Membangun Budaya dalam Perusahaan Antargenerasi

Membangun Budaya dalam Perusahaan Antargenerasi

Membangun Budaya dalam Perusahaan Antargenerasi. Dalam dunia kerja saat ini, paling tidak ada tiga generasi yang berkiprah, yaitu generasi X, Y, dan Z. Tiap-tiap generasi memiliki karakteristiknya masing-masing.

Generasi X lahir antara tahun 1961 hingga tahun 1979/1980. Generasi X, secara umum berpendidikan lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya, lebih mandiri, dan lebih punya kemauan untuk belajar. Mereka lebih gampang menyesuaikan diri, lebih paham teknologi, lebih kreatif, dan lebih pragmatis. Mereka juga lebih antusias untuk berubah dan cenderung tidak suka diatur untuk hal-hal yang terperinci. Bila generasi sebelum mereka lebih setia terhadap tempat mereka bekerja, hidup dalam lingkungan bisnis yang lebih stabil, dan lebih menerima sistem rantai komando, tidak demikian halnya dengan generasi X. Bagi mereka, kepuasan bekerja adalah hal terpenting. Mereka selalu berupaya meningkatkan kualitas pekerjaan, lebih loyal kepada profesi ketimbang perusahaan, lebih individualistis, memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap pekerjaan, dan menuntut otonomi yang lebih besar.

Berikutnya adalah generasi Y (populer dengan istilah generasi milenial), lahir antara 1980/1981 hingga pertengahan tahun 1990-an. Mereka tumbuh di tengah-tengah pesatnya revolusi teknologi informasi dan komunikasi, lebih akrab dengan internet dan gadget-gadget mutakhir semisal ponsel cerdas dan komputer tablet. Generasi ini aktif di jejaring sosial. Konsekuensinya, informasi melimpah ruah dan mudah diakses. Jarak dan waktu bukan lagi penghalang untuk berkomunikasi. Di samping itu, mereka juga tumbuh di tengah-tengah perekonomian yang semakin terbuka dan iklim sosial politik yang lebih demokratis. Mereka juga lebih terbuka terhadap ide-ide baru.

Generasi Y adalah generasi yang cerdas, kreatif, dan kritis. Tuntutan mereka terhadap karier dan pekerjaan juga berbeda ketimbang generasi-generasi sebelumnya. Banyak dari mereka tidak sekadar meminta gaji besar tetapi juga jenjang karier yang lebih jelas, peluang yang lebih terbuka bagi pengembangan pribadi, dan adanya keseimbangan antara kehidupan profesional dengan kehidupan pribadi (work life balance). Selain itu, mereka juga mendambakan hadirnya fasilitas yang memungkinkan mereka memiliki akses yang bagus dengan teknologi mutakhir (terutama teknologi informasi) dan lingkungan kerja yang lebih baik. Bila hal-hal di atas tidak terpenuhi, mereka mudah saja pindah ke tempat kerja lainnya.

Baca :   Jika Merek Tertimpa Bencana

Jadi, bila ingin merekrut generasi Y, perusahaan harus mampu menyapkan tempat kerja yang memikat hati mereka. Mereka berharap pengelolaan Sumber Daya Manusia lebih transparan dan profesional. Perusahaan juga harus meningkatkan reputasi dan memberikan ruang lebih luas bagi tumbuhnya kreativitas.

Yang paling muda adalah generasi Z. Akrab dengan gawai semisal telepon pintar dan tablet sejak duduk di bangku sekolah dasar, mereka lebih terbiasa mencari informasi via internet ketimbang melalui surat kabar, buku, atau majalah, termasuk untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Mereka tumbuh di alam kebebasan dan demokrasi pascareformasi tahun 1998, dan tak bisa lepas dari media-media sosial. Itulah fenomena orang-orang yang lahir antara pertengahan tahun 1990-an dan sesudahnya. Saat ini, banyak dari mereka masih duduk di bangku sekolah atau kuliah, meski ada juga yang sudah memasuki dunia kerja. Sejak kecil, mereka sudah terpapar oleh teknologi informasi dan komunikasi, berkat akses yang mudah dan harga yang relatif terjangkau.

Merekalah generasi masa depan, yang beberapa tahun dari sekarang akan memasuki dunia kerja dan berperan penting dalam masyarakat. Bagi pelaku bisnis, cepat atau lambat mereka akan berurusan dengan generasi ini, utamanya dari sisi perilaku mereka sebagai konsumen maupun dalam hal pengelolaan SDM. Dari sisi pengelolaan SDM, generasi Z memiliki semangat kewirausahaan lebih tinggi. Bagi pebisnis, hal ini sebagai insyarat agar kelak memberikan lebih banyak keleluasaan bagi mereka untuk berkreasi. Butuh usaha ekstra keras dan strategi yang tepat untuk mempertahankan mereka lantaran banyak di antara mereka yang bercita-cita memiliki bisnis sendiri.

Baca :   Ada Apa dengan Overmarketing?

Masa-masa seseorang menghabiskan seluruh kariernya di satu perusahaan sudah lama berlalu. Sama halnya dengan generasi Y, generasi Z pun diprediksi akan mudah berpindah-pendah pekerjaan. Mereka akan terus mencari perusahaan-perusahaan yang sanggup memenuhi ekspektasi mereka. Di sini, tantangan bagi perusahaan adalah menerapkan manajemen talenta yang profesional, meliputi program perekrutan, pengembangan, dan pemeliharaan.

Dalam hal menjalin hubungan dengan generasi pendahulunya, agaknya generasi Z punya kecocokan dengan generasi Y, sama-sama berpikiran terbuka, kreatif, dan cerdas. Kondisi ini bisa dijadikan peluang untuk menciptakan kolaborasi di antara keduanya sehingga menjadi tim kerja yang solid.

Membina Kerukunan Antargenerasi

Setiap generasi dibesarkan dalam kondisi yang berbeda. Tak heran bila masing-masing memiliki gaya, pola pikir, tata nilai dan ekspektasi yang berbeda pula. Sebagai contoh, bagi generasi yang lebih senior, barangkali tidak menjadi soal bila atasan mengawasi secara lebih detil pekerjaan yang mereka lakukan, Namun tidak demikian halnya dengan generasi Y. Mereka cukup diberikan sedikit arahan serta lebih menyukai fleksibilitas dan cara-cara kerja yang tidak terlalu terstruktur. Perbedaan-perbedaan ini memang berpotensi menimbulkan konflik.

Kabar baiknya, perusahaan dapat melakukan antisipasi sejak dini, sehingga perbedaan ini tidak berdampak negatif. Sebaliknya justru menjadi sumber kekuatan. Contohnya, generasi yang lebih senior dapat memberikan masukan dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda. Sementara generasi muda dapat melontarkan ide-ide segar yang dapat membangkitkan semangat generasi yang lebih senior. Misalnya memperkenalkan teknologi dan cara kerja baru sehingga pekerjaan dapat dilakukan lebih mudah dan cepat. Generasi muda ini umumnya gandrung dengan teknologi terbaru serta memiliki kemampuan teknis yang tinggi. Guna menjembatani perbedaan-perbedaan ini, pemahaman terhadap karakter masing-masing generasi memang menjadi kunci utamanya. Termasuk pemahaman terhadap kontribusi masing-masing generasi terhadap kemajuan perusahaan.

Baca :   Strategi Halo Effect untuk Memperkuat Branding Karyawan Manajerial

Jika hal-hal tersebut dapat diupayakan, pada gilirannya akan tercipta kerukunan antargenerasi yang berbeda. Jika suasana ini tercipta, semua orang akan saling menghormati serta bisa bekerja dengan efektif dan efisien.

Di masyarakat timur, tersebar luas ajaran untuk menghormati orang yang lebih senior. Hal ini bukan berarti kita tidak boleh bersikap kritis. Namun dalam bersikap kritis tersebut, kita hendaknya tetap memperhatikan rambu-rambu kesopanan. Hal ini sebagai bentuk penghargaan terhadap para senior yang telah bersusah payah mengerahkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan organisasi.

Membangun Budaya dalam Perusahaan Antargenerasi. Di lain pihak, generasi yang lebih senior dapat memandang generasi muda layaknya anak-anak mereka sendiri, yang membutuhkan perhatian, bimbingan, dan kasih sayang. Salah satu bentuk kasih sayang tersebut adalah mendorong mereka mengembangkan potensinya sehingga mereka berkontribusi secara maksimal bagi perusahaan.

Book Corner : Applying The Teaching of Confucius in The Modern World

#generasix

#generasiy

#milenial

#generasiz

#kerukunanantargenerasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait