Ada Apa dengan Overmarketing? Pemasaran merupakan elemen penting dalam strategi bisnis modern. Dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi, brand dapat menjangkau audiens secara lebih luas, membangun kesadaran, dan mendorong penjualan.
Namun, ada batas tipis antara pemasaran yang efektif dan overmarketing. Apa itu overmarketing? Overmarketing terjadi ketika sebuah perusahaan menggunakan strategi pemasaran secara berlebihan, baik dari segi frekuensi, intensitas, maupun jumlah pesan yang disampaikan. Hal ini sering kali membuat konsumen merasa jenuh, terganggu, dan bahkan menjauhi brand tersebut. Alih-alih membangun hubungan positif, overmarketing justru bisa membuat nama brand menjadi jelek sehinggan pelanggan kabur.
Namun bukan berarti overmarketing haram dilakukan. Hanya saja, overmarketing tidak cocok untuk setiap bisnis atau setiap situasi. Diperlukan pertimbangan yang cermat, pemahaman terhadap pasar sasaran, dan tujuan yang jelas sebelum melakukannya.
Ada Apa dengan Overmarketing?
Tentu pertanyaannya, kapan saat yang tepat untuk overmarketing? Pertama, tatkala perusahaan meluncurkan produk baru. Tujuannya adalah untuk menciptakan rasa antisipatif, kegembiraan, dan, idealnya, urgensi. Memasok pasar dengan pesan tentang produk melalui media sosial, media cetak, TV, dan iklan digital lainnya membuat calon pelanggan mengetahui peluncuran tersebut. Perusahaan seperti Apple telah menguasai strategi ini, sering kali menciptakan sensasi yang luar biasa sehingga pelanggan rela mengantre berjam-jam hanya untuk menjadi yang pertama mencoba produk baru. Dalam skenario peluncuran, overmarketing membantu mengatasi ketidakjelasan awal yang membayang-bayangi setiap produk baru. Overmarketing membantu menembus kebisingan pesaing dan memastikan bahwa pesan perusahaan sampai ke telinga pasar sasaran secara berulang-ulang.
Kedua, tatkala menjalankan kampanye pemasaran yang dibatassi waktu, seperti hari besar keagamaan, hari kemerdekaan, atau menjelang akhir tahun. Pada momen-momen ini, overmarketing dapat menjadi alat yang ampuh. Biasanya, konsumen sudah siap berbelanja lebih banyak. sehingga strategi pemasaran yang agresif dapat mendorong mereka untuk membeli. Praktik seperti ini lazim dilakukan peritel.,yang membanjiri calon pelanggan dengan iklan yang menekankan terbatasnya waktu penawaran. Dengan meningkatkan frekuensi dan konsistensi di seluruh saluran (email, media sosial, spanduk, radio), perusahaan mempertahankan visibilitas selama kurun waktu yang singkat namun penting.
Ketiga, saat perusahaan bertarung dengan pesaing di pasar yang penuh sesak. Dalam kondisi ini, kerap satu-satunya cara untuk lebih dikenal adalah dengan membombardir pasar menggunakan beragam pesan. Overmarketing dapat menjadi strategi untuk mengungguli pesaing dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar. Pun, ketika kesadaran merek dan visibilitas yang konstan menentukan hidup matinya perusahaan. Misalnya, selama perang cola, Coca-Cola dan Pepsi sering menggunakan overmarketing untuk memenangi dominasi. Iklan mereka bisa dilihat di berbagai tempat. Tujuannya agar merek mereka tetap terpatri di benak pelanggan.
Keempat, saat rebranding atau repositioning. Tatkala sebuah merek ingin mengubah persepsi atau kesadaran khalayak, banjir pesan yang gamblang dan konsisten akan sangat membantu. Pengulangan membantu menanamkan citra atau pesan merek baru di benak audiens, seraya membantu menghilangkan asosiasi lama merek. Kampanye rebranding yang sukses sering kali melibatkan berbagai titik kontak, mulai dari siaran pers, iklan digital, pemasaran konten, dan kolaborasi dengan pemengaruh (influencer).
Kelima, ketika perusahaan merambah pasar baru. Memasuki pasar geografis atau demografis baru memerlukan pengenalan merek dari awal. Overmarketing dapat membantu mempercepat proses ini, memastikan bahwa merek perusahaan diperhatikan dan dipahami oleh audiens baru. Contohnya adalah saat perusahaan berekspansi ke pasar global. Saat itu, upaya pemasaran, khususnya yang diadaptasi sesuai kondisi lokal, perlu menghasilkan dampak yang signifikan dalam waktu singkat.
Risiko dan Mitigasinya
Seperti dijelaskan sebelumnya, overmarketing adalah sebuah upaya yang berlebihan. Ini tentu berisiko. Risiko tersebut adalah pelanggan yang lelah lantaran dijejali hal yang sama setiap saat. Akibatnya, pelanggan apatis terhadap pesan merek. Yang lebih buruk, pelanggan menghindari iklan perusahaan. Misalnya, jika mendapat e-mail atau pesan singkat, mereka segera menghapusnya. Jika ditayangkan di media sosial, mereka tidak akan menontonnya.
Overmarketing juga bisa menggerus nilai merek. Paparan yang berlebihan dapat mengurangi kesan eksklusivitas atau nilai premium yang diandalkan oleh merek tertentu. Merek mewah, misalnya, biasanya menghindari pemasaran yang berlebihan karena bertentangan dengan kebutuhan mereka untuk mempertahankan citra yang berkelas dan aspiratif. Terlalu banyak visibilitas dapat membuat merek terasa terlalu mudah diakses, sehingga mengurangi daya tariknya.
Ingatlah bahwa overmarketing itu mahal ongkosnya. Jika tingkat pengembalian investasinya tidak jelas, upaya ini akan menguras sumber daya perusahaan.
Lantas, bagaimanakah caranmya memitigasi risiko overmarketing ini? Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa kunci sukses overmarketing adalah pemahaman yang utuh tentang pelanggan sasaran. Jika pelanggan sasaran menghargai serangkaian pengumuman produk, penawaran, atau cerita merek yang terus-menerus, overmarketing barangkali tidak terlalu mengganggu. Namun ingatlah bahwa lama kelamaah pelanggan bisa jenuh juga. Oleh karenanya, konten pemasaran yang kreatif harus sering-sering dihadirkan. Pastikan setiap konten memberikan nilai tambah, baik dalam bentuk informasi baru, visual yang berbeda, atau nada yang unik. Jangan sampai pelanggan merasa melihat informasi yang sama berulang-ulang. Dengan kata lain, konsistensi penyampaian pesan penting, tapi hindari repetisi dalam waktu lama.
Kategori: Marketing & Branding
#risiko
#cocacola
#pepsi
#apple