Dalam Dekapan Environment, Social, and Governance (ESG)

Dalam Dekapan Environment, Social, and Governance (ESG)

Valley National Bank (Valley), sebuah bank yang berkantor pusat di Passaic, New Jersey, Amerika Serikat, mengumumkan jalinan kemitraan dengan Community Preservation Corp. (CPC). Kemitraan itu berupa pendanaan pinjaman senilai 100 juta Dollar AS yang memenuhi berbagai standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (environment, social, and governance/ESG).

Christopher Coiley, Kepala Commercial Real Estate Lending Group Valley, mengatakan bahwa pada masa mendatang Valley akan terus bekerja sama dengan pengusaha, dan juga calon-calon pengusaha inovatif yang memberikan dampak positif bagi komunitas lokal dan membantu menciptakan masa depan berkelanjutan bagi semua orang.

Apa yang dilakukan Valley memang sejalan dengan berbagai tren perbankan yang sedang berlangsung saat ini, diantaranya penerapan ESG. ESG merupakan sebuah kerangka kerja (framework) yang membantu pemangku kepentingan memahami bagaimana sebuah organisasi, termasuk bank, mengelola risiko dan peluang terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Sederet faktor yang menyebabkan bank harus makin peduli dengan ESG. Makin ketatnya aturan tentang pelaporan, termasuk pelaporan nonfinansial menjadi pendorong kepedulian ini. Pendorong lainnya adalah makin tingginya ekspektasi nasabah terkait aktivitas, produk, dan layanan dari dunia perbankan serta bergesernya ekspektasi investor yang semakin melebarkan jangkauan pengamatan mereka.

Baca :   Glass Cliff: Tantangan Kepemimpinan bagi Wanita dan Minoritas di Tengah Krisis

Bagaimanakah seyogianya bank menjalankan strategi ESG sehingga bisnisnya dapat berkelanjutan? Yang utama, menghindari kegiatan yang tidak selaras dengan standar lingkungan, sosial, tata kelola, dan etika. Selanjutnya, hanya memberi pinjaman pada pihak-pihak yang telah terbukti memiliki komitmen dan kiprahnya dalam ESG. Menerapkan skala prioritas untuk proyek-proyek yang berkontribusi bagi perbaikan ESG, semisal perubahan iklim, peningkatan taraf hidup orang banyak, dan transparansi.

Di samping itu, mengintegrasikan setiap strateginya dengan faktor-faktor ESG. Ini demi mengurangi risiko dan mengoptimalkan tingkat pengembalian finansial. Dalam sejumlah kasus, bank boleh jadi harus menyesuaikan model bisnisnya untuk mengoptimalkan peluang dari ESG.

Dalam menjalankan strategi tersebut, terdapat hal yang wajib dipertimbangkan. Pertama adalah memahami ekspektasi masing-masing pemangku kepentingan. Hal ini mensyaratkan keterlibatan manajemen senior, sumber daya manusia (SDM), unit kepatuhan, hubungan investor, dan pemasaran dalam perbankan.

Baca :   Ada Apa dengan Brown Nosing?

Sebuah bank harus memahami situasi persaingan dalam industri perbankan terkait ESG. Termasuk di dalamnya positioning bank pesaing dalam hal ESG, baik internal maupun eksternal, ESG berdampak langsung terhadap pandangan investor dan pelanggan terhadap sebuah merek atau perusahaan.

Untuk menerapkan ESG, membutuhkan biaya. Namun dalam jangka panjang, kenaikan biaya ini dapat terkompensasi dengan menjulangnya reputasi dan keuntungan finansial. Meski demikian, bank harus terus berupaya menyeimbangkan antara reputasi merek, efisiensi biaya, mitigasi risiko, dan pendapatan.

Dalam menjalankan ESG, bank harus benar-benar tulus dan berkomitmen. Hal ini lantaran disinyalir masih banyak yang melakukan ESG sekadar sebagai greenwashing, suatu strategi pemasaran dan komunikasi yang mencitrakan seolah-olah pelaku bisnis peduli dengan kondisi lingkungan, sosial, dan tata kelola, padahal sejatinya tidak demikian. Tak heran bila baru-baru ini, European Banking Authority (EBA) mengatakan bahwa dunia perbankan belum melakukan cukup upaya untuk melindungi diri dari risiko ESG. Hal ini diperkuat oleh hasil studi European Central Bank (ECB) yang menyatakan belum jelas apakah ESG bermanfaat bagi planet bumi.

Baca :   Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff

Agar sukses, strategi penerapan ESG membutuhkan dukungan manajemen puncak. mencakup upaya peningkatan kesadaran akan lingkup ESG, dan membangun kredibilitas untuk tiap-tiap aktivitas, proyek, dan produk. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk perubahan, dengan melibatkan unit atau divisi seperti sumber daya manusia, regulasi, pengembangan produk, kredit, dan kepatuhan, sesuai struktur organisasi bank masing-masing.

Dikutip dari: Himawan Wijanarko. Dalam Dekapan ESG. PARAS: Majalah Internal BTN Edisi Oktober 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait