hybrid working environment

Hambatan Budaya dalam Kerja Hibrida

Hambatan Budaya dalam Kerja Hibrida. Pasca pandemi, bekerja secara hibrida (hybrid working environment) tetap marak. Model kerja hibrida memungkinkan karyawan membagi waktu antara bekerja jarak jauh dan bekerja di kantor fisik. Pendekatan ini bertujuan menggabungkan manfaat kerja jarak jauh dan pekerjaan di lokasi fisik. seperti mengurangi waktu perjalanan, memungkinkan jam kerja fleksibel, dan mempertahankan aspek sosial dan kolaboratif dalam budaya kantor. Di satu sisi, kerja semacam ini menawarkan fleksibilitas, peningkatan produktivitas, dan keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) yang lebih baik. Namun di sisi lain, terdapat hambatan budaya yang tak boleh diabaikan.

Apa sajakah hambatan budaya tersebut? Bisa terkait dengan komunikasi perbedaan perlakuan, perbedaan geografis dan budaya, serta work-life balance berikut batasan-batasannya.

Hambatan Budaya dalam Kerja Hibrida

Dalam lingkungan kerja hibrida, komunikasi dapat terbelah. Pekerja jarak jauh mungkin merasa diasingkan dari diskusi dan perkembangan kantor, sehingga menimbulkan rasa terisolasi dan terputusnya hubungan. Sebaliknya, mereka yang berada di kantor mungkin menerima informasi lebih cepat dan memiliki akses lebih mudah ke jejaring informal.

Dalam hal perbedaan perlakuan, karyawan yang bekerja di kantor mungkin menerima lebih banyak perhatian, peluang pengembangan, dan pengakuan hanya karena mereka lebih terlihat oleh manajemen. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan, perpecahan, dan konflik.

 Lingkungan kerja hibrida kerap identik dengan anggota tim dari latar belakang budaya dan geografis yang beragam. Perbedaan zona waktu, gaya komunikasi, dan etika kerja yang berbeda-beda dapat menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. Misalnya, gaya komunikasi langsung yang disukai di beberapa budaya mungkin dianggap kasar oleh budaya lain yang lebih menyukai pendekatan tidak langsung.

Baca :   E-sport Meets Corporate: Pelajaran Kepemimpinan Dari Dunia Video Game Untuk Tempat Kerja

Pekerjaan jarak jauh mengaburkan batasan antara kehidupan profesional dan pribadi, sehingga berpotensi menyebabkan kelelahan. Sementara itu, karyawan yang bekerja di kantor mungkin mempunyai batasan yang lebih jelas namun mungkin merasa kurang fleksibel dibandingkan karyawan yang bekerja jarak jauh. Kesenjangan ini dapat menimbulkan ketegangan dan berdampak pada dinamika tim.

Masalah teknologi juga bisa menjadi kendala. Model kerja hibrida sangat tergantung dengan teknologi untuk komunikasi dan kolaborasi. Masalahnya, tidak semua karyawan memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang dapat diandalkan. Tingkat kemahiran penggunaannya pun bisa saja berbeda. Akibatnya, pekerjaan jadi terhambat.

Solusi Salesforce

Bagaimanakah mengatasi hambatan budaya ini/ Ada baiknya kita langsung belajar dari Salesforce. Salesforce adalah perusahaan perangkat lunak berbasis cloud Amerika yang berkantor pusat di San Francisco, California. Perusahaan ini menyediakan perangkat lunak dan aplikasi manajemen hubungan pelanggan (CRM) yang berfokus pada penjualan, layanan pelanggan, otomatisasi pemasaran, e-commerce, analitik, dan pengembangan aplikasi. Karyawan tersebar di berbagai negara. Tiap-tiap negara tentunya mempunyai budaya yang berbeda. Salesforce menghadapi tantangan besar dalam menjaga lingkungan kerja yang kohesif dan inklusif, terutama selama transisi ke model kerja hibrida pascapandemi.

Baca :   Branding Karyawan dalam Dunia Gig Economy

Apa yang dilakukan Salesforce? Salesforce memperkenalkan “Flex Team Agreements,” yang memungkinkan tim menentukan jadwal kerja dan praktik kolaborasi mereka sendiri. Perjanjian ini memungkinkan tim untuk menyesuaikan pengaturan kerja mereka agar sesuai dengan kebutuhan, memastikan bahwa karyawan jarak jauh dan karyawan kantor merasa dilibatkan dan dihargai. Dengan melakukan hal ini, Salesforce memastikan fleksibilitas sekaligus menjaga kohesi dan produktivitas tim.

Salesforce mengembangkan konsep “Digital HQ” menggunakan produk mereka sendiri, Slack. Dengan mengintegrasikan Slack ke dalam alur kerja, Salesforce menciptakan ruang kerja virtual tempat karyawan dapat berkomunikasi dan berkolaborasi, di mana pun lokasinya. Pendekatan ini menjamin akses yang sama bagi semua karyawan terhadap informasi dan peluang kolaborasi.

Menyadari adanya perbedaan zona waktu bagi banyak karyawannya, Salesforce menerapkan komunikasi asinkron (asynchronous communication), memungkinkan karyawan berkontribusi dalam diskusi dan proyek sesuai keinginan mereka. Selain iti, perusahaan juga melakukan check-in dan pembaruan virtual secara rutin, memastikan bahwa semua anggota tim tetap mendapat informasi dan terlibat.

Salesforce mendukung berbagai Employee Resource Groups (ERG), yang menyediakan komunitas bagi karyawan dengan latar belakang atau minat yang sama. Kelompok-kelompok ini menawarkan platform bagi karyawan untuk terhubung, berbagi pengalaman, dan saling mendukung, sehingga membantu membangun rasa memiliki dalam model kerja hibrida.

Baca :   Halo Effect : Cara Meningkatkan Branding Karyawan

Menyadari begitu pentingnya teknologi dalam lingkungan kerja hibrida, Salesforce menjamin semua karyawan memiliki akses ke alat dan sumber daya yang diperlukan. Hal ini termasuk penyediaan perangkat keras terkini, akses internet yang andal, dan dukungan TI yang komprehensif. Selain itu, Salesforce menawarkan program pelatihan untuk membantu karyawan meningkatkan kemahiran teknologi.

Salesforce menyadari pentingnya kesehatan mental dan work-life balance, terutama dalam lingkungan kerja hibrida. Perusahaan menawarkan berbagai program kesehatan, termasuk hari kesehatan mental, akses ke layanan konseling, dan aplikasi kesehatan. Dengan mengedepankan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat, Salesforce membantu mencegah kelelahan dan mendukung kesejahteraan karyawan.

Pendekatan strategis Salesforce untuk mengatasi hambatan budaya dalam lingkungan kerja hibrida membuahkan hasil positif. Kepuasan dan engagement karyawan meningkat. Penggunaan Slack sebagai kantor pusat digital berhasil meningkatkan kolaborasi dan produktivitas di seluruh tim yang tersebar secara geografis. meningkatkan kemampuan beradaptasi dan ketahanan perusahaan. Hal ini memungkinkan perusahaan mengarungi tantangan dan terus berkembang dalam lanskap bisnis yang berubah dengan cepat.

Kategori: Corporate Culture

#hybridworkingenvironment

#budaya

#komunikasi

#worklifebalance

#teknologi #salesforce

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait