Dampak Pajak Karbon Terhadap Perusahaan

Dampak Pajak Karbon Terhadap Perusahaan

Sesuai namanya, pajak karbon adalah pungutan yang dikenakan dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya.

Pemerintah akan memberlakukan pajak karbon bagi sektor transportasi, bangunan, serta sektor berbasis lahan pada 2025. Secara umum, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan untuk penggunaan bahan bakar fosil.

Tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Penerapan pajak karbon di Indonesia nanti akan memakai skema cap and tax. Di mana ditetapkan tarif Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan.

Dalam mekanisme pengenaan pajak karbon di Indonesia, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya.

Selama ini, sebagian besar pajak karbon berbentuk cukai, baik sebagai sumber penerimaan umum maupun dialokasikan untuk tujuan tertentu. Misalnya, cukai atas minyak mentah dan produk minyak untuk mengatasi kerusakan dari tumpahan minyak bumi.

Pajak karbon ini sebagai bentuk andil Indonesia yang jadi bagian dari komunitas dunia internasional untuk memerangi dampak perubahan iklim global.

Tentu saja, pajak karbon juga sekaligus jadi instrumen baru untuk menambah pendapatan negara dari pajak.

Regulasi Pajak Karbon di Indonesia

Pengenaan pajak karbon di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Baca :   Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen

UU HPP memang menjadi landasan pertama bagi penerapan pajak karbon di Indonesia, selain sejumlah regulasi lain yang merupakan peraturan Pajak Karbon sebagai aturan turunan UU HPP.

Selain UU HPP sebagai landasan utama, terdapat sejumlah aturan turunan dari UU HPP yang juga mengatur pajak karbon, namun masih dalam tahap penyusunan teknis oleh Kemenkeu.

Aturan teknis pelaksanaan pajak karbon dimaksud seperti tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon.

Sementara, aturan teknis lainnya, seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Perpres 98/2021, antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Lalu Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Pajak karbon adalah instrumen pengendali polusi

Lebih lanjut, Febrio menjelaskan pengaturan terkait pajak karbon adalah diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Tujuan utama pengenaan pajak karbon adalah bukan hanya menambah penerimaan APBN semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

Baca :   Menyiapkan SDM Menghadapi Krisis

Perhitungan pajak karbon di Indonesia

Pajak Karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Adapun saat terutang Pajak Karbon ditentukan sebagai berikut:

  • Pada saat pembelian barang yang mengandung karbon;
  • Pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu; atau
  • Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
  • Sementara itu, terkait perhitungan Pajak Karbon, tarif Pajak Karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.

Dalam hal pajak karbon di Indonesia, harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon adalah ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.

Subjek Pajak Karbon: Diwajibkan buat Penjual, Dibebankan pada Konsumen

Ingat prinsip ekonomi?

Segala biaya produksi atau jasa jadi bagian dari komponen penentu harga jual barang/jasa. Ketika biaya produksi/jasa naik, otomatis harga jual barang dan jasa turut serta dinaikkan.

Begitu juga dengan skema perpajakan, ada kalanya memang dikenakan langsung pada subjek wajib pajak yang bersangkutan dalam hal ini produsen/penjual, tapi juga ada yang secara tidak langsung dibebankan pada konsumen/pembeli melalui perantara.

Perantara di sini yakni produsen/penjual sebagai pihak yang memungut/memotong dari transaksi yang dilakukan dan menyetorkan/membayarkannya ke kas negara.

Baca :   Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff

Contoh:

a. Skema pajak yang langsung dikenakan pada subjek pajak yang bersangkutan sebagai produsen/penjual adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Perusahaan wajib menghitung dan membayar pajak penghasilannya sendiri yang dihitung dari dasar penghasilan kena pajak.

b. Skema pajak tidak langsung atau pajak yang sebenarnya dikenakan pada pihak ketiga atau konsumen melalui perantara wajib pajak pemungut pajak seperti PPh atas transaksi barang/jasa kena pajak atau Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ).

Daya Beli Terdampak

Seperti yang sudah disinggung di atas, pengenaan carbon tax lebih ditekankan dari sisi permintaan dalam hal ini artinya konsumsi.

Dari contoh di atas, ketika produsen mengalami peningkatan biaya produksi, dalam hukum ekonomi otomatis akan membuat produsen menaikkan harga jual produknya.

Katakanlah, harga jual tingkat produsen ke distributor naik, maka selanjutnya harga jual dari distributor ke konsumen akhir pun juga akan mengalami kenaikan.

Kondisi ini biasa disebut efek ganda (multiplier effect) dari sebuah kebijakan baru.

Dampak pengenaan pajak karbon terhadap daya beli atau konsumsi secara umum juga diakui pengamat ekonomi dan pelaku bisnis di sejumlah media umum nasional sejak wacana penerapan carbon tax dihembuskan.

Keywords :

#pajak karbon #dampak pajak karbon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait