Istilah silver tsunami atau tsunami perak makin populer. Istilah ini menggambarkan gelombang masif generasi baby boomers yang memasuki usia pensiun. Fenomena ini melanda dunia, termasuk Indonesia (meski belum semasif negara-negara Eropa dan Jepang).
Pada 2030, semua generasi baby boomers, atau juga dikenal boomer generation akan berusia di atas 65 tahun. Tatkala jutaan orang tak lagi bekerja penuh waktu, bahkan berhenti bekerja, dunia kerja akan merasakan dampaknya. Banyak pengetahuan yang hilang lantaran dibawa pergi oleh boomer generation. Tantangan perusahaan adalah menggantikan pengetahuan yang hilang tersebut. Bisa juga perusahaan meminta boomer generation untuk menunda pensiun mereka. Ini pun juga ada tantangannya. Dari sisi sumber daya manusia (SDM) perusahaan, tantangan ini juga sekaligus menjadi peluang.
Peran Baby Boomers di Dunia Kerja
Generasi baby Boomers, yang lahir dari kurang lebih antara 1946 hingga 1964, adalah generasi terbesar sebelum akhirnya tergeser oleh Generasi Milenial. Di berbagai negara, mereka memegang peran kunci di dunia kerja. Ini terjadi utamanya di posisi kepemimpinan dan teknis yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tinggi.
Namun, dengan pensiun massalnya baby boomers layaknya tsunami, organisasi terancam kehilangan ingatan institusional, mengalami kesenjangan kepemimpinan, dan kurangnya tenaga kerja di sektor-sektor esensial seperti layanan kesehatan, rekayasa, dan pendidikan.
Mengapa Tsunami Perak Begitu Berdampak?
Jangan pernah meremehkan generasi yang satu ini. Mereka memiliki keunggulan yang tidak dimiliki generasi sesudahnya. Baby Boomers telah melewati berbagai peristiwa sosial, ekonomi, dan teknologi. Mereka paham benar bagapimana caranya menghadapi tekanan, pandai mengambil keputusan strategis, dan menjaga kestabilan organisasi dalam masa krisis.
Dengan kata lain, mereka lebih tahan banting. Generasi ini dikenal dengan komitmen dan loyalitas tinggi terhadap pekerjaan. Mereka terbiasa bekerja keras dan konsisten, sesuatu yang kadang kurang dimiliki generasi yang lebih muda lantaran terobsesi dengan segala sesuatu yang serba instan.
Soal teknologi, baby boomers tidak segagap anggapan banyak orang. Sebaliknya, tak sedikit yang mau dan mampu belajar teknologi baru, asalkan diberi ruang dan dukungan. Mereka bisa jadi penyeimbang antara idealisme generasi muda dan realitas dunia kerja.
Dengan pendekatan yang bijak, mereka bisa membantu menyatukan berbagai perspektif lintas generasi di tempat kerja. Nilaii-nilai yang selama ini dipegang teguh oleh baby boomers seperti integritas, tanggung jawab, dan ketekunan justru makin dirindukan saat ini.
Kabar baiknya, tidak semua generasi baby boomers pensiun. Banyak dari mereka yang ingin terus berkarya. Ini lantaran harapan hidup yang lebih panjang, kesehatan yang lebih baik, dan dalam beberapa kasus, masih harus memenuhi kebutuhan finansialnya. Menghadapi fenomena ini, departemen SDM perusahaan memiliki paling tidak dua pekerjaan rumah. Pertama, memastikan generasi baby boomers tetap produktif meski usia bertambah. Kedua, mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa pensiun yang cepat atau lambat pasti akan tiba.
Pensiun Bertahap Baby Boomers

Lantas, apa yang harus dilakukan?
Salah satu solusi cerdas untuk mempertahankan pekerja senior sekaligus menyiapkan regenerasi adalah dengan menerapkan pensiun bertahap. Daripada langsung berhenti total, karyawan baby boomers bisa mengurangi jam kerja perlahan atau beralih jadi mentor.
