Kisah inspiratif Top Family Business di Indonesia : Robert Budi Hartono (Djarum)

Kisah inspiratif Top Family Business di Indonesia : Robert Budi Hartono (Djarum)

Siapa yang tidak kenal dengan Hartono Bersaudara (Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono), pemilik Djarum dan Bank BCA?

Berkat perjuangan dan kegigihan, usaha dan bisnis mereka bisa sukses besar. Bahkan, dalam beberapa tahun belakangan ini, duo bersaudara itu menjadi orang terkaya se-Indonesia.

Forbes mencatat, di tengah tekana ekonomi akibat penyebaran virus corona, kekayaan mereka masih bisa mencapai US$38,8 miliar pada 2020 lalu. Kalau dirupiahkan, nilai kekayaan itu mencapai Rp566,005 triliun (Kurs Rp14.587 per dolar AS).

Bagaimana tidak disebut inspiratif? 11 tahun, Hartono Bersaudara selalu nangkring menjadi orang terkaya urutan atas di Indonesia, bahkan hingga menjadi keluarga terkaya ke-4 di Asia.

Berikut urutan 10 orang terkaya di Indonesia 2023 versi Forbes Real Time Billionaires:

  1. Robert Budi Hartono – Rp392,9 T
  2. Michael Bambang Hartono – Rp376,3 T
  3. Low Tuck Kwong – Rp331,1 T
  4. Sri Prakash Lohia – 108,3 T
  5. Prajogo Pangestu – Rp87,3 T
  6. Chairul Tanjung – Rp75,2 T
  7. Tahir dan Keluarga – Rp66,2 T
  8. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono – Rp63,2 T
  9. Djoko Susanto – Rp60,2 T
  10. Dewi Kam – Rp54,1 T

Profil Robert Budi Hartono & Michael Bambang Hartono

Robert Budi Hartono

  • Nama Asli: Oei Hwie Tjhong
  • Tanggal Lahir: Semarang, 28 April 1941
  • Orang tua: Oei Wie Gwan, Goei Tjoe Nio (Meninggal pada 1963)
  • Istri: Widowati Hartono
  • Pendidikan: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro

Michael Bambang Hartono

  • Nama Asli: Oei Hwie Siang
  • Tanggal Lahir: Semarang, 2 Oktober 1939
  • Orang tua: Oei Wie Gwan, Oei Tjoe Nio (Meninggal pada 1963)

Sebelum Mendirikan Sebuah Pabrik Rokok

Oei Wie Gwan merupakan seorang turunan Tionghoa yang berdomisili di Kota Rembang.

Sebelum bergelut di dunia kretek, Oei adalah pegiat mercon. Sejak tahun 1930-an pabrik merconnya sangat tersohor, produknya dipasarkan hampir di seluruh tanah Jawa dengan merk “Leo”.

Seperti yang dilansir oleh Tirto.id, Rabu (4/9/18), dalam catatan Jongki Tio di buku Kota Semarang Dalam Kenangan (2000:60), mercon cap Leo dikirim juga ke luar negeri, bahkan mereknya masih dipakai meski pabriknya sudah tutup.

Baca :   Peran Digital Badge dalam Meningkatkan Kredibilitas Keterampilan Kandidat

Namun, perjalanan bisnisnya itu tak mulus, bisnis merconnya bangkrut setelah meledak.

Harian Bataviaasch Nieuwsblad kala itu (28/1/1938) memberitakan peristiwa ini:

“Pabrik kembang api Oei Wie Gwan di Rembang terbang ke udara sepuluh menit sebelum jam dua siang. Lima pekerja pabrik tewas seketika, 22 luka berat dan 14 luka ringan. Dari yang terluka berat, sembilan orang tewas di rumah sakit.”

Tapi hidup tak berhenti begitu saja, itulah prinsip Oei. Susah senang harus tetap berbisnis, dalam keadaan apapun otak harus tetap berputar mencari celah untuk mengembangkan potensi usaha.

Alhasil, Oei mulai menata kembali hidupnya, saat itu kebetulan Indonesia telah merdeka dan bebas dari penjajahan kolonial.

Pada tahun 1951, ia membeli sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus. Setelah bisnis merconnya runtuh, Oei mencoba peruntungan di bisnis rokok, barang yang sama-sama harus di bakar. 

Mengembangkan Bisnis Rokok Djarum Milik Sang Ayah

Robert Budi Hartono mulai terjun ke dunia bisnis, ketika ayahnya Oei Eiw Gwan membeli usaha kecil di bidang gramofon cengkeh yang hampir bangkrut, bernama NV Murup. Lalu, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Djarum pada tahun 1951, dan ternyata sukses di pasaran.

Tidak berjalan mulus, perusahaan tersebut hampir lenyap akibat kebakaran, tepatnya pada tahun 1963. Tidak putus asa, ia dan sang ayah pun membangun kembali perusahaan tersebut, hingga memodernisasi peralatan pabrik mereka.

Di tahun yang sama, yakni pada 1963, sang ayah yakni Oei Wie Gwan meninggal dunia. Sehingga, bisnis Djarum diwariskan ke kedua anaknya, yakni ke Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.

Ekspor Rokok ke Luar Negeri

Setelah hampir putus asa, mereka mulai mengekspor produknya ke luar negeri. Selang beberapa tahun, yakni pada 1975 mereka memproduksi dan memperkenalkan produk rokok Djarum Filter, dan tahun 1981 mengeluarkan merek rokok Djarum Super.

Baca :   PHK Karyawan Gen Z : Bagaimana Mengikis Stigma Gen Z?

Djarum kini menjadi perusahaan rokok terbesar di Indonesia, bahkan sampai berhasil memiliki lebih dari 75 ribu karyawan.

Tak Puas di Bisnis Tembakau, Duo Hartono Ekspansi Ke Perbankan

Setelah usaha pabrik rokok berjalan dengan stabil, Hartono bersaudara menapakkan kaki mereka di dunia perbankan. Hal ini tentu sangat menjadi perhatian banyak orang. Pasalnya saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis moneter.

Menurut Borzuk dan Chang, Djarum membeli saham Bank Central Asia (BCA) yang sebelumnya dimiliki Liem Sioe Liong.

BCA merupakan salah satu bank yang diambil alih pemerintah setelah dihantam krisis. Setelah beberapa tahun “dirawat” pemerintah, BCA kemudian dilepas lagi.

Michael Bambang Hartono Bersama PT Djarum menguasai BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan, dengan saham lebih dari 50 persen.

Tak cukup di perbankan, Djarum juga menguasai Global Digital International (GDI), sebuah perusahaan yang memiliki media daring bernama Kumparan.

Hartono bersaudara pun melebarkan bisnis di bidang perhotelan, menurut Deddy Pakpahan dalam Potret Industri Properti Nasional, 1997-2003 (2004:292), lewat PT Cipta Karya Bumi Indah memiliki saham di Hotel Indonesia Kempinski (Eks Hotel Indonesia).

Selain itu, Djarum cukup sukses memasarkan superblok dan pusat grosir WTC Mangga Dua.

Djarum Foundation

Sebagai bukti pedulinya kepada masyarakat, melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) hingga saat ini Djarum banyak memberikan beasiswa ke berbagai tingkatan pendidikan.

Di bidang olahraga, Djarum dikenal pula dengan bulutangkisnya. Anak Oei Wie Gwan sudah aktif memajukan bulu tangkis sejak 1970-an.

Liem Swie King, dalam autobiografinya, Panggil Aku King (2009:27), mengaku dirinya diajak salah satu anggota keluarga Hartono untuk latihan bulutangkis di klub Djarum Kudus.

Baca :   Blending Skill-Based Hiring and Microcredentials: Faster Recruitment for Better Results

Turut Andil Mengharumkan Indonesia Di Asian Games 2018

Tak hanya dalam sektor bisnis, Michael Bambang Hartono juga belum lama ini berkontribusi dalam sektor olahraga.

Di usianya yang sudah tidak lagi “hijau”, namun semangatnya masih berjiwa muda.

Nama Michael belakangan ini kembali mencuat di publik setelah memenangkan medali perunggu di cabang olahraga bridge di Asian Games 2018.

Berinvestasi di Banyak Sektor

Tidak hanya mampu mengembangkan Group Djarum menjadi perusahaan ternama, Hartono Bersaudara ini juga melebarkan sayap ke banyak sektor bisnis. Mulai dari berinvestasi di perbankan, properti, agrobisnis, elektronik dan multimedia.

  • Perbankan: Menguasai Saham Bank BCA
  • Properti: Mega Proyek Grand Indonesia, hotel, pusat belanja, renovasi untuk Hotel Indonesia, gedung perkantoran 57 lantai dan apartemen.
  • Agribisnis: Perkebunan sawit seluas 65.000 hektar, terletak di provinsi Kalimantan Barat
  • Elektronik: Polytron yang menghasilkan berbagai macam perlengkapan elektronik (speaker, televisi, lemari es (sejak akhir 2000), mesin cuci (sejak 2010), AC (sejak awal 2000), ponsel cerdas (sejak 2011) dan masih banyak lagi.

Punya Penampilan yang Sederhana Meski Kaya Raya

Seperti yang diketahui, bahwa Robert Budi Hartono dan keluarga adalah orang terkaya di Indonesia, dan pastinya bergelimang harta. Namun, kekayaan mereka tidak membuat mereka sombong, bahkan mereka tidak ingin dikenali.

Semua itu dibuktikan dari penampilan mereka yang sederhana. Contohnya, berpakaian sederhana seperti masyarakat biasa pada umumnya, lalu makan di warung pinggir jalan, jalan kaki, dan lainnya.

Semoga menjadi inspirasi buat kita.

#ptdjarum

#hartono

#bca

#kisah inspirasi

#family business

#bisnis keluarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait