mantan karyawan

Boomerang Employee: Alasan di Balik Kembalinya Mantan Karyawan ke Perusahaan Lama

Dulu, hengkang dari perusahaan sering dianggap sebagai titik akhir—seperti menutup sebuah babak dalam perjalanan karier. Begitu seseorang memutuskan pergi, hampir mustahil membayangkan ia akan kembali. Namun lanskap dunia kerja kini telah berubah. Fenomena “karyawan  boomerang “(boomerang employee) — mantan karyawan yang memilih kembali ke perusahaan lamanya setelah menjelajah tempat lain—kian marak ditemui.

Di tengah dinamika keterampilan yang bergerak cepat, harapan karyawan yang terus berubah, dan persaingan bakat yang ketat, banyak organisasi akhirnya menyadari satu hal: tak jarang justru mereka yang pernah pergi adalah yang paling siap memberi kontribusi berarti.

Kehadiran kembali karyawan lama ini menantang pandangan konvensional tentang loyalitas, kelanjutan karier, dan budaya perusahaan. Bagi sebagian orang, kantor lama tetap terasa seperti “rumah”—bukan karena sempurna, melainkan karena adanya kedekatan emosional, ikatan yang telah terjalin, serta rasa memiliki yang terus memanggil. Dari kacamata perusahaan, mempekerjakan kembali mantan karyawan memberikan keunggulan strategis baik dari segi kompetensi, efisiensi biaya, maupun keselarasan budaya.

Apa yang Memicu Tren Kembalinya Mantan Karyawan?

Ada beberapa faktor yang memicu hal ini.  Berikut beberapa diantaranya:

1. Dampak Mass Resignation

Sebagai dampak pengunduran diri massal (mass resignation), yang marak pada sekitar 2021-2022. Banyak profesional yang memilih keluar untuk mengejar gaji lebih tinggi, fleksibilitas kerja jarak jauh, atau sekadar mencari pengalaman segar. Sebagian berhasil menemukan yang dicari, namun tak sedikit yang justru kecewa. Temuan Gartner tahun 2023 mengungkap bahwa sekitar 20% karyawan yang hengkang di masa itu akhirnya menyesal dan mulai membuka peluang untuk kembali.

Berbagai tekanan yang mendorong orang untuk hengkang—seperti kelelahan, ketidakpastian, atau jalan karier yang mandek—memang nyata. Namun, daya tarik untuk kembali—seperti stabilitas, lingkungan yang sudah dikenal, dan hubungan kerja yang hangat—ternyata tak kalah kuat.

2. Kembali Bukan Lagi Aib

mantan karyawan

Berkembangnya persepsi baru yang menganggap kembali bekerja di tempat lama bukanlah aib. Stigma seputar kepulangan mantan karyawan—seperti anggapan “kembali berarti gagal”—kini mulai memudar. Kini, praktik perekrutan kembali sudah dianggap wajar, khususnya di industri dengan perkembangan keterampilan yang dinamis.

Data LinkedIn tahun 2022 mencatat bahwa karyawan yang kembali menyumbang 4,5% dari total perekrutan baru global—angka yang terus meningkat sejak sebelum pandemi. Menerima jeda karier, menjalani berbagai peran, dan bereksperimen dengan jenis pekerjaan turut mendorong perubahan pola pikir ini.

Baca :   Belenggu Emas: Strategi Retensi Karyawan atau Belenggu Karir?

Orang kini mengundurkan diri bukan karena benci pada perusahaan, melainkan karena haus akan pembelajaran dan perkembangan. Dan keputusan untuk kembali bukanlah langkah mundur, melainkan sebuah pilihan strategis.

3. Perusahaan Mengincar Talenta Alumni

Perusahaan melirik mantan karyawan. Departemen SDM yang progresif kini menyadari potensi besar dari jaringan alumni. Banyak yang menggalang “program alumni karyawan” secara terstruktur untuk menjaga hubungan baik dengan mantan karyawan.

Dari sisi karyawan, juga ada beberapa faktor yang membuat mereka memutuskan kembali ke perusahaan lama. Mulai dari kenyamanan dan ikatan emosional, penawaran yang menggiurkan, kedewasaan dan pencerahan karier.

4. Daya Tarik Kenyamanan dan Kecocokan Budaya

Keputusan kembali jarang sekadar urusan gaji. Banyak yang memilih pulang karena tempat lamanya menawarkan rasa aman secara pssikologis, rekan kerja yang saling mendukung, jati diri yang menyatu dengan budaya perusahaan, dan tugas dan tanggung jawab yang sudah dipahami. Perasaan “seperti di rumah” ini lahir dari modal hubungan—sejarah bersama, kepercayaan pada pemimpin, dan kecocokan nilai. Seringkali, orang baru sadar bahwa meski pekerjaan baru menjanjikan keuntungan materi, chemistry dan kenyamanan tak mudah digantikan.

Adakalanya, seseorang memilih pergi karena momentumnya belum tepat. Kepulangan mereka kerap terjadi ketika perusahaan telah berubah dan mampu menjawab kebutuhan sebelumnya, seperti alur karier yang lebih terstruktur, paket kompensasi yang kompetitif, dan gaya kepemimpinan yang lebih inspiratif.

Pengalaman di tempat lain memberikan pelajaran berharga. Mantan karyawan telah merasakan beragam gaya manajemen, budaya organisasi, dan tuntutan peran yang berbeda. Saat kembali, mereka membawa serta keterampilan teknis, kedewasaan berpikir, dan kejelasan tujuan karier yang lebih matang.

Dalam banyak kasus, justru karyawan yang kembali menunjukkan loyalitas lebih tinggi dan kinerja lebih baik karena keputusan mereka dilandasi kesadaran penuh dan perenungan mendalam.

Mengapa Perusahaan Perlu Membuka Pintu Kembali?

Mereka yang memutuskan kembali ke perusahaan lama bukan sekadar mantan karyawan. Mereka membawa nilai unik yang sering kali lebih bernilai dibanding orang baru.

Baca :   Headhunter Journey: Seni Menemukan Talenta yang Tepat untuk Organisasi

Bayangkan seseorang yang sudah paham seluk-beluk budaya perusahaan, alur kerja internal, dinamika tim yang tak tertulis, dan cara dijalankannya bisnis perusahaan. Mereka tak perlu lagi melewati masa orientasi panjang. Hasilnya? Lebih hemat waktu dan biaya pelatihan. Sebuah penelitian dari University of Illinois (2019) bahkan membuktikan bahwa dalam 18 bulan pertama, kinerja karyawan yang kembali ini cenderung lebih baik—terutama karena mereka lebih cepat berasimilasi.

Keembalinya mantan karyawan ke perusahaan dapat menciptakan kesan positif. Misalnya budaya perusahaan ternyata cukup menarik hingga mau diajak kembali; organisasi menghargai hubungan jangka panjang, bukan sekadar transaksional; dan terbangungan rasa saling percaya. Di tengas persaingan mencari talenta, citra semacam ini sungguh berharga.

Merekrut dari luar selalu ada unsur ketidakpastian. Tapi dengan karyawan yang kembali, kita sudah tahu rekam jejaknya, cara kerjanya dalam tim, dan kecocokannya dengan budaya organisasi. Semua hal itu sudah tercatat dalam memori kolektif perusahaan. Risiko salah rekrut pun jauh lebih kecil.

Tantangan di Balik Kepulangan

Namun, bukan berarti merekrut karyawan bumerang bebas risiko. Jika yang kembali dapat gaji lebih tinggi atau posisi lebih baik, bisa timbul rasa tidak adil di antara karyawan yang bertahan. Komunikasi yang transparan dan kebijakan yang jelas sangat penting untuk mencegah hal ini.

Ada kalanya mantan karyawan kembali ke “lingkaran lama”—konflik yang belum selesai, kebiasaan kurang produktif, atau dinamika tim yang masih sama. Tanpa upaya perbaikan sejak awal, perjalanan kedua mereka bisa berakhir seperti sebelumnya.

Banyak yang kembali dengan harapan bahwa segalanya masih sama seperti dulu. Padahal, perusahaan terus berubah—budaya, kepemimpinan, dan strategi mungkin sudah berbeda. Jika ekspektasi tidak dikelola dengan baik, kekecewaan bisa muncul.

Strategi Jitu Mengelola Karyawan yang Kembali

Keberhasilan memanfaatkan mantan karyawan yang kembali tidak terjadi begitu saja. Butuh pendekatan sistematis dan penuh kesadaran.

1. Bangun Offboarding yang Elegan

mantan karyawna

Saat offboarding, perlakukan karyawan yang akan pergi sebagai mitra potensial. Lakukanlah wawancara keluar yang profesional, berikanlah dukungan selama masa transisi, sampaikanlah bahwa pintu tetap terbuka untuk kemungkinan bekerja sama lagi. Pengalaman berpisah yang baik sangat memengaruhi kemungkinan mereka untuk kembali.

Baca :   Budaya Organisasi, Senjata Rahasia Menuju Keunggulan Bersaing

2. Tetapkan Kebijakan Rehire yang Transparan

Agar tidak timbul kesan favoritisme terhadap karyawan yang kembali, buatlah aturan main yang jelas. Tetapkan syarat-syarat untuk menerima kembali mantan karyawan. Tentukan masa tunggu sebelum boleh melamar ulang. Hindari menawarkan paket berlebihan hanya demi membujuk mereka kembali.

3. Rancang Proses Re-Onboarding yang Tepat

Siapkan “penyambutan kembali” yang tepat. Mereka bukan karyawan baru, tapi juga bukan orang yang sama seperti dulu. Di hari pertama mereka kembali, pastikan ada sesi pembaruan tentang budaya dan nilai perusahaan terbaru, penjelasan ulang tentang strategi bisnis saat ini, perkenalan dengan para pemimpin baru, serta kejelasan peran dan ekspektasi untuk fase kedua mereka. Ini memastikan mereka selaras dengan kondisi perusahaan yang sudah berubah.

Manfaatkan Insight Karyawan yang Kembali

The Jakarta Consulting Group telah berpengalaman menangani konsultasi terkait budaya organisasi di berbagai perusahaan mulai dari BUMN, perusahaan swasta nasional, dan perusahaan multinasional. Budaya merupakan fondasi bagi keunggulan bersaing. Budaya yang mampu mengikat serta menuntun perusahaan menuju tujuannya membantu mendongkrak kinerja. Hal ini dapat menginspirasi serta memotivasi organisasi untuk melakukan lompatan ke depan serta menjadi yang terunggul dalam industri. Kami membantu anda untuk menentukan tujuan dan tata nilai untuk kemudian mendorong dan menegakkan perilaku yang memberikan hasil maksimal.

Mantan karyawan yang kembali punya cerita yang istimewa. Ajak mereka berbagi pelajaran berharga dari pengalaman bekerja di tempat lain; alasan memutuskan untuk kembali, dan  kisah yang memperkuat nilai-nilai perusahaan

 

#boomerang employee                       #kedekatan emosional            #keunggulan strategis                      #budaya          #mass resignation       #potensi          #ikatan emosional                   #budaya perusahaan               #rekam jejak               #mitra             #favoritisme

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait