Mewarisi Kontroversi George Soros

Mewarisi Kontroversi George Soros

Milyarder sekaligus filantrop George Soros telah menyerahkan pengurusan kerajaan keuangan dan amalnya, yang bernilai 25 Dollar AS, kepada putranya, Alex. Soros sebelumnya mengaku tidak ingin menyerahkan Open Society Foundations (OSF) miliknya ke salah satu dari lima anaknya. Namun, ia akhirnya menyerahkan yayasan dan sisa kerajaannya kepada putranya yang berusia 37 tahun. Alex adalah anak kedua dari lima bersaudara. Ia satu-satunya anggota keluarga yang duduk di di komite investasi Soros Fund Management, yang mengelola dana senilai 25 miliar Dollar AS untuk keluarga dan yayasan amal. Dalam wawancara terpisah, Alex mengatakan dia “lebih politis” daripada ayahnya. Ia juga berencana untuk terus menyumbangkan uang keluarga kepada kandidat politik AS yang berhaluan kiri. OSF juga akan terus berkontribusi bagi penegakan HAM di seluruh dunia.

Soros adalah seorang manajer hedge fund terkemuka yang yang berubah menjadi dermawan dan pendukung utama gerakan liberal. Namanya sempat dikaitkan dengan krisis ekonomi Asia 1998 dan jatuhnya nilai mata uang poundsterling  Inggris pada 1992.

Baca :   Dampak PHK dan Transformasi

George Soros adalah contoh seorang figur kontroversial. Orang-orang semacam ini banyak dijumpai di banyak organisasi. Di satu sisi, mereka dihargai berkat prestasi dan kontribusinya yang luar biasa. Namun di sisi lain, ia mendapat sorotan tajam lantaran ada tindakannya yang disinyalir menabrak etika, paling tidak oleh sebagian orang.

Lantas bagaimanakah selayaknya sikap penggantinya? Tentunya, ia harus bisa menunjukkan karakteristik kepemimpinannya sendiri. Pertama-tama, menelusuri hal-hal yang menimpulkan kontroversi, berikut dampaknya terhadap para pemangku kepentingan.

Berikutnya, membangun saluran komunikasi yang proaktif dan transparan, baik kepada masyarakat, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya.  Tunjukkanlah bahwa organisasi peduli pada kekhawatiran masyarakat, akui kontroversi di masa lalu. Kemudian,  tunjukkan komitmen untuk menyelesaikan masalah yang masih menggantung. Bangun kepercayaan dengan menunjukkan kemauan untuk mendengarkan dan melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda.

Baca :   Blind Hiring: Reducing Bias in a Recruitment Process

Ciptakanlah lingkungan di mana orang bebas menyampaikan pandangan mereka, yang pastinya beragam. Dalam rangka memahami harapan, kekhawatiran, dan saran pemangku kepentingan, penting untuk mendapatkan feedback dari mereka.

Guna memulai awal yang baru, pemimpin baru harus menjelaskan visi, nilai-nilai, serta tujuan yang baru pula. Etika dan integritas tak boleh dikorbankan atas nama apa pun. Komunikasikan perubahan yang akan dijalankan serta bagaimana organisasi menangani kontroversi di masa lalu.

Perubahan yang dijalankan haruslah bermakna. Artinya, perubahan tersebut harus mencakup pergantian kebijakan, prosedur, proses, atau struktur organisasi yang tidak sesuai. Pastikanlah pula bahwa tindakan yang diambil akan adil, transparan, dan selaras dengan nilai-nilai organisasi.

Dalam rangka menyongsong era baru, organisasi tentunya membutuhkan orang-orang dengan keterampilan yang relevan, mampu mengatasi tantangan. Menumbuhkembangkan lingkungan yang saling menghormati dan saling percaya menjadi penting.

Baca :   Menyiapkan SDM Menghadapi Krisis

Perbaikilah hubungan dengan semua pemangku kepentingan. Upayakanlah memahami kekhawatiran dan trauma mereka. Bekerja samalah mencari solusi sehingga menciptakan rasa saling percaya.

Organisasi seyogianya senantiasa berfokus pada keberhasilan jangka panjang, dengan membangun strategi yang menghasilkan pertumbuhan, inovasi, dan stabilitas.  Berinvestasilah pada hal-hal yang mendongkrak reputasi, etika, dan dampak sosial yang positif. Hal terpenting adalah belajar dari kesalahan dan kontroversi masa lalu. Operasi, budaya, dan tata kelola organisasi harus dievaluasi secara berkala agar dapat melihat-hal-hal yang perlu diperbaiki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait