Cara Efektif Reverse Mentoring Hilangkan Ageisme Di Tempat Kerja

Cara Efektif Reverse Mentoring Hilangkan Ageisme Di Tempat Kerja

Cara Efektif Reverse Mentoring Hilangkan Ageisme Di Tempat Kerja. Beberapa hal dapat dilakukan agar tercipta lingkungan kerja yang sehat dan jauh dari toxic. Seperti mentoring yang biasanya dilakukan oleh karyawan yang lebih senior dan ditugaskan untuk membimbing rekan kerjanya yang lebih junior. Namun tidak semua tempat kerja cocok dengan cara seperti ini. Apalagi jika senior yang ada di tempat kerja tidak open minded dan senioritas.

Generasi milenial biasanya memiliki karakter yang fleksibel, mudah beradaptasi, dan tech-savvy. Tak hanya itu, generasi milenial juga menawarkan banyak hal dalam lingkungan kerja, sehingga generasi yang lebih tua harus banyak belajar dari generasi muda.

Beragam situasi bisa terjadi di lingkungan kerja, biasanya tergantung dari individu masing-masing dan gaya kepemimpinan dari setiap kepala divisi dalam membangun cara kerja. Apakah merangkul dan adil terhadap kinerja semua team atau tertanam budaya mau menang sendiri?

Masa di mana senioritas dianggap sebagai superioritas telah berlalu. Saat ini dunia yang serba cepat telah menghasilkan semakin banyak generasi milenial yang menjadi bagian dari sebuah tempat kerja. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diproyeksikan terdapat 179,1 juta jiwa pada tahun 2020 dan generasi milenial (usia 21-36) menyumbang kurang lebih 63,5 juta jiwa. Milenial yang lahir antara tahun 1981-1996 merupakan 25,87% dari total populasi atau setara dengan 69,38 juta jiwa. Hal ini menjadikan generasi milenial sebagai roda penggerak yang signifikan bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Maka dari itu, banyak perusahaan seperti 3M, yang menjadikan kaum milenial sebagai pendamping maupun mentor bagi para pemimpin senior. Hal inilah yang kemudian disebut dengan reverse mentoring.

Terdapat beberapa manfaat dari program ini, beberapa diantaranya adalah memberikan menanamkan perspektif yang lebih kritis mengenai pemikiran strategis, kepemimpinan, pola pikir, dan nilai-nilai di tempat kerja.

Generasi milenial juga dapat memberikan masukan kepada para pemimpin mengenai pemikiran kaum yang lebih muda, dan memberikan kesempatan kepada para pemimpin untuk lebih memahami nilai, prioritas serta motivasi, bagaimana kaum muda ingin diperlakukan, dan bagaimana mengoptimalkan bakat mereka untuk meningkatkan keterlibatan serta retensi, yang pada akhirnya membangun jembatan antar generasi.

Baca :   Strategi Revitalisasi Merek di Era Digital: Di Ambang Kepunahan

Apa Itu Reverse Mentoring?

Reverse mentoring adalah konsep mentoring yang cukup unik, karyawan junior yang lebih muda membimbing senior mereka, terutama dalam hal teknologi, tren digital, atau hal-hal kekinian.

Nah, ini bukan berarti senior nggak tahu apa-apa, ya, tapi lebih ke saling melengkapi skill dan pengetahuan.

Misalnya, para senior yang sudah berpengalaman bisa banget membagikan wawasan strategis mereka, sementara para junior memberikan pandangan segar tentang teknologi dan tren terkini.

Dengan begitu, baik yang muda maupun yang tua sama-sama belajar dan berkembang.

Selain itu, reverse mentoring juga membantu menjembatani kesenjangan generasi di tempat kerja.

Bayangin deh, dengan cara ini, perusahaan bisa tetap relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan pasar, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai dan pengalaman yang dimiliki para senior.

Cara efektif Reverse mentoring hilangkan ageisme di tempat kerja

Pernahkah kamu merasa diremehkan di tempat kerja karena usiamu yang terlalu muda atau tua? Diskriminasi berdasarkan usia tersebut dikenal sebagai ageisme. Bagi yang masih muda, mungkin pendapatmu diabaikan karena dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup dalam dunia kerja. Sedangkan bagi yang lebih tua dari rata-rata di kantor, sering kali dianggap ketinggalan zaman dan sulit untuk berkembang.

Perilaku toksik semacam itu dalam lingkungan kerja harus segera diatasi. Seorang pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kontribusinya, bukan usianya. Untuk menghadapi diskriminasi seperti ini, ada lima cara yang bisa kamu terapkan di dunia kerja:

1. Mendorong inklusivitas

Ageisme di tempat kerja berakar pada stereotip dangkal tentang berbagai kelompok usia. Mendorong interaksi antar-generasi di lingkungan kerja sangat penting untuk menciptakan atmosfer yang positif dan harmonis. Dengan menggalakkan budaya kerja yang menghargai keberagaman, perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya dari semua segmen usia.

Inklusivitas juga berperan penting dalam memupuk rasa memiliki bagi semua individu, tanpa memandang usia, dan mengakui nilai tambah yang unik dari keterampilan dan pengalaman tiap individu. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap karyawan merasa dihormati dan diapresiasi atas kontribusinya, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan komitmen mereka terhadap pekerjaan.

2. Memberikan pelatihan dan edukasi

Untuk melawan ageisme di lingkungan kerja, perusahaan dapat mengadopsi pendekatan proaktif dengan menyediakan pelatihan dan edukasi kepada karyawan. Tawarkan workshop dan sesi pelatihan tentang bias usia dan ageisme untuk meningkatkan kesadaran di antara staf. Berikan pemahaman tentang manfaat kerja sama lintas-generasi dan tantang stereotip yang ada.

Baca :   Membangun Kekuatan Merek: Strategi PR untuk Holding Company yang Beragam

Melalui pelatihan yang terarah, pekerja dapat memperdalam pemahaman mereka tentang bagaimana usia mempengaruhi dinamika tempat kerja serta dapat menghambat kolaborasi dan produktivitas. Selain itu, perusahaan dapat mempromosikan budaya kerja yang lebih inklusif dan mendukung. Inisiatif pelatihan ini tidak hanya bertujuan untuk menggugah kesadaran akan stereotip, tetapi juga untuk mendorong dialog terbuka dan empati di seluruh organisasi.

3. Menerapkan praktik perekrutan yang adil

Dalam proses rekrutmen, sering kali terjadi kesalahpahaman bahwa kandidat yang lebih tua cenderung resisten terhadap perubahan dan kurang inovatif. Bias semacam ini dapat memengaruhi proses perekrutan secara signifikan. Sebaliknya, penilaian terhadap kandidat seharusnya didasarkan pada keterampilan, pengalaman, dan potensi mereka untuk memberikan kontribusi positif kepada tim, tanpa memandang usia.

Penting untuk memastikan bahwa proses rekrutmen dan seleksi dilakukan secara adil dan berdasarkan kapabilitas individu, bukan usia. Hindari pertanyaan terkait usia selama wawancara dan fokuslah pada kualifikasi serta kemampuan yang relevan dengan pekerjaan. Dengan menerapkan proses rekrutmen yang menghargai bakat dan potensi tanpa memandang usia, perusahaan dapat membangun tim kerja yang beragam dan inovatif, yang pada akhirnya akan membantu mengarahkan kesuksesan dan pertumbuhan perusahaan.

4. Mendorong kolaborasi antar generasi

Membangun kolaborasi lintas generasi merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan dinamis. Salah satu cara efektif untuk mewujudkannya adalah dengan menciptakan ruang untuk mentoring yang bersifat timbal balik, di mana karyawan yang lebih tua dan lebih muda dapat saling belajar satu sama lain.

Dengan mendorong interaksi lintas generasi, karyawan memiliki kesempatan untuk berbagi perspektif dan wawasan yang unik, yang pada akhirnya dapat menghasilkan solusi inovatif dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif. Karyawan yang lebih muda dapat menyumbangkan keahlian teknologi dan pandangan segar kepada rekan-rekan yang lebih berpengalaman, sementara karyawan yang lebih tua dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman profesional mereka.

Melalui kolaborasi lintas generasi yang aktif, perusahaan dapat memanfaatkan keberagaman dalam tim untuk mencapai hasil yang lebih baik dan mendorong pertumbuhan bersama.

Baca :   5 Tips membangun Employee Advocacy

5. Mengatasi perilaku yang merendahkan usia

Untuk mengatasi ageisme di tempat kerja, penting untuk menangani pelaku secara langsung. Setiap kali ada pernyataan atau komentar yang menyinggung usia, hal tersebut harus segera dihadapi dan dikonfrontasi. Dengan tindakan ini, perusahaan mengirimkan pesan yang jelas bahwa ageisme tidak dapat ditoleransi, dan setiap karyawan berhak diperlakukan dengan hormat tanpa memandang usia.

Diskusi terbuka tentang usia harus diupayakan untuk mendorong inklusivitas dalam lingkungan kerja dan menghargai kontribusi individu dari semua kelompok usia. Menekankan pentingnya memperlakukan rekan kerja secara adil, tanpa memandang usia mereka, akan memupuk rasa persatuan dan kerja sama tim. Sehingga pekerja dapat fokus pada tujuan bersama dan secara kolektif berkontribusi pada lingkungan kerja yang positif dan suportif.

Ageisme di tempat kerja merugikan tidak hanya bagi karyawan, tetapi juga bagi perusahaan secara keseluruhan. Menerapkan keragaman, kebijakan yang jelas, penghargaan berbasis kinerja, praktik perekrutan yang tidak bias, dan penanganan pemutusan hubungan kerja tanpa memandang usia dapat membantu menghilangkan diskriminasi usia.

Kesimpulan

Reverse mentoring memiliki beberapa manfaat yakni memberikan menanamkan perspektif yang lebih kritis mengenai pemikiran strategis, kepemimpinan, pola pikir, dan nilai-nilai di tempat kerja.

Selain itu, generasi milenial juga dapat memberikan masukan kepada para pemimpin mengenai pemikiran kaum yang lebih muda.

Bahkan reverse mentoring pun memberikan kesempatan kepada para pemimpin untuk lebih memahami nilai, prioritas serta motivasi, bagaimana kaum muda ingin diperlakukan.

Dengan begitu, reverse mentoring dapat mengoptimalkan bakat generasi muda sehingga bisa meningkatkan keterlibatan serta retensi.

Manfaat akhirnya, reverse mentoring dapat membangun jembatan antar generasi. Alhasil, bisa mencegah diskriminasi dan senioritas di kantor.

Cara Efektif Reverse Mentoring Hilangkan Ageisme Di Tempat Kerja

#Reverse Mentoring

#Ageisme Di Tempat Kerja

#ageisme

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait