guna mengasah keterampilan dan membantu menghadapi tantangan, anggota keluarga yang berpengalaman atau pihak eksternal dapat diminta bantuannya menjadi mentor. Kegairahan mereka mengurus bisnis keluarga juga bisa dibangkitkan dengan cara memberi pelatihan serta memperkenalkan mereka dengan berbagai aspek dalam bisnis.

Tugas, tanggung jawab, dan peran generasi muda harus ditentukan secara detail dan adil. Ini akan menciptakan kepastian, bukan hanya bagi generasi muda melainkan semua insan bisnis keluarga. Dengan kepastian ini, diharapkan generasi muda akan lebih termotivasi.

Generasi senior dan generasi muda harus mau saling belajar. Di satu sisi, generasi senior harus mengerti perubahan zaman. Ia harus paham bahwa ada cara-cara lama yang tak lagi relevan. Di sisi lain, generasi muda tak boleh bersikap arogan. Mereka harus lebih menghargai tradisi dan nilai-nilai yang sudah lama berlaku. Ini bukan berarti generasi muda menolak perubahan, namun belajar untuk mengambil nilai-nilai yang masih dapat dipertahankan demi kejayaan bisnis keluarga.

Mengatasi Silent Resignation dalam Bisnis Keluarga

Kategori: Family Business

#bisnis keluarga #silent resignation #demotivasi #ekspektasi #dominasi #aspirasi #wewenang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article