Di tengah gejolak ekonomi global saat ini, gaya kepemimpinan efektif semakin krusial. Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, misalnya, telah meningkatkan ketidakpastian ekonomi dan menciptakan tantangan baru bagi pelaku bisnis di berbagai negara, termasuk Indonesia. Para pemimpin sekarang harus menghadapi situasi yang penuh dengan tarif tinggi, aliansi yang dinamis, serta kebijakan yang sulit diprediksi.
Kebijakan ini telah mengacaukan rantai pasokan, menaikkan biaya operasional perusahaan, dan membuat pasar semakin fluktuatif. Walaupun ada tanda-tanda bahwa Trump mambuka pintu negosiasi tarif bagi negara-negara di dunia, ketidakpastian yang meluas tetap menjadi hambatan besar bagi para pelaku bisnis.
Efek Kebijakan Tarif Amerika Serikat
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) melaporkan bahwa kebijakan tarif memperlambat pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan secara global, sekaligus berkontribusi terhadap meningkatnya inflasi. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat menjadi 2,2% pada tahun 2025 dan 1,6% pada tahun 2026, turun dari 2,8% pada tahun 2024. Inflasi diperkirakan akan naik menjadi 2,8% pada tahun 2025, naik dari 2,5% pada tahun 2024.
Sebelum tarif Trump pun, dunia mengalami laju perubahan yang belum pernah terjadi, terutama pascapandemi. Mulai dari disrupsi teknologi dan revolusi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), ancaman keamanan siber seiring meningkatnya aktivitas daring (online), makin tingginya tuntutan terhadap keberlanjutan, dan berubahnya cara orang bekerja (ditandai dengan munculnya tren-tren baru di dunia kerja). Oleh sebab itu, gaya kepemimpinan efektif dibutuhkan oleh setiap organisasi untuk bertahan dan berkembang di era perubahan ini.
Apa yang Harus Dilakukan Pemimpin?

Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan efektif harus senantiasa siap sedia menyesuaikan strategi mereka untuk merespons dinamika pasar yang berubah cepat. TArtinya, pemimpin harus tekun memonitor perkembangan situasi global dan tangkas menyesuaikan operai bisnis sesuai perkembangan tersebut.
Boeing, di bawah CEO Kelly Ortberg, secara proaktif mencari pasar alternatif untuk hingga 50 pesawat yang awalnya ditujukan ke China. Perusahaan mulai mengalihkan pesawat-pesawat ini ke pelanggan global lainnya, memanfaatkan permintaan internasional yang kuat. Meskipun mengalami kemunduran, Boeing melaporkan kerugian yang lebih kecil pada kuartal pertama 2025.
Kepemimpinan efektif wajib menjaga jalur komunikasi dengan pemangku kepentingan organisasi. Ini sangat penting. Pemangku kepentingan harus tahu pengaruh faktor eksternal, seperti ekonomi dan perdagangan internasional terhadap keputusan bisnis. Dengan komunikasi yang transparan, akan terbangun rasa saling percaya pada masa-masa penuh ketidakpastian.
Strategi Manajemen Risiko
Ketidakpastian selalu menimbulkan risiko. Karena itu, organisasi harus memiliki manajemen risiko. Kepemimpinan efektif harus senantiasa menyiapkan rencana manajemen risiko yang matang. Dengan menyusun rencana manajemen risiko yang komprehensif, perusahaan dapat memprediksi gangguan yang mungkin terjadi. Caranya adalah dengan melakukan analisis skenario untuk memahami dampak dari berbagai kebijakan, sekaligus menyiapkan rencana cadangan untuk mengatasinya.
Contohnya seperti apa yang dilakukan Chocoladefabriken Lindt & Sprüngli AG, sebuah perusahaan makanan manis dari Swiss yang didirikan pada 1845 dan terkenal akan truffle cokelat dan cokelat batangannya. Ketegangan perdagangan dan tarif yang berfluktuasi mendorong Lindt untuk mempertimbangkan kembali strategi rantai pasokannya, terutama yang berkaitan dengan pasar Kanada.
Alih-alih segera mengalihkan sumber pasokan Kanada dari AS ke Eropa, Lindt memilih untuk meningkatkan tingkat persediaannya di Kanada untuk sementara. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi potensi gangguan pasokan sambil memantau situasi perdagangan yang terus berkembang.
Inovasi di Tengah Badai
Pada masa-masa penuh tantangan, hal yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya adalah inovasi. Kepemimpinan efektif senantiasa mendorong organisasi menuju inovasi. Dengan berinvestasi dalam riset dan pengembangan, perusahaan dapat menciptakan produk atau layanan baru yang lebih tahan terhadap gejolak eksternal. Tak hanya itu, adaptasi terhadap transformasi digital juga mampu meningkatkan efisiensi operasional sekaligus memperluas peluang pasar.

Membangun kerja sama internasional yang solid juga menjadi salah satu karakter kepemimpinan efektif. Dengan cara ini, organisasi dapat meningkatkan keluwesan bisnis. Dengan memperluas pasar dan menjalin kolaborasi, perusahaan bisa mengurangi ketergantungan pada satu negara sekaligus lebih siap menghadapi gejolak geopolitik.
Contohnya adalah BlueScope Steel Limited adalah produsen baja produk datar Australia. Ekspor BlueScope Steel dari Australia ke AS dikenakan tarif meski telah berinvestasi besar dalam operasinya di AS. Merespons hal ini, BlueScope bekerja sama dengan staf perdagangan dan diplomatik Australia, serta perwakilan kongres AS, untuk mengadvokasi pengecualian tarif.
Perusahaan menyoroti investasinya sebesar 5 miliar Dollar AS di 16 negara bagian AS dan mempekerjakan lebih dari 4.000 pekerja baja Amerika untuk memperkuat argumennya. BlueScope memproduksi lebih dari 3 juta ton baja per tahun di pabrik NorthStar BlueScope di Delta, Ohio.
Kategori: Leadership
#Kepemimpinan #tarif #Donald Trump #negosiasi #OECD #perubahan #strategi #Boeing #Kelly Ortberg #komunikasi #risiko # Lindt & Sprüngli #inovasi #BlueScope Steel