Transparansi dalam Bisnis Keluarga

Transparansi dalam Bisnis Keluarga

Selama ini, transparansi kerap identik dengan perusahaan-perusahaan yang telah  go public. Memang, perusahaan yang telah mencatatkan sahamnya di bursa saham diwajibkan untuk transparan berdasarkan peraturan atau undang-undang. Berbeda halnya dengan perusahaan yang masih tertutup. Banyak bisnis keluarga yang masuk dalam kategori ini. Meski demikian, bukan berarti transparansi untuk bisnis keluarga yang belum go public tidak memberi nilai tambah.

Transparansi dalam bisnis keluarga mengacu pada praktik berbagi informasi, keputusan, dan proses secara terbuka dalam perusahaan, khususnya di antara anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis. Transparansi mencakup kejelasan dan kejujuran dalam komunikasi mengenai berbagai aspek bisnis, termasuk kinerja keuangan, arahan strategis, struktur tata kelola, dan proses pengambilan keputusan.

Ada sejumlah unsur terkait Transparansi bisnis keluarga, yaitu komunikasi terbuka dan jujur mengenai masalah bisnis, termasuk keberhasilan, tantangan, dan kekhawatiran sehingga menumbuhkan kepercayaan dan kolaborasi di antara anggota keluarga dan pemangku kepentingan lainnya;  memberikan anggota keluarga akses terhadap informasi relevan tentang bisnis guna  memastikan setiap orang memiliki pemahaman komprehensif tentang operasi perusahaan; menjaga keadilan dan kesetaraan, khususnya terkait hal-hal seperti kompensasi, peluang kemajuan, dan alokasi sumber daya; tanggung jawab anggota keluarga atas tindakan dan keputusan mereka dalam bisnis; serta aktif melibatkan anggota keluarga dalam proses pengambilan keputusan strategis, mencari masukan dan perspektif mereka mengenai isu-isu penting yang memengaruhi masa depan perusahaan.

Terdapat sederet manfaat dari bisnis keluarga yang mmpraktikkan transparansi. Pertama, membantu bisnis keluarga membangun citra dan reputasi positif. Dengan bersikap jujur, terbuka, dan bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka, bisnis keluarga menunjukkan komitmen mereka terhadap etika.  Berikutnya, mengurangi konflik dan perselisihan. Berkat transparansi, anggota keluarga dan karyawan dapat berkomunikasi secara efektif dan konstruktif, serta mengatasi masalah atau kekhawatiran apa pun secara tepat waktu dan adil. Hal ini dapat mencegah kesalahpahaman, kebencian, dan tuntutan hukum yang dapat merusak keharmonisan keluarga dan kinerja bisnis. Transparansi juga akan meningkatkan kualitas dan efektivitas pengambilan keputusan dan tata kelola dalam bisnis keluarga. Dengan bersikap transparan, bisnis keluarga dapat memastikan bahwa keputusan dan kebijakan yang diambil didasarkan pada informasi yang akurat dan relevan, serta mencerminkan kepentingan terbaik keluarga dan bisnis. Transparansi juga dapat menumbuhkan budaya inovasi dan pembelajaran dalam operasional bisnis keluarga. Bisnis keluarga dapat mendorong pertukaran ide dan pengetahuan di antara anggota keluarga, karyawan, dan pemangku kepentingan eksternal.

Baca :   Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen

Banyak bisnis keluaga yang sukses mempraktikkan transparansi ini. Contohnya adalah Patagonia. Patagonia adalah perusahaan pakaian dan perlengkapan luar ruang milik keluarga yang terkenal dengan aktivisme lingkungan dan sosialnya. Patagonia transparan dan jujur mengenai dampak lingkungan, rantai pasokan, praktik ketenagakerjaan, dan kinerja keuangannya. Perusahaan juga mengundang pelanggan dan pemangku kepentingan untuk bergabung dalam upaya melindungi lingkungan dan mendukung tujuan sosial. Transparansi dan integritas membuat Patagonia mampu membangun basis pelanggan setia, identitas merek yang kuat, dan keunggulan kompetitif di pasar.

Contoh berikutnya adalah IKEA, asal Swedia. IKEA adalah perusahaan furnitur dan aksesoris rumah milik keluarga yang terkenal dengan produknya yang terjangkau dan fungsional. IKEA transparan dan konsisten mengenai visi, nilai, dan budayanya, yang didasarkan pada prinsip kesederhanaan, kesadaran biaya, dan tanggung jawab. Perusahaan ini juga melibatkan karyawan dan pelanggannya dalam pengembangan produk, desain, dan proses peningkatan kualitas. Transparansi dan integritas IKEA memungkinkannya menciptakan model bisnis yang unik dan inovatif, serta memperluas jangkauannya secara global dengan tetap mempertahankan identitas intinya.

Baca :   Pendekatan Human-Centric dalam Merekrut Karyawan

Sebuah Dilema bagi Bisnis Keluarga

Meski demikian, tidaklah muda membangun transparansi dalam bisnis keluarga.  Sesuai namanya bisnis keluarga, faktor hubungan keluarga, yang sifatnya emosional, acap berpengaruh terhadap upaya menegakkan transparansi.  Dengan kata lain, tidak seperti bisnis lainnya, bisnis keluarga menghadapi sejumlah dilema tatkala harus mempraktikkan transparansi.

Bisnis keluarga kerap harus bersusah payah menyeimbangkan antara menjaga keharmonisan keluarga dan menjalankan bisnis secara profesional dan rasional. Komunikasi yang transparan dan blak-blakan bisa menimbulkan rasa sakit hati dan menyulut konflik.  Dilema lainnya adalah Anggota keluarga mungkin ragu untuk membagikan informasi sensitif tentang bisnis karena takut akan pelanggaran kerahasiaan atau kebocoran kepada pesaing.

Dalam bisnis keluarga, transparansi dapat menimbulkan kekhawatiran mengenai keadilan dan kesetaraan di antara anggota keluarga, terutama mengenai isu-isu seperti kompensasi, perencanaan suksesi, dan alokasi sumber daya. Seperti dipahami, isu-isu tersebut sangat sensitif sehingga harus ditangani dengan hati-hati.

Baca :   Blending Skill-Based Hiring and Microcredentials: Faster Recruitment for Better Results

Perbedaan generasi ternyata juga memengaruhi sikap terhadap transparansi. Generasi muda mungkin bersedia untuk menganjurkan keterbukaan, sesuai perkembangan zaman. Sementara generasi tua tidak terlalu antusias lantaran menganggap bisnis keluarga sebagai sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga harus dijaga kerahasiannya.

Bagaimanakah mengatasi dilema-dilema di atas? Pertama, menetapkan secara jelas batasan-batasan antara urusan keluarga dan bisnis. Doronglah dialog terbuka dalam bingkai keyakinan akan pentingnya profesionalisme dan objektivitas dalam proses pengambilan keputusan.

Terkait informasi yang dianggap sensitif, perlu dibuat aturan yang jelas mengenai hal ini. Misalnya aturan tentang pembatasan akses terhadap data tertentu, perjanjian kerahasiaan, dan komunikasi yang jelas tentang konsekuensi pelanggaran kerahasiaan.

Langkah lainnya adalah menetapkan proses dan kriteria pengambilan keputusan yang transparan, seperti struktur kompensasi berbasis kinerja, peran dan tanggung jawab yang jelas, dan distribusi keuntungan atau dividen yang adil.

Guna menjembatani perbedaan pandangan antargenerasi seputar transparansi, perlu ditumbuhkan budaya pembelajaran dan adaptasi berkelanjutan dalam bisnis keluarga. Di samping itu, perlu pula dialog dan kolaborasi lintas generasi untuk memahami dan mengatasi perbedaan perspektif mengenai transparansi.

Kategori: Family Business

#bisniskeluarga

#transparansi

#transparan

#ikea #patagonia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait