core values

Dari Kata ke Aksi: Strategi Menghidupkan Core Values dalam Budaya Organisasi

Langkahkan kaki Anda ke lobi sebuah perusahaan, dan hampir bisa dipastikan Anda akan melihatnya: deretan plakat berkilau yang memamerkan kata-kata mulia seperti Integritas, Kolaborasi, dan Inovasi sebagai core values perusahaan. Semuanya dirangkai dengan apik, digantung di tempat strategis, dan dipamerkan dengan penuh kebanggaan. Sayangnya, dalam banyak organisasi, kata-kata tersebut hanya berhenti menjadi slogan tanpa benar-benar menjadi jiwa yang hidup. Karyawan mungkin menghafalnya saat pertama bergabung, menyelipkannya dalam presentasi, atau mencetaknya di laporan tahunan, tetapi apakah itu tecermin dalam tindakan nyata?

Jurang antara nilai-nilai yang diucapkan  dan yang ditunjukkan organisasi lewat perilaku keseharian adalah salah satu tantangan terberat dalam membangun budaya perusahaan. Nilai yang mengambang dan abstrak hanya akan melahirkan kebingungan, ketidakkonsistenan, dan rasa sinis. Sebaliknya, ketika nilai-nilai itu diwujudkan dalam tindakan spesifik yang bisa dilihat, mereka berubah menjadi sistem operasi yang menggerakkan budaya, pengambilan keputusan, dan akhirnya, kinerja.

Nilai Baru Hidup Ketika Ia Menuntun Langkah Nyata

Idealnya, core values adalah kompas penuntun. Namun, dalam prakteknya, ia sering diperlakukan seperti dekorasi, bukan pedoman sikap. Kekaburan ini terasa dari pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul dari karyawan. Misalnya: “Apa wujud ‘integritas’ dalam keseharian pekerjaan saya?” “Bagaimana saya bisa ‘berinovasi’ jika semua keputusan harus menunggu persetujuan atasan?” “Apa arti ‘kolaborasi’ bila sistem penilaian kinerja hanya mengukur pencapaian individu?”

Tanpa contoh perilaku yang jelas, nilai-nilai itu bisa ditafsirkan sesuka hati. Setiap orang bisa memaknainya dengan caranya sendiri. Manajemen mungkin mengartikan “kolaborasi” sebagai kehadiran dalam rapat lintas divisi, sementara staf menganggapnya cukup dengan bersikap ramah. Jika tidak ada kejelasan, kekuatan nilai pun menyusut.

Core values hanya bermakna ketika ia mengubah cara seseorang bertindak, hal-hal yang ia utamakan, serta proses pengambilan keputusan yang ia jalani. Itulah mengapa transformasi budaya harus dimulai dengan menjabarkan nilai-nilai menjadi serangkaian perilaku yang bisa dilihat dan dilakukan.

Mengubah Core Values menjadi Tindakan yang Bisa Dilihat dan Diukur

Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab setiap organisasi adalah: “Seperti apa rupa nilai ini ketika diterapkan dalam tindakan sehari-hari?”

Baca :   Keseimbangan Budaya Perusahaan: Kompetisi dan Kolaborasi

Untuk menjawabnya, setiap core values perlu dijabarkan menjadi beberapa contoh perilaku yang konkret, terukur, dan mudah dikenali. Mari kita lihat contohnya:

Integritas misalnya. Bisa diwujudkan dalam tindakan seperti: “Kami menyampaikan tenggat yang realistis, meski hal itu terasa tidak populer.” “Kami mengakui kesalahan secepatnya, tanpa berusaha menutupinya atau membiarkannya.” “Kami hanya membuat janji yang sanggup kami tepati, dan berusaha keras menepatinya.”

core values

Contoh berikutnya adalah kolaborasi. Kolaborasi bisa diterjemahkan menjadi “Kami membagikan informasi sejak awal, tanpa menunggu diminta.” “Kami melibatkan pihak terkait dalam merancang solusi sebelum mengambil keputusan final.” “Kami berbagi pujian untuk keberhasilan tim, dan bertanggung jawab penuh atas kekurangan.”

Contoh lainnya adalah inovasi. Inovasi dapat diwujudkan dengan:“Kami menyumbang minimal satu gagasan perbaikan setiap kuartal.” “Kami menguji ide lewat percobaan kecil sebelum mengajukan proposal besar.”“Kami mempertanyakan asumsi yang ada dan membuka ruang untuk diskusi yang produktif.”

Dengan menjabarkannya menjadi tindakan yang nyata, kita menghilangkan tebak-tebakan dan menciptakan pemahaman bersama tentang standar perilaku yang diharapkan.

Ritz-Carlton adalah salah satu organisasi yang berhasil mewujudkan core values dan slogan mereka ke dalam perilaku nyata dan terukur. Yang terkenal adalah Dua Belas Nilai Layanan (12 service values). Setiap nilai memiliki perilaku yang ditanamkan kepada karyawan melalui pelatihan berkala. Misalnya nilai “Saya membangun hubungan yang erat.” Nilai dini diwujudkan dalam perilaku saya menggunakan nama tamu tiga kali selama berinteraksi.  Contoh lainnya adalah saya memiliki dan segera menyelesaikan masalah yang dihadapi tamu. Diwujudkan dalam “saya boleh menghabiskan hingga 2 ribu Dollar AS untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi tamu tanpa perlu persetujuan atasan. Untuk sistem harian, setiap hari dimulai dengan “Line-up” selama 15 menit untuk mendiskusikan satu perilaku. Hasilnya, Ritz-Carlton jadi salah satu perusahaan dengan budaya layanan terbaik di dunia.

Perkuat Budaya Lewat Sistem, Bukan Sekadar Wacana

Perubahan budaya tidak lahir dari workshop atau seminar semata. Ia tumbuh ketika sistem dan kebijakan organisasi benar-benar mendorong perilaku yang diharapkan. Agar core values perusahaan tidak sekadar jadi slogan, ia harus diintegrasikan ke dalam rekrutmen, masa orientasi, evaluasi kinerja, apresiasi, dan akuntabilitas pemimpin.

  1. Dalam merekrut, carilah calon karyawan yang perilakunya selaras dengan nilai perusahaan, bukan hanya mengandalkan pengalaman teknis. Contohnya, jika kolaborasi adalah nilai utama, gunakan pertanyaan seperti: “Kapan terakhir kali Anda mengutamakan kesuksesan tim dibanding pencapaian pribadi?”
  2. Pada masa orientasi, perkenalkan core values perusahaan sejak hari pertama sebagai sebuah ekspektasi, bukan dekorasi. Tunjukkan langsung contoh nyata, perkenalkan sosok anutan, dan sampaikan cerita sukses—bukan hanya lewat materi presentasi.
  3. Sertakan indikator perilaku dalam penilaian kinerja. Berikan apresiasi tidak hanya pada hasil yang dicapai, tetapi juga cara mereka mencapainya. Karyawan berprestasi tinggi tapi berperilaku buruk seharusnya tidak didahulukan daripada rekan yang kinerjanya cukup namun selaras dengan nilai perusahaan.
  4. Berikan pengakuan terbuka kepada mereka yang menjalankan core values lewat tindakan nyata. Hal ini membangun ikatan emosional dan mendorong penyebaran perilaku positif di seluruh tim.
  5. Para pemimpin harus menjadi contoh paling nyata dari nilai-nilai yang dijunjung. Tidak ada yang lebih cepat merusak budaya daripada pemimpin yang bicara satu hal, tapi bertindak sebaliknya.
Baca :   Headhunter Journey: Seni Menemukan Talenta yang Tepat untuk Organisasi

Jadikan Core Values sebagai Kebiasaan, Bukan Hiasan Dinding

core values

Organisasi yang berhasil menjalankan nilai-nilainya memperlakukan nilai seperti otot: butuh latihan terus-menerus agar kuat dan terbiasa. Lantas, bagaimana mengintegrasian nilai ke dalam perilaku keseharian?

1. Jadikan core values sebagai pedoman pengambilan keputusan

Saat menghadapi kebingungan, tanyakan: tanyakan: “Opsi mana yang paling sesuai dengan nilai transparansi kita?”“Seandainya kolaborasi benar-benar kita junjung, keputusan seperti apa yang akan kita ambil?” Dengan begitu, nilai berfungsi sebagai penyaring keputusan—bukan sekadar kata-kata indah.

2. Nilai harus diintegrasikan dalam umpan balik

Ubah umpan balik dari penilaian abstrak menjadi observasi perilaku yang spesifik. Misalnya “Menunda pemberitahuan ke klien tanpa alasan jelas tidak sejalan dengan prinsip integritas kita.” Nilai disertai umpan balik yang konkret membentuk fundamen budaya yang kuat.

3. Pemimpin harus menjadi contoh nyata

Karyawan cenderung lebih meniru apa yang dilakukan pemimpin, bukan hanya apa yang dikatakannya. Untuk membangun budaya yang kukuh, pemimpin perlu menunjukkan tindakan nyata yang mencerminkan core values yang dianut; menjelaskan alasan di balik keputusan dengan merujuk pada nilai yang dianut; segera menindak penyimpangan perilaku dengan tegas dan adil; secara konsisten memberi apresiasi pada aksi yang selaras dengan nilai; dan berani menghadapi percakapan sulit ketika ada yang bertentangan dengan budaya. Ketika pemimpin konsisten, karyawan akan mengikuti. Sebaliknya, jika pemimpin tak menjalankannya, nilai-nilai hanya akan jadi slogan kosong yang tak diindahkan.

Baca :   Benturan Budaya Organisasi dalam Merger dan Akuisisi

 “Apa yang Diukur, Akan Terkelola.”

Prinsip ini tak hanya berlaku untuk kinerja, tapi juga untuk budaya. Organisasi perlu mengevaluasi penerapan core values melalu survei, umpan balik, indikator kinerja berbasis perilaku, dan sebagainya. Data yang terkumpul dapat menunjukkan tim mana yang sudah selaras, dan mana yang butuh pendampingan.

Melalui layanan konsultasi yang terstruktur, The Jakarta Consulting Group membantu banyak perusahaan membangun budaya kerja yang sehat, adaptif, dan selaras dengan strategi bisnis. Fokus utamanya adalah menciptakan nilai-nilai yang tidak hanya tertulis di dinding, tetapi benar-benar hidup dalam perilaku sehari-hari karyawan.

Pendekatan The Jakarta Consulting Group menekankan pentingnya keselarasan antara visi perusahaan, sistem kerja, dan kebiasaan kolektif yang terbentuk di dalam organisasi. Melalui pendampingan yang komprehensif—mulai dari asesmen budaya, perumusan nilai, hingga penerapan intervensi budaya—The Jakarta Consulting Group memastikan bahwa setiap organisasi mampu menumbuhkan budaya yang mendorong kinerja tinggi, kolaborasi, dan keberlanjutan jangka panjang.

#nilai               #core values             #perilaku         #budaya          #budaya perusahaan                #tindakan        #rekrutmen            #orientasi         #evaluasi kinerja         #apresiasi         #akuntabilitas              #pedoman pengambilan keputusan                    #umpan balik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait