PHK Karyawan Gen Z : Bagaimana Mengikis Stigma Gen Z? Beberapa perusahaan besar telah mem-PHK karyawan generasi Z atau gen Z. Demikian menurut laporan. Ada juga hasil survei yang menunjukkan enam dari sepuluh perusahaan memecat karyawan lulusan baru. Intellegent, sebuah platform konsultasi pendidikan, melaporkan temuan ini. Termasuk laporan tentang kinerja karyawan gen Z. Melansir euronews, Rabu (23/10/2024), beberapa alasan perusahaan memecat Gen Z ialah kurangnya motivasi karyawan, kurang professional dan kemampuan komunikasi yang buruk.
Mengutip dari detik.com, ada sepuluh alasan perusahaan memecat banyak karyawan gen Z. Alasan-alasan tersebut adalah kurangnya motivasi dan inisiatif, kurang professional, cara berorganisasi yang buruk, komunikasi yang buruk, kesulitan menerima feedback, kurangnya pengalaman kerja yang sesuai, buruknya kemampuan memecahkan masalah, kurangnya keterampilan teknis, ketidakcocokan budaya kerja, dan kesulitan bekerja dalam tim.
PHK Karyawan Gen Z : Bagaimana Mengikis Stigma Gen Z?
Holly Schroth mengatakan bahwa selama kuliah, banyak mahasiswa generasi Z yang lebih berfokus pada kegiatan ekstrakurikuler untuk meningkatkan daya saing di kampus. Saat bersamaan, menurut dosen senior Haas School of Business di University of California ini, mereka kurang mendapatkan pengalaman kerja. Ini mengakibatkan ekspektasi yang tidak realistis tentang tempat kerja dan bagaimana menghadapi atasan, pelanggan, dan rekan kerja.
Gen Z ternyata juga bergantung pada dukungan orangtua selama mencari pekerjaan. Demikianlah laporan dari Resume Template. Dari 1500 pencari kerja muda, sebanyak 10 persennya mengaku meminta bantuan orangtua mereka dalam proses pencarian kerja. Bahkan, sebanyak 25 persen pencari kerja mengajak orangtua mereka saat wawancara. Banyak juga pencari kerja generasi Z yang meminta orangtua membuatkan resume untuk mereka.
Begitu burukkah kualitas generasi Z di tempat kerja? Banyak pula yang berpendapat bahwa apa yang dikatakan tentang karyawan atau pencari kerja gen Z hanyalah stereotipe, yaitu konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Tak dapat dimungkiri, masih banyak karyawan atau pencari kerja generasi Z yang kompeten dan sungguh-sungguh dalam bekerja. Tugas tiap-tiap karyawan atau pencari kerja gen Z adalah meruntuhkan stereotip tersebut.
Pertama-tama, tentunya gen Z harus paham rata-rata kualitas karyawan yang diinginkan sebuah perusahaan. Perusahaan menginginkan karyawan yang memiliki inisiatif yang tinggi; bersikap positif; memiliki etos kerja yang kuat; mudah menyesuaikan diri; terbuka terhadap masukan; cekatan, tepat waktu, dan dapat diandalkan; keterampilan teknis yang memadai; keterampilan interpersonal yang memadai; pengalaman kerja dan magang; media sosial yang sesuai dengan pekerjaan; dan menghindari politik.
Setelah itu, gen Z dapat membuat langkah strategis agar berhasil di tempat kerja. Dimulai dengan meningkatkan motivasi dan melakukan inisiatif. Fokusklah pada tujuan jangka panjang. Buatlah rencana perkembangan karier secara jelas. Dengan demikian, setiap pekerjaan akan terasa bermakna. Di tempat kerja, ajukanlah gagasan-gagasan baru. Mulailah proyek baru tanpa harus menunggu instruksi.
Tanamkanlah pola pikir selalu ingin belajar. Tunjukkan keinginan untuk berkembang. Ajukanlah pertanyaan. Carilah umpan balik. Bila perlu, mintalah mentor dalam perusahaan.
Untuk menghilangkan stigma kekurangprofesionalan, patuhilah peraturan perusahaan. Datanglah tepat waktu. Ikutilah SOP, dan bersikaplah sopan pada atasan dan rekan kerja. Di samping itu, ingatlah bahwa dunia kerja berbeda dengan dunia kuliah. Ikutilah proses yang benar, jangan mengejar hasil instan. Untuk mendapat promosi jabatan, dibutuhkan waktu. Jadi, pemburu karier harus bersabar.
Untuk meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi, jadilah pendengar yang aktif. Terimalah masukan dengan lapang dada. Selain komunikasi lisan, komunikasi tulis juga tak kalah penting. Belajarlah menulis dengan kata-kata dan kalimat yang baik dan benar.
Untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan pekerjaan, ikutlah pelatihan dan kursus, baik offline maupun online. Untuk mengatasi masalah, berpikirlah secara kritis. Dengan demikian, anda akan menemukan akar sebuah masalah, bukan hanya gejalanya.
Tiap organisasi memiliki budayanya masing-masing. Pelajarilah budaya organisasi tempat anda bekerja. Pahamilah apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, apa yang disukai dan tidak disukai, apa yang biasa dan tidak biasa. Ini akan membantu anda untuk beradaptasi dengan tempat kerja. Bangunlah hubungan yang baik dengan rekan kerja untuk menciptakan kolaborasi yang lebih kuat dan nyaman dalam tim.
Jadikanlah feedback sebagai bahan evaluasi diri. Gunakanlah feedback sebagai panduan untuk perbaikan. Jangan bersikap defensif jika menerima kritik.
Belajarlah membina hubungan baik dengan generasi yang lebih tua. Hal ini akan menghilangkan stigma bahwa generasi Z tidak bisa bekerja dalam tim, termasuk bekerja dengan orang yang lebih senior. Caranya, dengan mencari bimbingan, berbagi pengalaman, dan berpartisipasi dalam proyek lintas generasi.
Agar karier meningkat, karyawan tidak cukup sekadar menyenangkan atasan. Membangun hubungan baik dengan orang-orang dari berbagai unit dan latar belakang juga penting. Hal ini membuat anda lebih dikenal dan dihormati. Pada awal-awal bekerja, sapalah mereka. Ini menunjukkan keingintahuan sekaligus membangun koneksi sejak awal. Melalui percakapan ini, anda akan lebih tahu tentang nilai-nilai yang mereka anut serta pengalaman mereka dalam organisasi.
PHK Karyawan Gen Z : Bagaimana Mengikis Stigma Gen Z?
Kategori: Human Capital & Talent Management
#gen Z #phk #ekstrakurikuler #stereotipe #kualitas #feedback
Related Posts:
PHK Karyawan Gen Z : Bagaimana Mengikis Stigma Gen Z?
Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen
Career Pathing : Menyediakan Jalur Karier yang Jelas untuk Kandidat
The Role of Digital Badges in Enhancing Candidate Skills Credibility
Blending Skill-Based Hiring and Microcredentials: Faster Recruitment for Better Results