Kunci Perubahan Perusahaan Keluarga

Kunci Perubahan Perusahaan Keluarga

Ini  adalah kisah Steven Du. Tatkala mengambil alih kepemimpinan pabrik produsen sistem pengatur suhu milik orangtuanya di Shanghai, China, salah satu hal yang ia ubah adalah adalah menyalakan pemanas pabrik di musim dingin. Sesuatu yang enggan dilakukan pendahulunya, yang terkenal suka berhemat.  Menurut Du, ia harus melakukan ini. Jika tidak, karyawan tidak nyaman. Akibatnya, mereka tak bisa bekerja optimal.

Seperti banyak generasi kedua dalam bisnis keluarga, Du menjalani pendidikan formalnya di luar negeri. Ia menyelesaikan SMA dan kuliahnya di Selandia Baru, jurusan teknik elektro. Kemudian, ia pindah ke Amerika Serikat (AS), bekerja di Foxconn, suplier Apple. Ia juga belajar metode produksi ala Taiwan dan Jepang, berfokus pada pengurangan inefisiensi.

Kepandaian serta kerja keras orangtua Du berhasil mengantarkan perusahaan menjadi pemasok bagi perusahaan-perusahaan besar China. Perusahaan keluarga Du menjual komponen yang digunakan dalam sistem kontrol suhu untuk pusat perbelanjaan, ruang komputer, pendingin baterai, dan peralatan medis.

Baca :   Menyiapkan SDM Menghadapi Krisis

Saat Du mengambil alih pengurusan perusahaan pada 2019, ia mengubah banyak hal. Ia memperkenalkan perangkat lunak sehingga banyak pekerjaan akuntansi, pesanan, pengadaan, pengiriman, dan proses lain tak lagi ditangani manusia. Jika dulu ibunya sibuk mengurusi hal-hah remeh-temeh sekali pun, Du dapat menyelesaikan semua pekerjaannya pada pukul 4 petang. Tak hanya itu, gaji karyawan dinaikkan 10-20 persen guna menekan turnover hingga 5 persen.  Hasilnya, efisiensi pabrik meningkat sebesar 50 persen.

Meski demikian, untuk mencapai hal tersebut bukanlah perjuangan mudah. Banyak kendala yang ditemui, mulai dari biaya tenaga kerja, kurangnya SDM, dan juga resistensi dan ketidaksepakatan dengan anggota keluarga lainnya, termasuk orangtua.

Dalam konteks bisnis keluarga seperti kisah Du, penolakan terhadap perubahan adakalanya datang dari orangtua atau generasi senior. Bagi generasi ini, buat apa harus berubah jika bisnis berjalan baik-baik saja? Apatah lagi jika mereka harus mengeluarkan uang untuk itu.

Mengatasi orangtua yang menolak perubahan memang menjadi tantangan tersendiri. Meski demikian, tantangan ini harus dilewati demi kemajuan perusahaan. Namun tentunya kita tak bisa membabi buta membabat warisan generasi senior.

Baca :   Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen

Lantas bagaimana? Pertama-tama, memahami sudut pandang generasi senior. Dimulai dengan empati serta mengetahui alasan mereka menolak perubahan. Biasanya, mereka cemas dengan risiko ambruknya perusahaan jika dilakukan perubahan. Apalagi mereka telah membangunnya dengan susah payah. Ingatlah bahwa sudut pandang mereka terbentuk melalui pengalaman serta nilai-nilai yang mereka anut. Dengan kata lain, mereka hidup di era yang berbeda.

Komunikasi yang jelas dengan tetap mengedepankan rasa hormat dapat mengurangi penolakan.  Dalam komunikasi ini, penerus harus pandai-pandai menyampaikan pandangan sekaligus kekhawatirannya tentang perusahaan jika tidak berubah.

Jelaskanlah pula manfaat perubahan. Bagaimana menyesuaikan diri dengan tren, teknologi, atau selera pasar terkini dapat meningkatkan pertumbuhan, mengurangi biaya, dan kemampuan berkompetisi. Tambahkan bumbu-bumbu cerita kesuksesan bisnis yang mau beradaptasi terhadap perubahan.

Adakalanya, perubahan tidak bisa dilakukan sekaligus.  Jika demikian, mulailah dengan inisiatif atau eksperimen sederhana namun memberikan hasil positif tanpa membuat orangtua merasa terbebani. Dengan menunjukkan manfaat, dan pada saat yang sama meminimalkan risiko, sedikit demi sedikit generasi senior akan makin percaya pentingnya perubahan. 

Baca :   Tips Mengelola Pekerja Gig

Jika generasi senior masih belum bisa diyakinkan oleh sang anak, bisa melibatkan pihak ketiga yang netral dan tepercaya. Pihak ketiga ini dapat memberikan opini yang efektif sekaligus membantu memfasilitasi diskusi menuju perubahan. Ingatlah bahwa perubahan itu tidak pernah mudah. Apalagi menyangkut hal-hal yang telah tertanam sejak lama.  Oleh karenanya, perubahan harus dijalankan dengan penuh empati, berdasarkan pemahaman yang tepat, dan berorientasi jangka panjang bagi bisnis keluarga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait