kabur aja dulu

Tren #KaburAjaDulu Karyawan Mencari Peluang di Luar Negeri

Tagar (hashtag) “Kabur Aja Dulu” viral di media sosial Indonesia pada Februari 2025, terutama di platform media sosial X. Mengutip kompas.com, tren #KaburAjaDulu digunakan sebagai bentuk keinginan WNI untuk meninggalkan Indonesia demi bekerja atau melanjutkan studi di luar negeri. Melalui tagar tersebut, warganet mengajak anak muda untuk mengambil kesempatan untuk belajar, bekerja, hingga sekadar tinggal di luar negeri.

Latar Belakang Tagar “Kabur Aja Dulu”

Tagar “Kabur Aja Dulu” menjadi media bagi warganet di media sosial berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, dan kesempatan untuk berkarier di luar negeri. Bukan hanya itu, #KaburAjaDulu juga menjadi wadah diskusi tentang tekanan sosial dan ekonomi, termasuk lingkungan kerja yang tidak kondusif dan hubungan pribadi yang tidak sehat.

#KaburAjaDulu muncul sebagai respon terhadap situasi sosial dan ekonomi di tanah air, mulai dari sulitnya generasi muda memperoleh pekerjaan sesuai ekspektasi dan kualifikasi mereka; tingginya tingkat pengangguran, terutama di kalangan fresh graduate; biaya hidup membengkak, sementara kenaikan gaji stagnan; efisiensi anggaran yang dianggap mengorbankan kualitas layanan umum, terutama pendidikan; jurang kemiskinan; serta maraknya korupsi.

Makna Dibalik Tagar “Kabur Aja Dulu”

Terlepas dari isu sosial politik yang melingkupinya, Tagar “Kabur Aja Dulu” menggambarkan bergesernya pola pikir generasi muda yang melihat prospek karier global sebagai solusi atas tantangan sosial dan ekonomi di dalam negeri. Terkait hal ini, seperti dikutip cnnindonesia.com, dari hasil survei YouGov terungkap bahwa 41 persen generasi Z (usia 1997-2009) punya keinginan atau mempertimbangkan untuk pindah ke luar negeri. Jumlah itu lebih tinggi dibanding keinginan pindah ke luar negeri pada generasi lainnya seperti millenial (1981-1996) 32 persen, Gen X (1965-1980) 26 persen, terlebih Baby Boomers (1946-1964) 12 persen.

Baca :   4 Hari Kerja vs. 5 Hari Kerja: Efektif atau sekadar Gimmick?

Survei juga mengungkap tak semua generasi memiliki pandangan yang sama terhadap masa depan di Indonesia. Gen X tercatat sebagai kelompok yang paling optimis. Sebanyak 40 persen responden Gen X merasa yakin pada kemampuan negara. Sebaliknya, Gen Z memiliki tingkat pesimisme tertinggi, yakni sebesar 37 persen.

Lantas, Apa Alasan Bekerja di Luar Negeri Dapat Menjadi Pilihan?

Paling utama tentunya faktor gaji dan kesejahteraan. Negara-negara seperti Singapura, Australia, Selandia Baru, Kanada, Jepang, dan negara-negara Eropa menawarkan gaji yang lebih menggiurkan, bahkan untuk posisi yang sederajat. Belum lagi fasilitas kesehatan dan peralatan kerja yang rata-rata lebih baik daripada Indonesia. Alasan selanjutrnya terkait eksposur dan  pengalamam global. Bekerja di luar  negeri bisa mendongkrak daya saing dan posisi tawar karyawan di pasar tenaga kerja.

Alasan lainnya adalah banyak negara yang lebih menghargai kompetensi, bukan senioritas apalagi kedekatan dengan orang dalam. Bagi para profesional yang berjiwa kompetitif, kondisi ini tentunya sangat kandusif. Ingin membangun jejaring yang luas dari berbagai bangsa juga menjadi alasan sebagian orang bekerja di luar negeri. Dengan demikian, peluang pengembangan diri juga lebih terbuka. Alasan yang juga banyak dikemukakan adalah kebijakan cuti yang lebih fleksibel dan jam kerja yang lebih manusiawi. Ini terutama banyak dijumpai di negara-negara Eropa.

Baca :   4 Hari Kerja vs. 5 Hari Kerja: Efektif atau sekadar Gimmick?

Pertimbangan Sebelum “Kabur Aja Dulu”

Meski menjanjikan kesejahteraan lebih besar, terdapat sederet tantangan yang harus dihadapi setelah memutuskan bekerja ke luar negeri.

1. Regulasi yang ketat

Regulasi yang perlu diperhatikan termasuk pengurusan visa dan pengajuan izin kerja. Belum lagi makin maraknya sentimen nasionalisme di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Belanda, dan Perancis. Mereka lebih suka merekrut pekerja warga  negara sendiri dibandingkan negara luar.

2. Faktor budaya dan bahasa

Budaya dan bahasa negara lain tentu berbeda dengan negara sendiri. Demikian pula dengan gaya kerja. Di Jepang misalnya. Di negara itu, masyarakatnya sangat menjunjung tinggi ketepatan waktu, sementara di Indoensia  terlambat beberapa menit masih dianggap wajar. Ini tentu saja membutuuhkan penyesuaian, yang gacap kali tidak mudah,

3. Biaya hidup

Gaji yang diterima oleh karyawan yang bekerja di luar negeri memang lebih besar. Namun, biaya hidup seperti sewa tempat tinggal dan harga makanan tinggi.

Baca :   4 Hari Kerja vs. 5 Hari Kerja: Efektif atau sekadar Gimmick?

Persiapan Bekerja di Luar Negeri

Jika memang ingin ikut tren “Kabur Aja Dulu”, calon karyawan harus menyimpakan macam-macam hal.

Pertama, tentukan negara dan industri yang diinginkan Tiap-tiap negara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Demikian pula dengan peluang karier yang ditawarkan. Pilihlah dengan cermat.

Kedua, pastikan anda memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup. Agaknya ini adalah faktor terpenting saat memutuskan untuk berkiprah di luar negeri.

Ketiga, harus pandai berbahasa asing, tentunya sesuai dengan negara yang dituju. Tujuannya tuntu agar lebih lancar bekerja dan berkomunikasi dengan penduduk setempat.

Keempat, meyiapkan dokumen yang dibutuhkan.

Kelima, menjadi anggota komunitas profesional di LinkedIn atau forum-forum tenaga kerja internasional. Ini mempermudah calan karyawan mengakses peluag kerja di luar negeri.

Keenam, acap kali calon karyawan tidak langsung bisa menjapatkan pekerjaan tetap. Jika demikian, calon karyawan dapat mempertimbangkan program magang atau meraih beasisiwa.

Dengan cara ini, peluang untuk mendapat pengalaman bekerja di luar negeri bia lebih terbuka.

#Kabur Aja Dulu          #respons          #pengalaman               #YouGov        #gaji                #pemngalaman                        #Kompetensi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait