gelombang phk

Job-Hopping: Apakah Masih Menjadi Trend di Tengah Gelombang PHK?

Mengutip https://ekonomi.bisnis.com, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik makin marak terjadi periode awal tahun ini. Tak hanya raksasa tekstil, Sritex Group yang berada di pusaran kebangkrutan, puluhan pabrik lain menutup operasional dan mengorbankan puluhan ribu buruh. Merujuk data terbaru yang terverifikasi dari situs resmi Satu Data Kemnaker, sebanyak 3.325 pekerja menjadi korban gelombang PHK pada Januari 2025. Namun, belum ada laporan data terbaru Februari-Maret 2025.

Gelombang PHK Tahun 2025

Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sebanyak 44.069 buruh yang ter-PHK pada Januari-Februari 2025 dari 37 perusahaan. Adapun, 37 perusahaan tersebut ada yang menutup pabriknya, pailit, dalam PKPU, efisiensi, dan relokasi.

Beberapa informasi perusahaan besar yang tutup misalnya, Sritex Group dengan total karyawan ter-PHK sebanyak 11.025 buruh, PT Yamaha Music Piano 1.110 buruh PHK, PT Sanken Indonesia 900 butuh PHK, hingga PT Victory Ching Luh 2.000 PHK. Kabar terbaru datang dari pabrik pengolahan kelapa menjadi krim santan dan kelapa parut kering, PT Pulau Sambu atau Sambu Group yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) yang disebut melakukan PHK 1.800 pekerja.

Tren gelombang PHK besar-besaran bukan hanya melanda Indonesia. Raksasa dunia seperti Google, Meta, Microsoft, dan BMW juga melakukan PHK.

Pertanyaanya, dengan makin tinggi dan dahsyatnya gelombang PHK yang melanda  berbagai sektor ini, masihkah fenomena  job hopping atau berpindah-pindah pekerjaan dalam waktu relatif singkat tetap menjadi pilihan banyak karyawan? Atau sebaliknya: karyawan mencari keamanan, bertahan di tempat kerja lama dengan segala konsekuensinya?

Baca :   Tren Bare Minimum Monday

Tren Job Hopping di Tengah Gelombang PHK

gelombang phk

Sebelum pandemi Covid-19, profesional muda senang berpindah-pindah pekerjaan agar gaji naik, pengalaman bertambah, jejaring makin luas, dan karier berkembang. Orang-orang yang kerap berpindah pekerjaan, menurut hasil sebuah studi, mendaapat kenaikan gaji lebih besar dibandingkan dengan mereka yang bertahan di satu perusahaan dalam waktu lama.

Namun, banyak hal tak sama lagi akibat pandemi. Dunia usaha terpaksa melakukan efisiensi massal agar mampu bertahan akibat dibatasinya aktivitas ekonomi dan sosial. Gelombang PHK massal pun tak terhindarkan. Saat ini, meski status kegawatdaruratan akibat pandemi telah lama dicabut, dampaknya masih terasa.

Saat dunia belum pulih benar dari pandemi, terjadi penurunan ekonomi akibat situasi geopolitik dunia dan perkembangan politik nasional. Akibatnya, banyak orang merasa keamanan kerja lebih berharga ketimbang berburu karier.  Tentunya tidak semua industri atau perusahaan menghadapi masa suram. Meski demikian, tren job hopping mengalami pergeseran. Orang benar-benar berpikir matang sebelum pindah kerja.

Namun, gelombang PHK bukan satu-satunya alasan orang lebih berhati-hati melakukan job hopping. Akibat pandemi, banyak orang memiliki sudut pandang yang berbeda tentang dunia kerja. Misalnya, kesehatan mental lebih diutamakan.  Tak heran bila tren keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (work-life balance) makin mengemuka, meski sebenarnya ini bukanlah konsep baru. Tak heran jika lingkungan kerja yang stabil dan pemenuhan kesejahteraan karyawan lebih disukai.

Baca :   Tren #KaburAjaDulu Karyawan Mencari Peluang di Luar Negeri

Pembatasan sosial pada masa pandemi membuat kerja jarak jauh makin populer. Pasca pandemi, giliran model kerja hybrid yang marak. Banyak perusahaan kerja mempertahankan kedua model kerja tersebut. Ini membuat karyawan lebih fleksibel dalam bekerja. Keinginan untuk berpindah kerja menjadi berkurang (bukan hilang).

Akibat ketidakpastian ekonomi, perusahaan lebih berhati-hati saat merekrut karyawan baru. Karyawan dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutihan bisnis saat ini lebih diprioritaskan. Ini mendorong karyawan untuk terlebih dahulu mengembangkan keterampilannya sebelum memutruskan untuk pindah kerja.

Apakah Job Hopping Masih Layak Dipertimbangkan?

Sebetulnya, apa pun situasinya, baik dalam situasi gelombang PHK ataupun tidak, job hopping merupakan pilihan, artinya bergantung pada preferensi tiap-tiap orang, yang tentunya memiliki aspirasi karier yang berbeda-beda. Bagi sebagian orang, job hopping tetap mendatangkan manfaat. Apa sajakah manfaatnya? 

Pertama, seperti sudat disebutkan di atas, adalah gaji lebih cepat naik.

Kedua, terpapar pengalaman yang lebih beragam. Bekerja di berbagai industri dan perusahaan dengan budaya berbeda membantu meningkatkan kompetensi dan daya saing.

Ketiga, makin luasnya jejaring. Hal ini menjadi bekal untuk mencapai karier dan kompensasi yang lebih tinggi.

Pertimbangan Sebelum Melakukan Job Hopping di Tengah Gelombang PHK

Dibalik manfaatnya, job hopping juga memiliki risiko. Akibat terlalu sering berpindah kerja, loyalitas karyawan dipertanyakan. Proses adaptasi juga menjadi tidak mudah. Hal ini bisa menjadi penghalang untuk perkembangan karier di masa depan.  Risiko lainnya adalah kehilangan pekerjaan jika perusahaan mengalami guncangan ataupun alami gelombang PHK, sementara keamanan kerja boleh didapatkan.

Baca :   4 Hari Kerja vs. 5 Hari Kerja: Efektif atau sekadar Gimmick?

Risiko lainnya adalah sulitnya mendapatkan promosi. Kesulitan ini kontraproduktif dengan tujuan banyak orang melakukan job hopping, yaitu agar cepat mendapatkan kenaikan pangkat. Ini karena perusahaan lebih suka mempromosikan orang yang sudah teruji bukan saja kompetensi, melainkan juga loyalitas dan komitmennya.

Jika memang tetap ingin pindah kerja di tengah dahsyatnya gelombang PHK, pertama-tama lakukanlah riset secara intensif. Apakah perusahaan yang Anda tuju memiliki prospek yang bagus?  Bagaimanakah kondisinya sekarang, apakah sedang mengalami kesulitan keuangan? Namun, jangan berhenti hanya pada soal finansial. Pertimbangkan pula budaya perusahaan dan work-life balance di perusahaan tersebut. Berikutnya, pertimbangkanlah dengan cermat sebelum memutuskan. Sebelum membuat surat pengunduran diri, pastikan sudah mendapatkan tawaran yang benar-benar lebih baik. Namun sebelum melakukan itu semua, pastikan karyawan sudah memiliki bekal keterampilan yang memadai.

Untuk insight lain seputar tren karier dan strategi dunia kerja, kunjungi Jakarta Consulting Group dan tetap selangkah lebih maju dalam perjalanan profesional Anda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait