kasus efishery

Integritas Pemimpin Ketika Diuji: Pelajaran Berharga dari Kasus eFishery

Kasus eFishery menghebohkan dunia bisnis pada akhir 2024 setelah startup unicorn ini dituduh merekayasa laporan keuangan. eFishery, sebuah bisnis rintisan unicorn yang sebelumnya dipimpin Gibran Huzaifah, menghadapi tuduhan serius mengenai rekayasa laporan keuangan. Berdasarkan investigasi, seperti dikutip kompas.com, terungkap bahwa bahwa perusahaan ini diduga telah menggelembungkan pendapatan hingga hampir 600 juta dollar AS atau setara Rp 9,74 triliun. Manipulasi keuangan itu terjadi selama sembilan bulan yang berakhir pada September 2024.

Penyelidikan menunjukkan adanya perbedaan mencolok antara laporan keuangan yang disampaikan kepada investor dengan data yang sebenarnya. Secara resmi, laba yang dilaporkan tercatat sebesar 16 juta dollar AS (Rp 259,9 miliar). Namun, analisis internal menunjukkan bahwa eFishery sebenarnya mengalami kerugian hingga 35,4 juta dollar AS (Rp 575 miliar). Laporan pendapatan yang diberikan kepada investor juga menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi, mencapai 752 juta dollar AS (Rp 12,2 triliun).

Manajemen eFishery diduga telah merekayasa laporan keuangan selama beberapa tahun terakhir. Mereka mengklaim memiliki memiliki lebih dari 400.000 tempat pakan ikan, tetapi hasil investigasi menunjukkan bahwa hanya ada sekitar 24.000 tempat pakan yang aktif. Akibat kasus eFishery ini, Gibran Huzaifah diberhentikan dari jabatannya sebagai CEO.

Kesuksesan dan Kejatuhan e-Fishery

Untuk lebih memahami tentang kasus eFishery ini, mari menengok sejarah startup unicron yang didirikan Gibran pada 2013 ini.  eFishery merupakan sebuah startup yang berfokus pada teknologi akuakultur. Dengan modal terbatas, Gibran merintis usaha ini dari garasi rumah sewa sebelum akhirnya berhasil mengembangkan bisnisnya menjadi lebih besar.

Baca :   Transformational Leadership vs Servant Leadership: Which one is More Relevant?

Dikutip dari liputan6.com, Setelah resmi berdiri, eFishery mulai menarik perhatian para investor yang melihat potensi bisnis akuakultur berbasis teknologi. Pada 2015/2016, efishery berhasil mendapatkan pendanaan awal yang memungkinkan mereka memperluas operasional dan mulai memproduksi perangkat secara massal.

eFishery menghasilkan sejumlah produk seperti eFeeder,  teknologi pemberi pakan otomatis yang berfokus pada efisiensi pakan dan pengurangan limbah yang mampu mempercepat masa panen serta meningkatkan pendapatan pembudidaya.

Dalam beberapa tahun, eFishery mengembangkan layanan seperti eFisheryFund yang memberikan akses pembiayaan kepada peternak ikan dan eFisheryKu yang menjadi platform edukasi serta manajemen budidaya. Keberhasilannya itu membuat nama Gibran masuk ke dalam daftar Forbes 30 Under 30 Asia 2017.  eFishery mencapai status unicorn pada 2023 setelah mendapatkan pendanaan Seri D senilai 200 juta dolar AS (sekitar Rp3 triliun).

Namun, akibat kasus eFishery yang terungkap 2024 lalu, beberapa investor dilaporkan mulai menarik dukungan mereka dari perusahaan, mengakibatkan ketidakpastian dalam keberlanjutan bisnis eFishery.

Pelajaran Berharga dari Kasus eFishery

Apa yang terjadi dalam kasus eFishery menunjukkan pentingnya integritas. Integritas adalah kualitas kejujuran dan menunjukkan kepatuhan yang konsisten dan tanpa kompromi terhadap prinsip dan nilai moral dan etika yang kuat. Namun, mempertahankan integritas tidaklah mudah. Pada masa awal memimpin, idealisme pemimpin masih tinggi, termasuk tekad untuk menjaga integritas. Tetapi seiring berjalannya waktu, tantangan untuk mempertahankan integritas makin berat. Apa penyebabnya?

Baca :   Dead Horse Syndrome: Mengenali Waktu Tepat untuk Berubah dalam Kepemimpinan

Makin besar organisasi, makin banyak pemangku kepentingan yang ingin mendekat dan terlibat. Dengan demikian, tekanan yang dihadapi makin besar. Di antaranya tekanan untuk memaksimalkan keuntungan, menggaet pelanggan sebanyak-banyaknya, mendapatlkan dana dalam jumlah besar, dan mengekspos organisasi supaya lebih terkenal. Semuanya harus dilakukan dalam waktu singkat demi mempertahankan reputasi. Tekanan inilah yang membuat banyak pemimpin meminggirkan integritas yang dulu mereka gadang-gadang. Maka, terjadilah praktik seperti rekayasa laporan keuangan dan pembohongan publik. Belum lagi jika organisasi sering berinteraksi dengan pembuat kebijakan dan pelobi. Dalam kondisi ini, penyuapan dan tekanan terkait politik makin mungkin terjadi. Dengan demikian, organisasi rentan melakukan pelanggaran etika.

Makin besar organisasi, makin kompleks pula proses pengambilan keputusan. Saat organisasi masih kecil, pemimpin masih mudah mengendalikan. Mereka leluasa mengatur segala detil organisasi. Tetapi saat organisasi berkembang, pemimpin tertinggi tak lagi bisa mengendalikan semuanya. Jika ada orang di bawah yang melanggar integritas, reputasi organisasi bisa tercemar meski pemimpinnya bersih. Selain itu, seiring berkembangnya organisasi, struktur organisasi mengalami penyesuaian. Jumlah karyawan, unit, departemen, divisi, atau apapun namanya bertambah. Dengan demikian, pengawasan menjadi makin kompleks.

Baca :   Menyelami Nilai-Nilai Kepemimpinan Suku Minangkabau

Menjadi Pemimpin yang Berintegritas

Kekuasaan dan kesuksesan dapat mengubah seseorang. Segala fasilitas, pujian, imbalan melimpah yang diperoleh membuat sang pemimpin kecanduan. Untuk mempertahankannya, ia akan melakukan segala cara. Integritas tak lagi jadi pertimbangan. Betapa banyak pemimpin yang tadinya dielu-elukan karena dekat masyarakat bawah kehilangan integritasnya labtaraan godaan yang begitu besar.

Kasus eFishery mengajarkan kita bahwa meski menghadapi tantangan berat, Upaya mempertahankan integritas tak boleh kendur. Integritas tidak boleh dikorbankan atas nama apa pun. Lantas bagaimana menjaganya? Dengan cara senantiasa menjadi teladan baik bagi pengikut maupun khalayak; memberdayakan orang-orang di bawah pemimpin agar senantiasa menjaga integritas; mendorong komunikasi terbuka dan mekanisme pelaporan yang benar, akurat, dan lengkap; menegakkan perilaku etis secara intensif; mendorong audit inedpenden; dan menjadikan perilaku etis sebagai bagian dari penilaian kinerja dan kriteria pemberian penghargaan. Jadi, bukan hanya faktor finansial.

#efishery         #integritas       #etika              #idealisme                   #pemangku kepentingan                     #pengambilan keputusan #kasus efishery

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait