Mencegah Talent Hoarding: Membangun Karier atau Menghambat Pertumbuhan? Di banyak organisasi, jamak dijumpai seorang manajer atau sebuah divisi mempertahankan talenta unggulnya dalam tim seraya mencegahnya menjajaki peluang baru dalam pengembangan karier. Dengan kata lain, manajer atau departemen mencegah anggota timnya pindah ke bagian lain atau menjalani peran baru. Inilah yang disebut talent hoarding. Di satu sisi, talent hoarding menguntungkan bagi manajer atau divisi yang membawahkan si karyawan bertalenta unggul, Namun di sisi lain, ini menciptakan ketidakseimbangan, baik bagi indovidu maupun organisasi.
Mencegah Talent Hoarding: Membangun Karier atau Menghambat Pertumbuhan?
Apakah Talent Hoarding Berguna?
Talent hoarding berguna manakala tim atau departemen membutuhkan stabilitas. Dengan tetap bergabungnya talenta unggul dalam divisi atau departemen, produktivitas dapat dijaga. Ini karena orang tersebut sudah memahami seluk-beluk divisi atau departemen. Apatah lagi jika departemen atau divisi sedang mengerjakan proyek berisiko besar atau mendesak. Talenta unggul tentu lebih paham apa yang harus segera dilakukan.
Keuntungan berikutnya terkait dengan bertahannya pengetahuan. Karyawan yang sudah lama bergabung dengan sebuah divisi atau departemen memiliki pengetahuan yang kerap tak tergantikan. Mereka membantu kelancaran operasi, menjadi mentor yang andal bagi orang baru, dan menavigasi sistem internal secara efektif. Jika mereka pergi, pengetahuan ini terancam hilang, sedangkan orang baru membutuhkan waktu lebih lama untuk mempelajari dan memahaminya.
Dari sisi manajer, talent hoarding menciptakan rasa pengendalian terhadap keterampilan dan produktivitas seorang talenta unggul. Dengan pengendalian ini, aktivitas berjalan lancar sehingga sasaran dan kinerja yang baik lebih mudah dicapai.
Bagi sebagian individu, talent hoarding membuat mereka merasa dihargai. Moral mereka akan meningkat manakala dianggap penting dalam berkontribusi terhadap kesuksesan tim. Hal ini pada gilirannya bisa memotivasi anggota lain tim untuk meningkatkan kinerjanya, berbuat yang terbaik.
Kerugian lebih Menonjol
Namun, talent hoarding juga memiliki kerugian. Justru inilah yang lebih banyak disorot. Apa sajakah kerugiannya? Paling kentara adalah menghambat perkembangan karier seseorang. Jika telah terpaku di satu departemen, seorang karyawan bertalenta unggul kehilangan peluang untuk menjajaki peran yang berbeda, mencoba tantangan baru, dan berkembang pengetahuan dan keterampilannya. Bagi pemburu karier, kondisi bisa menimbulkan frustrasi. Jika berlanjut, mereka bisa saja hengkang lantaran merasa aspirasinya kurang dipedulikan.
Dengan “mengunci” seorang karyawan bertalenta unggul pada departemen tertentu, organisasi menjadi kurang lincah dalam merespons perubahan lingkungan. Di samping itu, talent hoarding menciptakan struktur organisasi yang kaku. Pengetahuan dan keterampilan tidak bisa tersebar secara merata. Akibatnya, jika ada departemen atau divisi yang kekurangan keterampilan, tidak mudah mencarinya secara internal karena karyawan tidak pernah terpapar dengan kompetensi di luar bidangnya.
Talent Hoarding juga menghambat regenerasi. Individu bertalenta unggul, terutama yang berbakat sebagai pemimpin, dipaksa bertahan di posisinya. Mereka tidak dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan. Organisasi yang melakukan talent hoarding gagal mempersiapkan karyawan untuk peran yang lebih kompleks dan strategis. Mereka hanya berpikir untuk jangka pendek.
Akibat talent hoarding, budaya “milik saya” bisa muncul, Artinya, manajer memandang karyawan yang menjadi sasaran talent hoarding sebagai aset milik pribadi atau timnya, bukan sebagai profesional yang sedang merintis serta mengembangkan karier dan kompetensi. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang beracun. Hal ini bisa menimbulkan rasa saling tidak percaya. Manajer akan berupaya mati-matian untuk mempertahankan karyawan yang menjadi sasaran talent hoarding. Ini akan menghambat kolaborasi antartim.
Tidak ada jaminan karyawan yang tidak keberatan dengan talent hoarding akan terus bersama perusahaan. Bisa saja mereka sewaktu-waktu hengkang karena satu atau lain hal. Jika demikian, perusahaan berisiko kehilangan pengetahuan dan keterampilan. Daya saing perusahaan akan tergerus.
Mencegah Talent Hoarding
Untuk mencegah talent hoarding, organisasi harus melakukan Langkah-langkah proaktif. Apa sajakah? Pertama, mendorong kolaborasi lintas fungsi. Ini membantu mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan jejaring karyawan, dari mana pun asalnya. Kemungkinan talent hoarding juga berkurang. Karyawan mengerjakan proyek yang lebih variative sehingga keahlian mereka bertambah.
Kedua, menyusun program pengembagan karier secara objektif dan transparan. Dengan demikian, karyawan dapat memahami peluang kariernya dalam organisasi. Jika karyawan mengetahui terdapat peluang untuk berkembang, mereka tidak akan merasa ada hambatan dan lebih bersemangat untuk bekerja dan berbuat yang terbaik.
Ketiga, pemimpin atau manajer yang menganjurkan dan melaksanakan mobilitas talenta dan berbagi pengetahuan seyogianya diberi penghargaan. Ini akan mendorong mereka untuk mendukung pengembangan karier karyawan, yang tentunya bermanfaat baik bagi perusahaan maupun karyawan.
Keempat, menyusun rencana suksesi secara matang, Hal ini akan melahirkan orang-orang kapabel yang siap memimpin pada saatnya. Tentunya, orang-orang ini akan berasal dari berbagai fungsi. Untuk dapat mencapai puncak kepemimpinan, mereka tentunya harus memahami kerja setiap fungsi. Hal ini tidak dapat terwujud kecuali mereka diperkenalkan sejak awal tetntang fungsi-sfungsi yang ada dalam organisasi. Jadi bukan hanya terpaku pada satu fungsi.
Mencegah Talent Hoarding: Membangun Karier atau Menghambat Pertumbuhan?
Kategori: Human Capital & Talent Management
#talent hoarding #karier #stabilitas #pengetahuan #perkembsangan karier #struktur organisasi #regenerasi #suksesi