Apa persamaan dari nama-nama berikut ini: Sunarso, Royke Tumilaar, Nixon LP Napitupulu, dan Darmawan Junaidi? Paling tidak ada dua. Pertama, mereka semua adalah eksekutif di bank-bank BUMN. Kedua, dan ini yang paling menarik, mereka adalah eksekutif yang berkiprah, atau setidaknya pernah berkiprah di Bank Mandiri.
Nama-nama di atas hanyalah segelintir dari begitu banyak orang yang pernah berkiprah di Mandiri, dan kemudian pindah ke tempat lain. Kita sebut saja mereka alumni Mandiri. Kiprah mereka ternyata bukan hanya dalam dunia perbankan, melainkan juga sektor lain dan posisi strategis.
Budi Gunadi Sadikin, misalnya, menjabat sebagai Menteri Kesehatan baik di era Presiden ketujuh, Joko Widodo, maupun di era Presiden Prabowo Subianto. Nama-nama lainnya di antaranya adalah Kartika Wirjoatmodjo (Wakil Menteri BUMN), Zulkifli Zaini (Mantan Dirut PLN), dan Agus Martowardojo (mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia). Itu baru dari sisi eksekutif, belum lagi dari level dibawahnya.
Kepemimpinan Berkelanjutan
Fenomena ini mengajarkan satu pelajaran penting dalam dunia manajemen: organisasi yang unggul tidak hanya mampu melahirkan pemimpin-pemimpin sukses, tetapi juga tetap kuat dan berjaya meski tanpa kehadiran mereka. Bank Mandiri menjadi bukti nyata dari hal ini. Ini kontras dengan yang terjadi di banyak organisasi, yang limbung setelah ditinggal orang-orang terbaiknya.
Sejak berdiri pada 1998 melalui penggabungan empat bank milik negara, Mandiri tidak hanya tumbuh menjadi bank terbesar di Indonesia, tetapi juga berubah menjadi tempat belajar sekaligus wadah pembentukan para profesional. Mereka yang pernah mengembangkan karir di sana seakan membawa “stempel kompetensi”, membuat banyak pihak—dari dunia perbankan hingga pemerintahan—menjadi tertarik merekrut mereka.
Kepemimpinan Berkelanjutan di Dunia

Selain Bank Mandiri, di luar negeri juga banyak pula perusahaan yang mengalami fenomena tersebut. Contohnya adalah General Electric (GE). Pada periode 1980–2000, General Electric (GE) diakui sebagai salah satu perusahaan yang paling sukses dalam mencetak pemimpin bisnis kelas dunia. Di bawah kepemimpinan Jack Welch yang legendaris, GE menciptakan sistem pengembangan eksekutif yang sangat kompetitif, mengedepankan meritokrasi, rotasi lintas divisi, dan fokus kuat pada hasil.
Sejumlah mantan eksekutif GE kemudian sukses memimpin perusahaan-perusahaan besar, seperti: James McNerney – pernah menjabat sebagai CEO 3M dan Boeing; Robert Nardelli – memimpin Home Depot dan Chrysler; dan Indra Nooyi – sebelum menjadi CEO PepsiCo, pernah bekerja sebagai konsultan di GE Capital. Meskipun GE menghadapi berbagai tantangan dalam beberapa tahun terakhir, warisan budaya pengembangan kepemimpinan dari masa kejayaannya tetap menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan global. Banyak korporasi besar yang mengadopsi metode pengembangan talenta ala GE.
Selain Bank Mandiri dan GE, contoh lainnya adalah Procter & Gamble (P&G). P&G sering dijuluki sebagai “sekolah pemasaran terbaik di dunia.” Budaya organisasinya mendorong pembelajaran, inovasi, dan perputaran karyawan di berbagai kategori produk sejak awal, menghasilkan para pemimpin yang terlatih dengan baik dan memiliki pola pikir strategis. Banyak alumni P&G yang meraih kesuksesan di luar perusahaan, seperti Steve Ballmer (mantan CEO Microsoft) dan Meg Whitman (mantan CEO eBay dan HP). Indra Nooyi juga pernah berkarier di P&G.
Ketergantungan dan Kerentanan
Dalam bidang kepemimpinan, terdapat sebuah paradoks unik: semakin kuat kemampuan seorang pemimpin, semakin tinggi pula tingkat ketergantungan suatu organisasi terhadap pemimpin tersebut. Namun, organisasi yang matang seperti Bank Mandiri menyadari bahwa ketergantungan pada satu orang dapat menimbulkan kerentanan. Esensi organisasi yang kuat adalah dibangun untuk bertahan dalam jangka panjang, bukan untuk mengandalkan satu individu.
Organisasi yang matang itu memiliki budaya yang kukuh. Mereka telah membangun nilai-nilai kerja, standar kinerja tinggi, dan sistem pengembangan talenta yang berkelanjutan. Hal ini menciptakan lingkungan belajar yang terus memperbarui diri. Di samping budaya yang kukuh, penentu berikutnya adalah program kaderisasi yang sistematis. Proses penyiapan pemimpin baru dilakukan dengan jelas dan terencana, sehingga regenerasi bukanlah reaksi darurat melainkan bagian dari strategi jangka panjang.
Tak kalah penting adalah sikap terbuka terhadap perubahan karier karyawan. Mereka tidak menganggap perpindahan karyawan sebagai bentuk ketidaksetiaan, tetapi sebagai bukti keberhasilan perusahaan dalam mencetak SDM unggul. Dengan ketiga ciri khas tersebut, kesuksesan organisasi tidak bergantung pada figur, tetapi pada sistem dan budaya yang dibangun secara konsisten.
Efek Alumni

Di dunia pendidikan tinggi, ada istilah alumni effect. Artinya, prestasi para lulusan mampu meningkatkan reputasi almamater mereka. Hal serupa juga berlaku di dunia korporasi—semakin banyak alumni yang sukses di luar, semakin besar dampak positifnya terhadap citra organisasi tempat mereka pernah berkarya.
Bank Mandiri, misalnya, merasakan manfaat ganda dari fenomena ini. Para alumninya tidak hanya membawa nama baik dan jaringan ke perusahaan baru, tetapi juga memperkuat reputasi Mandiri sebagai raksasa talenta. Hal ini menarik lebih banyak talenta berbakat untuk bergabung dan berkembang di sana, menciptakan siklus positif yang menguntungkan.
Pelajaran Bagi Pemimpin
Fenomena Bank Mandiri, GE, dan P&G memberikan sejumlah pembelajaran berharga bagi pemimpin organisasi:
- Pertama, jangan hanya berfokus pada pencapaian kinerja saat ini, tetapi juga persiapkan calon pemimpin di masa depan.
- Kedua, bangunlah sistem yang kuat, bukan sekadar mengandalkan figur pemimpin. Organisasi berbasis sistem akan lebih tahan lama dibandingkan yang hanya mengandalkan karisma individu.
- Ketiga, banggalah dengan “alumni” dan bukannya bukan khawatir kehilangan mereka. Alumni yang sukses di luar organisasi justru menjadi representasi budaya dan kualitas institusi yang membesarkan mereka.
- Keempat, organisasi yang terus belajar akan selalu menghasilkan pemimpin baru. Stagnasi tidak akan terjadi jika setiap individu di dalamnya terus berkembang.
Related Posts:
Swipe Right in Employee Recruitment: Is Finding Candidates as Easy as Finding a Date on a Dating App?
Shadow Boards: Mendorong Inovasi Lewat Perspektif dari Generasi Muda
How to Quickly Improve the Managerial Skills of Non-Business Persons
Responding to the Silver Tsunami, the Retirement Wave of the Baby Boomers Generation
The Phenomenon of Gen Z Picky Job: Between Idealism and Work Reality