Pasca pemilu 2024; Saatnya Dunia Usaha Menyiapkan Strategi Baru. Pemilu di berbagai negara, termasuk Indonesia, pada 2024 ini telah berlalu. Saatnya semua pihak menatap ke depan. Tak terkecuali dunia usaha.
Di Amerika Serikat (AS) Donald Trump terpilih untuk kedua kalinya sebagai Presiden. AS di bawah Trump diprediksi bakal cenderung proteksionis. Tarif impor naik, Risiko perang dagang meningkat. Trump mengutamakan ekonomi domestik meski harus melaanggar prinsip perdagangan bebas.
Pasca pemilu 2024; Saatnya Dunia Usaha Menyiapkan Strategi Baru
Indonesia pascapemilu diperkirakan tidak banyak berubah. Namun yang menjadi sorotan adalah kenaikan pajak, berbagai macam iuran, dan naiknya upah minimum. Daya beli masyarakat dinilai melemah.
Bagaimana seharusnya dunia usaha secara umum bersikap? Perusahaan senantiasa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah serta strategis dalam melangkah maju.
Ekspektasi melambung seiring dilantiknya pemerintahan baru. Peraturan perpajakan, iklim investasi, dan kebijakan subsidi diharapkan lebih kondusif bagi perusahaan. Demikian pula dengan regulasi di bidang lainnya seperti energi, teknologi, manufaktur, dan sebagainya. Infrastruktur dan Proyek Strategis makin mapan.
Meski kondisi eksternal berpengaruh, nasib perusahaan pada akhirnya terpulang pada diri. Perusahaan harus pandai-pandai mengidentifikasi serta mengatasi peluang dan tantangan. Agar mampu menghadapi dua hal itu, ada hal yang harus diperhatikan. Pertama, digitalisasi yang makin marak. Seiring dengan hal ini, pelatihan karyawan dan infrastruktur digital harus diperkuat. Berikutnya adalah keberlanjutan. Praktik ramah lingkungan harus digalakkan perusahaan. Komitmen terhadap keberlanjutan makin menguat di banyak tempat (meski tak semua mendukung). Dalam hal ini, agaknya pemerintah Indonesia senantiasa mendorong inisiatif hijau, seperti transisi energi, pengelolaan limbah, dan praktik bisnis berkelanjutan. Bagi perusahaan sendiri, praktik. Selanjutnya, terkait UMKM. Komitmen pemerintah terhadap pengembangan UMKM tak pernah berkurang. Peluang ini harus dimanfatkan korporasi untuk terus meningkatkan kolaborasinya dengan UMKM.
Ketidakpastian, bagaimana pun kecilnya, kerap mengiringi pemerintahan baru. Untuk itu, dunia usaha harus melakukan analisis risiko yang komprehensif. Adapun analisis yang harus dilakukan adalah dampak kebijakan baru (seperti pajak, upah minimum, dan kemungkinan iuran wajib seperti tapera dan kewajiban asuransi kendaraan) terhadap keuntungan dan daya saing; perkembangan ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan suku bunga; kondisi geopolitik; dan perubahan iklim.
Setelah menganalisis risiko, dunia usaha dapat mulai menyusun strategi. Apakah visi, misi dan streategi perusahaan masih relevan? Adakah yang harus diubah? Perusahaan juga harus berkonsentrasi pada pengembangan keunggulan kompetitif yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pascapemilu, perusahaan haru lebih inovatif dan tangkas (meski ini juga berlaku setiap saat). Inovasi berlaku baik untuk produk maupun proses. Di samping itu, inovasi tentunyan harus disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan seleras konsumen. Kemampuan berinovasi ini menjadi makin penting di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik global.
Siapa pun pemerintahnya, selama tidak ada pergeseran kebijakan ekonomi secara ekstrem, modal manusia senantiasa menjadi faktor terpenting kesuksesan perusahaan, Dalam dunia bisnis, modal manusia mencakup pengetahuan, keterampilan, perilaku, budaya, dan kepemimpinan. Kapabilitas manusia dalam perusahaan harus ditingkatkan.
Jangan remehkan kolaborasi. Pascapemilu, perusahaan harus menjalin kerja sama dengan pemerintahan baru. Untuk meyuarakan aspirasi dan kepentingan dunia usaha, kerja sama dengan sesama pelaku usaha harus terus ditingkatkan. Ini terutama penting jika ada aturan yang dianggap memberatkan perusahaan.
Kebijakan pemerintahan Donald Trump yang kelihatannya cenderung proteksionis juga harus diantisipasi, khususnya bagi bisnis yang mengandalkan pasar AS. Bagi sebuah negara, tujuan proteksionisme adalah untuk melindungi produsen domestik. Namun, bagi negara lain, hal ini tentu tidak menguntungkan karena biaya ekspor naik, rantai pasok terganggu, dan perilaku konsumen berubah. Di samping itu, proteksionisme bisa memicu perang dagang karena negara lin bisa saja melakukan aksi balasan.
Dunia usaha tentu tak bisa melakukan apa-apa untuk hal-hal yang di luar kendali. Namun, menyikapi potensi proteksionisme, ada hal yang bisa dilakukan. Pertama, berupaya untuk tidak terlalu mengandalkan pasar AS. Negara-negara Asia, Timur Tengah, atau Afrika merupakan pasar yang potensial. Dunia usaha juga bisa manfaatkan perjanjian dagang regional seperti ASEAN atau Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
Dari sisi pemasaran, strategi harga dan produk perlu ditinjau ulang. Perusahaan perlu terus meningkatkan efisiensi agar tidak (sepenuhnya) kehilangan daya saing. Penjualan produk bernilai tambah tinggi berlu digalakkan. Produk bernilai tambah tinggi adalah produk yang sulit digantikan oleh produsen lain.
Agar tidak terlalu mengandalkan produk impor, perusahaan dapat menggunakan bahan baku atau komponen lokal. Ini tentu saja bila memungkinkan. Pun, mendiversifikasi pemasok. Jika logistic terganggu, dampaknya akan lebih ringan.
Membangun kemitraan strategis di negara proteksionis juga bisa menjadi opsi. Tujuannya untuk mengoptimalkan jaringan distribusi dan memitigasi tarif impor.
Diplomasi ekonomi berperan penting. Diplomasi ini dapat dilakukan melalui dua jalur. Pertama, mendorong pemerintah melakukan negosiasi bilateral. Kedua, berkomunikasi dengan mitra dagang AS untuk menrumuskan penyelesaian.
Pasca pemilu 2024; Saatnya Dunia Usaha Menyiapkan Strategi Baru
Kategori: Populer
#pascapemilu 2024 #Donald Trump #proteksionis #upah minimum #daya beli #digitalisasi #keberlanjutan #ramah lingkungan
Related Posts:
Post-election 2024; Time for the Business World to Prepare New Strategies
Celebrating Small Wins
Inspiring Stories of Local Entrepreneurs: From Washerman to Bali’s Souvenir King: Ajik Krisna’s Inspiring Story
TikTok for Recruitment: Can it Attract the Right Talent?
Turnover Contagion: Responding to the Wave of Resignations that Threatens Team Stability