Benarkah Karyawan Kutu Loncat Didominasi Oleh Gen Z?

Benarkah Karyawan Kutu Loncat Didominasi Oleh Gen Z?

Karyawan kutu loncat merujuk kepada mereka yang mudah melakukan resign dari perusahaan, hingga berganti profesi. Hal ini dilakukan biasanya karena ada beberapa hal di lingkungan pekerjannya.

Banyak orang yang mengatakan bahwa terlalu sering pekerja pindah perusahaan, maka hal tersebut dapat menjadi suatu tanda red flag yang harus diwaspadai HRD. Padahal jika dilihat dari sisi pekerja, pasti ada beberapa alasan yang membuat seorang pekerja memutuskan untuk berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain dalam waktu yang cepat.

Kutu loncat adalah istilah yang digunakan untuk pekerja yang sering berpindah tempat kerja dengan waktu yang singkat. Namun, apakah sebenarnya menjadi karyawan kutu loncat dalam dunia kerja merupakan suatu hal yang salah? Berikut informasinya :

Apa itu karyawan kutu loncat?

Kutu loncat adalah istilah yang digunakan untuk seorang pekerja yang melakukan perpindahan dari satu kantor ke kantor lainnya dalam waktu yang relatif pendek. Istilah “Karyawan Kutu Loncat” sendiri memberikan kesan negatif terhadap pekerja karena dianggap hanya bersemangat di awal, tetapi saat merasa sudah tidak betah akan langsung pindah begitu saja meski tengah ada project yang berjalan.Mereka cenderung tidak setia pada satu tempat kerja untuk waktu yang lama dan mungkin mencari pekerjaan baru dengan frekuensi yang tinggi. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan dengan pekerjaan saat ini, mencari peluang yang lebih baik, atau ketidakstabilan dalam karier mereka.

Oleh karena itu, para HRD biasanya akan memperhatikan riwayat kerja yang dicantumkan oleh kandidat ketika melamar di kantornya. Pekerja yang dijuluki dengan kutu loncat, dapat diketahui dengan pengalaman kerja yang hanya bertahan 2-3 bulan pada suatu perusahaan lalu pindah dan mengulangi hal yang sama kembali.

Sebenarnya, fenomena ini sendiri merupakan hal yang wajar terjadi karena persaingan bisnis yang ketat saat ini. Sehingga, setiap perusahaan pasti membutuhkan pekerja yang memiliki keahlian khusus yang sesuai dengan posisi tersebut. Oleh karena itu, biasanya perusahaan akan memberikan penawaran khusus agar pekerja tersebut tertarik untuk bergabung dengan perusahaan.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang mungkin menjadi “karyawan kutu loncat,” seperti:

  1. Ketidakpuasan: Mereka mungkin merasa tidak puas dengan pekerjaan saat ini, entah karena gaji yang rendah, masalah hubungan dengan rekan kerja atau atasan, atau ketidaksesuaian antara keterampilan mereka dan tugas yang mereka lakukan.
  2. Peluang yang Lebih Baik: Seseorang mungkin terus mencari peluang yang lebih baik dalam hal gaji, manfaat, pengembangan karier, atau lingkungan kerja yang lebih sesuai.
  3. Perubahan Prioritas: Perubahan dalam prioritas hidup, seperti kebutuhan untuk lebih fleksibel, bekerja dari rumah, atau mengejar minat dan hobi, bisa menjadi faktor yang mendorong seseorang untuk sering pindah pekerjaan.
  4. Kurangnya Kepuasan Karier: Seseorang mungkin merasa tidak ada jalan yang jelas untuk pertumbuhan karier di tempat kerja saat ini dan mencari perubahan yang lebih menjanjikan.
Baca :   Kecerdasan Kolektif demi Organisasi yang Transformatif

Kenapa banyak pekerja cepat resign?

Resign sendiri merupakan hak yang dimiliki sepenuhnya oleh seorang karyawan dalam perusahaan. Namun, karyawan yang sering berpindah perusahaan biasanya dinilai tidak mampu untuk beradaptasi atau bekerja di bawah tekanan. Tetapi, perlu untuk kamu ketahui bahwa keputusan tersebut bukanlah hanya kesalahan karyawan. Ada berbagai alasan yang mendasari seorang karyawan memutuskan menjadi kutu loncat. Berikut berapa alasannya:

1. Tidak ada jenjang karier

Memiliki jenjang karier yang jelas merupakan harapan setiap pekerja. Oleh karena itu, tidak heran jika seorang pekerja mengajukan resign ketika merasa tidak mendapatkan jenjang karier yang sesuai. Jenjang karier sendiri dibutuhkan oleh pekerja sebagai salah satu pengalaman yang dapat membantunya untuk berkembang dan dapat lebih mudah untuk mendapatkan karier impian.

Tujuan akhir pada jenjang karier perusahaan biasanya berada di posisi tertinggi perusahaan seperti seorang pekerja yang awalnya menjabat sebagai staf, mendapatkan jenjang karier sebagai supervisor, lalu assistant manager, hingga menjadi manager. Dengan mendapatkan jenjang karier yang jelas, seorang pekerja tentunya juga akan mendapatkan gaji dan fasilitas yang lebih baik lagi dari posisi sebelumnya.

2. Pengelolaan karyawan buruk

Pengelolaan karyawan merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Sebab, hal ini bisa menjadi alasan mengapa banyak karyawan dalam perusahaan tersebut resign. Jika HRD tidak mampu mengelola sistem tersebut dengan baik, maka seluruh karyawan yang berada pada perusahaan tersebut pastinya akan merasa tidak nyaman hingga memutuskan untuk resign.

Biasanya, pengelolaan sistem yang buruk juga berpengaruh besar kepada kinerja karyawan dalam perusahaan tersebut. Contoh pengelolaan sistem yang buruk seperti HRD yang salah menghitung gaji karyawan karena masih menggunakan cara lama, sehingga membuat pembayaran gaji menjadi telat atau salah pada nominal gaji.

3. Konflik internal

Adanya konflik internal dalam lingkungan kerja, tentu membuat pekerja dalam perusahaan tersebut menjadi malas untuk bekerja. Hal ini juga yang membuat seorang pekerja menjadi cepat untuk resign meski baru bergabung beberapa bulan. Biasanya perusahaan yang memiliki konflik internal dapat dilihat dari turn over yang tinggi dalam perusahaan tersebut.

Tak heran karyawan dalam perusahaan tersebut merasa tidak betah dan memutuskan untuk resign. Perusahaan seperti ini juga yang membuat banyak pekerja memutuskan untuk menjadi kutu loncat, karena tidak betah dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman.

Generasi Z

Menurut berbagai sumber media, fenomena ‘kutu loncat’ para karyawan ini lebih umum terjadi pada generasi muda, seperti milenial dan gen z. Karyawan cenderung mudah resign, bahkan dengan alasan yang sederhana seperti ketidak cocokan dengan rekan kerja.

Sejumlah penelitian mengatakan, kebiasaan kutu loncat ini banyak terjadi pada karyawan dari generasi milenial, dan belakangan Gen Z. Menurut Jobstreet Indonesia, sekitar 60% generasi milenial kerap berpindah kerja kurang dari dua tahun. 

Baca :   Pros & Cons : Sabbatical Leave di Perusahaan Swasta

Generasi ini cenderung pemilih dalam melamar pekerjaan. Mereka juga akan dengan mudah memutuskan pindah kerja apabila merasa tidak nyaman. Mungkin saja penyebabnya, karena generasi milenial senang mengembangkan skills, dan tidak senang sesuatu yang bertele-tele. 

Selain itu, generasi ini cenderung mempertimbangkan keuntungan yang mereka dapat ketika bekerja di perusahaan. Bukan hanya gaji tinggi lho, tapi juga soal fasilitas, kenyamanan, dan ketersediaan pelatihan untuk pengembangan diri mereka. 

Generasi milenial dan Gen Z juga terkenal sebagai generasi yang lekas bosan. Sayangnya juga generasi ini cenderung lebih senang yang serba instan dan cepat. Bisa jadi karena terpengaruh perkembangan zaman dan teknologi. 

Pendapat HRD

Karyawan kutu loncat memang terkesan negatif. Mereka seperti tak punya loyalitas dan tak siap mental memasuki dunia kerja. Apalagi perusahaan sudah kadung keluar dana untuk rekrutmen, pelatihan, dan lain sebagainya. 

Biasanya, karyawan kutu loncat ini akan tiba-tiba mengundurkan diri ketika mereka merasa sudah tidak nyaman. Bahkan dengan alasan sekadar tidak cocok dengan rekan kerja atau merasa bosan, misalnya. Padahal, perusahaan sedang mengerjakan project atau deadline penting. 

Kebiasaan kutu loncat juga membuat HRD meragukan reputasimu. Karena kalau kamu hanya bertahan sebentar di tempat yang lama, sangat mungkin hal yang sama terjadi pula di kantor baru. 

Hanya belakangan perusahaan sudah mulai beradaptasi dengan fenomena kutu loncat ini. Banyak perusahaan cenderung membaca situasi dan latar belakang mengapa seseorang jadi kutu loncat sebagai karyawan. 

