Ribut-ribut soal boikot, bagaimanakah sebenarnya dampak boikot bagi korporasi perusahaan atau produk yang menjadi sasaran? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita sedikit mengulas makna boikot itu sendiri. Paling sederhana, boikot adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan dan membeli suatu produk dari organisasi atau perusahaan tertentu. Tindakan ini dilakukan sebagai protes terhadap kebijakan organisasi atau perusahaan tersebut. Misalnya, perusahaan mengambil sikap politik yang bertentangan denngan sikap dan nilai-nilai yang dianut oleh kebanyakan konsumen di sebuah negara. Atau perusahaan dipandang melakukan tindakan tercela, misalnya merusak lingkungan, menjual produk yang terbukti membuat konsumen celaka, melanggar aturan ketenagakerjaan, dan sebagainya.
Banyak contoh perusahaan yang pernah terkena seruan boikot. Misalnya BP yang terkena seruan boikot akibat kasus tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Contoh lainnya adalah Coca-Cola. Kampanye Stop Killer Coke telah menyerukan boikot terhadap Coca-Cola lantaran perusahaan tersebut dianggap terlibat dalam pembunuhan para pemimpin serikat pekerja di pabrik-pabriknya di Amerika Selatan, dan dalam kasus-kasus kekerasan, intimidasi, dan pelanggaran hak-hak pekerja lainnya. Nama besar lainnya adalah Amazon. Seruan boikot dikeluarkan oleh Ethical Consumer Research Association Ltd (ECRA), sebuah organisasi riset dan penerbitan asal Inggris. Organisasi ini menyerukan boikot lantaran Amazon diduga terlibat dalam praktifk penghindaran pajak, perlakuan buruk terhadap pekerja, dan antipersaingan
Dampak boikot terhadap sebuah perusahaan atau produk bergantung pada besaran dan durasi boikot tersebut. Jika boikot dilakukan oleh masyarakat dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif lama, tentunya akan berdampak pada turunnya pendapatan perusahaan. Pada kondisi paling ekstrem, perusahaan tak mampu lagi membayar gaji sehingga terpaksa merumahkan karyawan. Kondisi ini paling rentan dialami oleh perusahaan kecil dan menengah lantaran mereka hanya melayani pasar yang terbatas. Untuk perusahaan raksasa, apalagi yang berskala multinasional, dampaknya boleh jadi tak terlalu signifikan lantaran pasanya yang sangat luas. Di samping itu, tak mudah bagi konsumen untuk beralih ke produk lain lantaran faktor loyalitas dan ketersediaan produk pengganti. Jadi, seruan boikot tak berdampak signifikan. Reed mengatakan bahwa dari sisi konsumen, harus ada biaya finansial dan psikologis yang rendah bagi mereka sehingga boikot bisa berdampak lebih serius bagi perusahaan.
Namun, jika boikot didukung banyak konsumen yang memegang teguh nilai-nilai yang secara diametral bertentagan dengan kebijakan perusahaan, pukulan telak siap menanti perusahaan. Bagi konsumen semacam ini, faktor harga dan loyalitas tak ada artinya.
Dampak boikot bukan hanya dirasakan di perusahaan sasaran, melainkan juga pada rantai pasoknya. Mengapa demikian? Perrusahaan merupakan bagian integral dari sebuah rantai pasok. Jika perusahaan terkena boikot, pendapatannya berpotensi menurun lantaran penjualannya berkurang. Jika demikian, perusahaan terpaksa mengurangi produksinya sehingga bahan baku yang dibutuhkan lebih sedikit. Akibatnya, penjualan bahan baku oleh pemasok berkurang sehingga pendapatannya pun ikut menurun. Kembali, jika berlangsung dalam waktu lama, karyawan terancam kehilangan pekerjaan.
Respons perusahaan terhadap seruan boikot juga dapat menentukan dampak boikot tersebut. Ada perusahaan yang mengambil langkah proaktif dalam menanggapi boikot. Contohnya adalah Nike. Perusahaan alas kaki ini pernah terkena seruan boikot lantaran pabrik sepatunya di Thailand mempekerjakan anak-anak. Upahnya juga amat rendah. Akibatnya, penjualannya pun anjlok. Menanggapi hal ini, Nike berjanji akan membuka akses kepada lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau NGO untuk memantau kondisi buruh di seluruh pabrik yang memproduksi barang-barang mereka. Di samping itu, Nike berupaya memperbaiki kondisi pabrik. Di antaranya memperbaiki kualitas udara di pabrik serta menawarkan pinjaman untuk pendidikan dan usaha untuk karyawan.
Moral karyawan terrnyata juga bisa terpengaruh oleh boikot. Jika perusahaan melakukan perbuatan tercela sehingga sampai menimbulkan seruan boikot, karyawan yang teguh memegang etika akan mengalami demotivasi sehingga menurunkan kepuasan kerja dan produktivitas. Di samping itu, jika sebuah perusahaan rajin menjadi sasaran boikot, orang mungkin akan berpikir dua kali sebelum bekerja atau bertahan di perusahaan tersebut.
Kenyataannya, menurut hasil penelitian King, boikot tidak banyak berpengaruh terhadap pendapatan penjualan perusahaan. Meski demikian, boikot dapat mengancam reputassi perusahaan, terutama jika disorot secara negatif oleh media, baik oleh media arus utama, terlebih lagi media sosial, yang kini cenderung lebih dipercaya khalayak. Ditambah lagi, sasaran seruan boikot itu adalah perusahaan terkenal.
#boikot
#dampakboikot
#rantaipasok
#Nike
#moralkaryawan
#etika
#reputasi