Dalam beberapa tahun terakhir, konsep kerja empat hari dalam seminggu makin populer. Sejumlah negara di Eropa telah menerapkannya. Belgia, mengutip kompas.id, adalah negara Eropa pertama yang memiliki undang-undang yang mengatur sistem empat hari kerja pada 2022. Aturan ini berlaku bagi semua pekerja, baik sektor publik maupun swasta, dan bersifat sebagai pilihan.
Bagi yang memilih bekerja empat hari, seperti dikutip dari Euronews, 21 November 2022, mereka harus bekerja 9,5 jam per hari. Jam kerja ini jauh lebih panjang dibandingkan mereka yang memilih lima hari kerja seminggu, yaitu 8 jam per hari. Pola kerja ini membuat jam kerja pekerja, baik yang memilih empat hari kerja atau lima hari kerja, hampir sama.
Aturan berbeda diterapkan di Inggris dan Portugal. Di kedua negara itu, meski bekerja hanya empat dalam seminggu, lama jam kerja tidak berubah, tetap delapan jam sehari. Dengan demikian, jumlah jam kerja lebih singkat dibandingkan Belgia.
Jerman baru memulai uji empat hari kerja pada awal 2024. Namun, jauh sebelum model empat hari kerja itu diterapkan, seperti dikutip dari Euronews, 2 Februari 2024, jam kerja rata-rata di Jerman sudah mencapai 34,2 jam per minggu. Artinya, pemendekan hari kerja itu kemungkinan tidak akan berpengaruh besar terhadap jam kerja dan produktivitas di Jerman.
Respon Para Karyawan

Kebijakan empat hari kerja per minggu ini banyak mendapat dukungan karyawan yang mengingkinkan fleksibilitas dan keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan. Dengan kebijakan ini, diharapkan produktivitas tidak turun dan kesejahteraan karyawan terjaga. Studi yang dilakukan 4 Day Week Global pada 2022, seperti dikutip situs Forum Ekonomi Dunia (WEF), 25 Oktober 2023, menunjukkan pengurangan satu hari kerja terbukti meningkatkan produktivitas, kesehatan fisik dan mental karyawan, serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
Konflik antarkaryawan, tingkat kelelahan, dan masalah rumah tangga berkurang. Total waktu perjalanan dari tempat kerja ke rumah dan sebaliknya juga berkurang, dari 3,5 jam per minggu menjadi kurang dari 2,6 jam per minggu. Jumlah orang yang bepergian dengan mobil pun turun dari 56,5 persen menjadi 52,5 persen.
Menurut beberapa perusahaan, biaya operasional seperti listrik, air, dan penggunaan fasilitas kantor lainnya dapat dihemat dengan bekerja empat hari saja. Mengingat kebijakan empat hari kerja bersifat opsional dan bukan kewajiban, perusahaan dapat memanfaatkannya untuk merekrut talenta terbaik.
Sisi Kontra Kebijakan 4 Hari Kerja
Meskipun banyak pihak yang mendukung, tidak sedikit yang menolak gagasan empat hari kerja ini. Harus diakui, tidak semua industri bisa memberlakukannya. Contoh industri yang sulit memberlakukan empat hari kerja adalah manufaktur, layanan kesehatan, dan ritel. Kebutuhan industri-industri ini untuk beroperasi sangatlah tinggi, bahkan tanpa henti. Jika empat hari kerja diberlakukan, ada ada kekurangan karyawan.
Sistem empat hari kerja bagi karyawan bukannya tanpa risiko. Untuk mengompensasi berkurangnya hari kerja (yang tadinya lima hari, kini menjadi empat hari), bisa saja perusahaan menambah jam kerja per hari (dari yang tadinya 8 jam menjadi 9-10 jam). Artinya, karyawan diharuskan menghasilkan produktivitas yang sama dalam waktu lebih singkat. Alih-alih lebih produktif dan lebih bahagia, produktivitas terancam turun, kelelahan meningkat.
Relevansi Penerapan di Indonesia
Faktor budaya turut berpengaruh dalam masalah ini. Di negara-negara maju, terutama di Eropa, sistem sosial budayanya lebih kondusif. Waktu tempuh perjalanan dari tempat tinggal ke tempat kerja rata-rata 40 menit. Waktu perjalanan yang relatif singkat membuat karyawan dengan jam kerja 8 jam sehari masih bisa melakukan banyak aktivitas.

Produktivitas tenaga kerja Indonesia juga tergolong rendah. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), pekerja Indonesia ada di peringkat ke-113 dari 191 negara dengan besaran pendapatan domestik bruto per jamnya mencapai 14 dollar AS saja.
Selain itu, budaya kerja di Indonesia masih belum efektif dan efisien. Sering terlambat datang, santai, lamban bertindak, terlalu banyak berbincang, rasa tanggung jawab yang kurang, hobi menggunakan gawai dan bermain media sosial saat jam kerja membuat citra karyawan Indonesia kurang bagus. Dengan kondisi seperti ini, sulit mengurangi jumlah hari dan jam kerja di Indonesia.
Pelanggan juga ikut terdampak. Jika perusahaan mengurangi jumlah hari operasinya, bisa timbul persepsi negatif dari pelanggan. Perusahaan bisa dianggap tidak sensitif pada kebutuhan pelanggan.
Awalnya, tujuan empat hari kerja adalah demi meningkatkan kesejahteraan karyawan. Apakah ini sekadar gimik? Jawabannya tidak, karena kenyataannya sudah ada perusahaan di beberapa negara yang menerapkannya. Masalahnya terletak pada apakah kebijakan tersebut efektif atau tidak. Karyawan bukanlah satu-satunya faktor.
Ingatlah bahwa karyawan dan perusahaan sejatinya saling membutuhkan. Perusahaan harus peduli pada kesejahteraan karyawannya. Namun karyawan jiga harus produktif dan mampu berkontribusi bagi kemajuan perusahaan. Jika prinsip ini benar-benar dipahami, jumlah hari dan jam kerja tidak lagi menjadi isu yang terlalu signifikan.
Kunjungi secara berkala blog Jakarta Consulting Group untuk membaca lebih banyak pembahasan menarik seputar dinamika bisnis, manajemen dan dunia kerja.