Bagaimana cara agar tidak jadi karyawan kutu loncat?

Selain lingkungan kerja dan faktor internal perusahaan lainnya, seorang pekerja dapat menjadi karyawan kutu loncat karena salah dalam mengidentifikasi minat dan skill yang dimiliki. Sehingga, pekerja merasa tidak cocok ataupun tak mampu mengerjakan pekerjaan dengan baik.

Contohnya, seorang lulusan bisnis memilih untuk bekerja sebagai HRD karena merasa memiliki kemampuan komunikasi yang baik, padahal dirinya tidak memiliki pengetahuan untuk menjadi seorang HRD sehingga dirinya tidak cocok pada posisi tersebut.

Oleh karena itu, sebelum bekerja pastikan kamu mengetahui bakat yang kamu miliki dengan melakukan riset. Dengan mengetahui skill yang kamu miliki dengan baik, kamu dapat memperdalam skill tersebut agar lebih mudah ketika mencari pekejaan karena telah mengetahui bidang yang miliki.

Jika kamu tertarik untuk berganti bidang karier, kamu dapat memperdalam bidang tersebut terlebih dahulu dengan mengikuti pelatihan yang bersertifikasi agar HRD merasa bahwa kamu memang mampu bekerja di biang tersebut.

Demikianlah informasi singkat mengenai karyawan kutu loncat dalam bekerja, serta alasan untuk melakukan hal tersebut. Perlu untuk kamu ketahui, melakukan pendekatan dengan karyawan yang berbeda generasi tentu membutuhkan waktu yang berbeda dan bergantung pula dengan kepribadian orang tersebut.

Baca :   Learning by Doing: Cara Revolusioner Untuk Meningkatkan Keterampilan Karyawan

Namun, sebagai seorang HRD penting untuk dapat menekan turn over yang tinggi dalam perusahaan. Hal ini tentu berguna untuk mengurangi kerugian yang dapat dialami oleh pekerja dan perusahaan akibat terdampak oleh badai resign karyawan.

Tak hanya untuk HRD perusahaan, sebagai pekerja penting bagi kamu untuk melakukan evaluasi diri. Jika kamu masih memiliki motivasi bekerja, pikirkan kembali apa yang menjadi alasan terkait kamu terus menerus mengundurkan diri meski baru beberapa bulan bekerja. Walaupun resign merupakan hak seluruh pekerja, tetapi memiliki catatan buruk sebagai seorang kutu loncat dapat memberikan dampak negatif terhadap reputasimu di dunia kerja.

Penting untuk diingat bahwa ada situasi di mana perpindahan pekerjaan secara reguler dapat memiliki manfaat, terutama jika seseorang sedang membangun pengalaman dalam berbagai bidang atau sektor. Namun, perpindahan pekerjaan yang terlalu sering juga dapat menimbulkan pertanyaan dari calon pemberi kerja tentang stabilitas dan komitmen seseorang. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan keputusan tersebut dengan bijak dan memastikan bahwa perpindahan kerja yang dilakukan memiliki alasan yang kuat dan sesuai dengan tujuan karier Anda.

Sebagai pemilik perusahaan, pastinya dengan adanya istilah karyawan kutu loncat ini akan banyak upaya atau strategi lain untuk memikirkan baik dan buruknya kultur perusahaan. Jangan sampai mempengaruhi kinerja perusahaan sesuai visi misi yang sudah di terapkan. Oleh karena itu perlu adanya calon-calon karyawan yang etos kerjanya mumpuni dan kuat mental di berbagai hal.

Kami, The Jakarta Consulting Group (JCG) membantu mencari kandidat paling tepat untuk posisi-posisi strategis yang turut berkontribusi bagi keberhasilan organisasi. Kami menggunakan pendekatan yang proaktif dan sistematis sesuai kebutuhan klien sehingga menjamin proses yang efisien. Dengan menyediakan akses kepada talenta-talenta potensial, keahlian dalam asesmen kandidat, market insight, serta komitmen menjamin kerahasiaan, sehingga kami ikut membantu kesuksesan rekrutmen dan seleksi klien.

Strategi perekrutan yang sukses sangat penting untuk masa depan organisasi. Strategi rekrutmen yang direncanakan dan dieksekusi secara baik akan membantu organisasi menjaring serta merekrut kandidat-kandidat paling sesuai untuk posisi-posisi yang tersedia.

Selama proses perekrutan, The Jakarta Consulting Group menjaga komunikasi terbuka baik dengan klien maupun kandidat. Kami menyediakan update secara berkala dan memfasilitasi wawancara dan proses negosiasi guna menjamin kelancaran proses perekrutan.

Kategori :Manajemen Sumber Daya Manusia & Bakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article