Istilah-istilah baru PHK, Quiet Cutting dan Layoff

Istilah-istilah baru PHK, Quiet Cutting dan Layoff

Media sosial X (Twitter) baru-baru ini diramaikan dengan istilah baru PHK, yakni quiet cutting. Istilah itu disebutkan terjadi di lingkungan kerja, khususnya dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selain Quit Cutting istilah PHK yang lain adalah Layoff. Istilah layoff ramai diperbincangkan belakangan ini. Istilah layoff muncul setelah beberapa perusahaan startup melakukan pengurangan jumlah karyawannya.

Sebelum masuk ke dunia kerja, ada baiknya mengetahui hal-hal ataupun istilah-istilah yang ada di dunia kerja agar tidak bingung.

Quiet cutting

Quiet cutting merupakan istilah dalam dunia kerja yang mengacu pada pemutusan hubungan kerja atau PHK, namun dilakukan secara diam-diam.

Caranya dengan memberikan karyawan jabatan dan gaji yang rendah namun dengan tuntutan kerja yang tinggi, mutasi secara tiba-tiba, ataupun membatasi deskripsi pekerjaan yang ditulis di kontrak kerja.

Dengan cara tersebut, perusahaan berharap karyawan akan mengundurkan diri atas kemauannya sendiri atau secara sukarela karena tidak nyaman dan merasa tidak sanggup menjalankan tugasnya.

Quiet cutting dinilai efektif untuk memangkas jumlah karyawan dan biaya tanpa harus melakukan pemecatan secara langsung. Belum jelas apakah cara ini sudah dilakukan perusahaan di Indonesia Namun di di luar negeri, sudah ada yang menggunakan cara ini. Contohnya adalah Adidas, Adobe, dan IBM

Perusahaan melakukan quiet cutting dengan memanfaatkan ketakutan karyawan akan PHK, apatah lagi di tengah melemahnya pasar kerja.

Selain untuk mengurangi jumlah karyawan dan menghemat keuangan perusahaan, cara ini dilakukan karena alasan manajemen kinerja, reorganiasai, dan pergantian karyawan.

Tapi, jika quiet cutting dilakukan tanpa analisis dan strategi yang tepat, justru dapat merugikan perusahaan, seperti merusak reputasi perusahaan dan juga mengurangi kepercayaan karyawan ataupun para pekerja yang hendak melamar ke perusahaan tersebut.

Baca :   Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen

Berdampak negatif Quiet cutting pada performa kerja

Dilansir dari Forbes, quiet cutting menimbulkan rasa tidak percaya karyawan terhadap perusahaan. Citra pimpinan di mata karyawan menjadi negatif.

Selain itu, banyak pekerja yang kemudian merasa dikhianati oleh manajemen sehingga ingin hengkang dari tempat kerjanya.

Ahli strategi kreatif Zetwerk, Madeline Weirmann mengatakan, komunikasi transparan dan praktik etis dalam manajemen tenaga kerja sangatlah penting.

Pengertian Layoff

Sepintas, layoff ini seperti fenomena PHK massal yang terjadi akibat berbagai alasan. Utamanya adalah karena kondisi ekonomi yang terguncang dan penyesuaian terhadap fokus serta kebutuhan bisnis perusahaan.

Dikutip dari Investopedia, layoff adalah jenis pemutusan hubungan kerja yang terjadi ketika perusahaan menangguhkan atau memberhentikan seorang karyawan, baik untuk sementara maupun permanen. Layoff biasanya dilakukan ketika perusahaan mengalami kesulitan finansial atau sedang melakukan perubahan.

Misalnya, perusahaan ingin mengurangi biaya pembayaran gaji untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Itu dilakukan karena perusahaan mengalami penurunan pendapatan, menerapkan otomatisasi, dan lain sebagainya.

Dalam melakukan layoff, perusahaan tetap harus memberikan hak karyawannya, seperti uang pesangon, penghargaan atas masa kerja, dan uang penggantian hak lainnya..

Layoff karyawan ini sifatnya tidak pasti, bisa menangguhkan atau memberhentikan secara permanen. Semua itu tergantung kondisi perusahaan dan keputusan manajemen.

Faktor Penyebab Layoff

1. Pengurangan Biaya

Layoff berarti pengurangan biaya. Biasanya, perusahaan gagal menghasilkan keuntungan, gagal membayar utang, atau tidak lagi mendapatkan dukungan pendanaan dari investor. Agar dapat menghemat biaya, perusahaan memberhentikan karyawan dan mengalokasikan pengeluaran tersebut untuk biaya lain.

Baca :   Pendekatan Human-Centric dalam Merekrut Karyawan

2. Bangkrut

Penyebab layoff selanjutnya adalah perusahaan gulung tikar alias bangkrut. Ini bisa terjadi jika perusahaan terus merugi, dan manajemen gagal dalam mengelola bisnis. Dalam kondisi seperti ini, biasanya perusahaan akan melakukan layoff dan hanya menyisakan beberapa karyawan inti untuk mempertahankan sisa operasional bisnis.

3. Mengoptimalkan Kinerja Karyawan

Faktor terjadinya layoff berikutnya adalah karena perusahaan mengalami kelebihan jumlah karyawan. Penyebabnya bisa bermacam-macam. Misalnya,  karena adanya jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. Contohnya, pekerjaan untuk pengamanan (sekuriti) atau petugas cleaning service. Atau, ada perubahan pada beberapa peran manajerial.

Tujuan pengurangan karyawan adalah penghematan biaya sehingga perusahaan bisa fokus pada bisnis utamanya. Selain itu, juga untuk mengoptimalkan operasionalnya agar lebih efektif.

Selain itu, pengurangan karyawan juga bertujuan untuk memperkuat kinerja di beberapa divisi. Misalnya, perusahaan mengurangi beberapa karyawan di satu divisi dan melakukan penambahan di divisi lainnya.

4. Merger dan Akuisisi

Ketika dua atau lebih perusahaan melakukan merger (penggabungan), akan muncul kepemimpinan baru. Jadi, akan ada jajaran direksi dan komisaris yang baru untuk menggantikan direksi dan komisaris lama yang ada di dua atau lebih perusahaan sebelumnya. Jadi, jumlah direksi dan komisarisnya akan berkurang.

Ini tentu berdampak pada operasional perusahaan. Misalnya, akan ada penghematan anggaran, dan penghilangan beberapa posisi supaya tidak terdapat dua direksi/divisi/departemen yang sama dalam satu organisasi.

Sementara akuisisi adalah kondisi ketika suatu perusahaan diambil alih oleh perusahaan lain. Dampaknya sama dengan merger, yaitu perubahan kebijakan yang membuka peluang pemberhentian karyawan dengan tugas yang sama.

Baca :   Peran Digital Badge dalam Meningkatkan Kredibilitas Keterampilan Kandidat

5. Pembatalan Proyek Besar

Perusahaan terkadang melakukan perekrutan besar-besaran untuk mendukung kebutuhan pengerjaan proyek berskala besar. Nah, saat proyek itu dibatalkan, perusahaan tentu perlu memberhentikan karyawan yang dipekerjakannya. Memang ada beberapa perusahaan yang memindahkan posisi karyawan tersebut ke perusahaan lain. Tapi, biasanya karyawan yang dinilai tidak berpengalaman kemungkinan besar akan terkena layoff.

Perbedaan Layoff dan Pemecatan

Meskipun sama-sama berakibat kehilangan pekerjaan, layoff berbeda dengan pemecatan. Pemecatan umumnya terjadi karena adanya penyimpangan yang dilakukan karyawan. Misalnya, sang karyawan melakukan tidak kekerasan, korupsi atau melakukan kesalahan yang berakibat fatal, tidak hadir berhari-hari tanpa pemberitahuan, atau jumlah karyawan sudah terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Pemecatan juga erat kaitannya dengan performa kerja karyawan yang kurang memuaskan. Selain itu, atasan juga bisa memecat karyawannya karena alasan lainnya. Misalnya, melanggar peraturan perusahaan, tidak memenuhi standar perusahaan, merusak properti perusahaan, hingga melanggar perjanjian kontrak.

Jika seorang karyawan dipecat, maka ia tidak mungkin direkrut kembali oleh perusahaan tersebut. Sebab pemutusan hubungan kerja atau PHK ini disebabkan oleh performa karyawan itu sendiri.

#istilah phk

# Layoff

#quiet cutting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait