Menangani Manusia Toxic Beracun dalam Organisasi. Mendiang Charlie Munger, mantan orang nomor dua di Berkshire Hathaway setelah Warren Buffet, pernah membagikan beberapa tip singkat untuk sukses. Tip-tip tersebut adalah membelanjakan uang lebih sedikit dibandingkan penghasilan yang anda terima, berinvestasi dengan cerdas, mengindari orang-orang beracun (toxic people), belajar sepanjang hayat, dan wujudkan kebahagiaan yang tertunda. Kiat-kiat ini ia bagikan pada pertemuan tahunan Berkshire Hathaway di Omaha. Nasihat senada ternyata juga pernah dikemukakan oleh Buffet, sang investor terkenal.
Dari pernyataan Munger, ternyata orang-orang beracun (toxic people) bisa menjadi penghalang kesuksesan. Jadi, tak boleh diremehkan. Meski agaknya hal ini disampaikan dalam konteks hubungan individu, kehadiran orang beracun ini juga berdampak buruk dalam konteks organisasi atau tempat kerja. Bahkan, menurut hasil penerlitian dari Harvard Business School, dampak negatif kehadiran orang-orang beracun ini lebih besar dibandingkan dengan dampak positif keberadaan seorang superstar di tempat kerja. Dengan kata lain, lebih baik menghindari orang-orang beracun ketimbang merekrut superstar.
Sebelum membahas bagaimana menangani orang-orang beracun di tempat kerja ini, tentu saja kita harus paham terlebih dahulu karakteristik orang-orang semacam ini. Pertama, berpandangan negatif terhadap pekerjaan, proyek, dan rekan kerja. Mereka sering mengeluh dan menyebarkan pesimisme. Kedua, terlibat dalam gosip dan fitnah, menyebarkan rumor atau informasi negatif tentang orang lain secara diam-diam, sehingga menimbulkan rasa saling tidak percaya dan perpecahan. Ketiga, memanipulasi situasi atau orang untuk kepentingan mereka sendiri, seringkali dengan mengorbankan orang lain atau organisasi. Keempat, menghindari tanggung jawab, menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kegagalan, yang dapat melemahkan kerja tim dan menghambat kemajuan. Kelima, menunjukkan perilaku mengendalikan, mengatur hal-hal remeh-temeh, sehingga merusak kreativitas, kemandirian, dan moral orang lain. Keenam, meremehkan upaya, kontribusi, dan pencapaian orang lain. Ketujuh, tidak mau menerima umpan balik atau kritik membangun, bereaksi secara defensif atau meremehkan ketika dihadapkan pada hal-hal yang perlu diperbaiki. Kedelapan, mengabaikan batasan pribadi atau profesional, mengganggu ruang, waktu, atau privasi orang lain, sehingga menyebabkan ketidaknyamanan. Kesembilan, suka mendramatisasi, membuat masalah kecil menjadi besar sehingga menimbulkan konflik dan mengganggu produktivitas. Dan kesepuluh, tidak berempati atau peduli terhadap perasaan, kebutuhan, atau kesejahteraan orang lain.
Setelah memahami cir-ciri manusia beracun, lantas bagaimana mengatasinya? Jika telanjur direkrut, tidak mudah mengeluarkan mereka selama tidak ada hukum atau aturan yang dilanggar. Apatah lagi, sifat mereka yang beracun acap baru terdeteksi setelah mereka bergabung, bukan saat rekrutmen atau seleksi.
Langkah pertama, menurut Gallo, adalah menelusuri penyebab perilaku beracun. Apakah ia tidak bahagia dengan pekerjaannya? Apakah ia punya masalah pribadi? Frustrasi dengan rekan kerja? Atau sebab-sebab lainnya? Pimpinan bisa saja menawarkan bantuan atau sumber daya untuk mengatasi masalah orang tersebut.
Kerap dijumpai, karyawan beracun ini tidak sadar konsekuensi destruktif dari perilaku mereka. Oleh karenanya, perlu diberikan feedback yang jujur dan langsung sehingga mereke memahami masalahnya dan berpeluang berubah. Jelaskan juga perilaku yang diharapkan dari orang tersebut.
Adakalanya,organisasi tidak punya pilihan selain memberhentikan si manusia beracun. Jika demikian, dokumentasi menjadi penting. Catatlah secara detail setiap insiden, perilaku, berikut dampak yang meilbatkan orang-orang beracun terhadap tim atau lingkungan kerja. Termasuk respons perusahaan dan bagaimana si karyawan beracun menanggapinya. Dokumentasi ini dapat dijadikan bukti yang mengidikasikan terjadinya pelanggaran.
Kesejahteraan karyawan harus diutamakan. Individu yang beracun tidak boleh dibiarkan mengganggu moral atau produktivitas kelompok. Apalagi, perilaku ini mudah menular. Kabar baiknya, mudah pula diisembuhkan. Mengisolasi individu yang beracun boleh dilakukan. Caranya? Misalnya mengatur ulang meja kerja, menugaskan ulang proyek, menjadwalkan lebih sedikit pertemuan yang melibatkan semua pihak, atau mendorong lebih banyak kerja fleksibel.
Untuk jangka panjang, organisasi harus menciptakan lingkungan kerja yang menghargai rasa hormat, komunikasi terbuka, dan umpan balik konstruktif. Rayakanlah kerja tim dan pencapaian untuk memperkuat perilaku positif.
Dalam hal menangani karyawan beracun ini, ada kisah menarik yang pernah terjadi di Webgility, sebuah perusahaan software yang mengoperasikan e-commerce. Christina Del Villar, Direktur Pemasaran perusahaan tersebut, mengelola sebuah tim kecil kala itu. Salah satu karyawannya, Sharon (bukan nama sebenarnya), seorang manajer pemasaran senior, berperilaku buruk sehingga membuat semua anggota tim menderita. Etos kerjanya buruk, sering mengkliam hasil kerja orang lain sebagai miliknya.
Del Villar mendokumentasi sepak terjang Sharon. Meski demikian, ia tidak bisa memecat Sharon. Jika dipecat, Sharon mengancam akan melayangkan gugatan hukum. Namun, De Villar terus berupaya demi menciptakan tim yang kondusif. Ia mencegah hal-hal negatif merembet ke segala hal. Secara rutin, ia juga memberikan feedback kepada Sharon. Ia berterus terang mengenai perilaku Sharon yang destruktif. Termasuk hal-hal yang bisa dilakukan agar Sharon mau berubah.
De Villar juga memberi semangat dan dukungan kepada anggota timnya yang lain, mendorong mereka untuk berfokus pada diri sendiri dan pekerjaan. Jangan peduli pada hal yang dilakukan atau tidak dilakukan orang lain. Tak lupa, hormati privasi, patuh pada hukum dan aturan.
Usaha De Villar membuahkan hasil. Pengaruh Sharon memudar. Masalah ini akhirnya hilang dengan sendirinya. Saat Webgility diakuisisi perusahaan lain yang lebih besar, Sharon dipindahkan ke departemen lain.
Menangani Manusia Toxic Beracun dalam Organisasi
Kategori: Organization Development & Behavior
#toxicpeople
#charliemunger
#superstar
#perilaku #webgility