Dengan cara ini, pengetahuan yang dimiliki baby boomers bisa dipertahankan dan perlahan-lahan ditransfer. Transisi pekerjaan dari boomer generation kepada generasi yang lebih muda juga lebih mulus. Inilah yang dilakukan Japan Airlines (JAL), raksasa maskapai Jepang.
Seperti diketahui, penduduk Jepang menua sangat cepat. Ini berpengaruh pula terhadap sektor korporat, termasuk Japan Airlines (JAL). JAL harus mengatasi masalah pensiun wajib bagi pilot dan awak pesawat. JAL menciptakan peran paruh waktu atau penasihat baru untuk pilot yang sudah pensiun, termasuk dalam pelatihan, audit keselamatan, dan perencanaan operasi.
Sebagian direkrut dari generasi baby boomers kembali sebagai instruktur darat atau pelatih simulator untuk membantu melatih generasi muda. Hasilnya, standar kualitas dan keselamatan terjaga. Hilangnya secara mendadak pengetahuan yang berharga dpat dicegah.
Perusahaan juga bisa meluncurkan program transfer pengetahuan. Misalnya program mentorship, yang memasangkan pekerja senior dengan pekerja yang lebih muda; dokumentasi untuk membukukan pengetahuan; dan pelatihan silang untuk membangun keterampilan yang lebih luas di seluruh tenaga kerja.
Budaya Menghargai Karyawan
Dukungan terhadap karyawan senior seperti baby boomers bukan sekadar kebijakan, melainkan bagian dari budaya perusahaan. Organisasi dengan budaya yang menghargai karyawan tanpa memandang usia berupaya secara aktif untuk mengatasi stereotipe terhadap tenaga kerja yang lebih senior dan mengakui nilai tambah dari beragam sudut pandang yang mereka miliki.
Ini diwujudkan misalnya dengan cara merekrut orang tanpa memandang usia, menjamin pengembangan karier tanpa memandang usia, dan menggalakkan kolaborasi antargenerasi, dan mentoring terbalik (reverse mentoring). Mentoring terbalik terjadi tatkala karyawan yang lebih muda membantu rekan kerja yang lebih tua dengan keterampilan digital. Sebagai imbalannya, generasi tua memberikan pengalaman mereka tentang kepemimpinan dan karier.
Perubahan Kognitif dan Kapabilitas

Usia yang makin tua mengakibatkan perubahan kognitif dan kapabilitas baby boomers. Perusahaan yang peduli terhadap karyawan senior akan melakukan penyesuaian. Misalnya dengan mendesain tempat kerja sehingga lebih ergonomis, memodifikasi pekerjaan yang menantang secara fisik, menggunakan bantuan tekonogi dan alat yang diaktifkan dengan suara, menjadwalkan kerja sehingga lebih fleksibel dan bisa dilakukan secara jarak jauh (tentu ini diseisuaikan dengan jenis pekerjaan), dan sebagainya.
BMW, raksasa otomotif asal Jerman, bisa menjadi contoh. BMW menyadari bahwa sebagian besar karyawannya di Jerman sudah menua, terutama di bidang manufaktur. Padahal, bagian ini menuntut fisik yang prima. Guna mengatasi kondisi ini, BMW merancang ulang seluruh lini produksinya sehingga menjadi ramah bagi pekerja baby boomers. Misalnya menggunakan meja kerja yang dapat disesuaikan, memakai lantai kayu untuk mengurangi ketegangan pada sendi, memberikan alas kaki khusus, dan juga mencetak tulisan instruksi dengan lebih besar. Hasilnya, produktivitas perusahaan naik, tingkat kesalahan dapat diminimalkan.
Suksesi tak kalah penting. Selama ini, yang pertama muncul dalam benak seseorang terkait suksesi adalah penggantian eksekutif puncak. Namun dalam situasi silver tsunami, peran-peran penting di semua level perlu mendapat perhatian. Ini karena gangguan operasional dapat terjadi jika ada karyawan yang berhenti tanpa pengganti. Menghadapi situasi ini, perusahaan harus melakukan semacam analisis usia karyawaa guna mengantisipasi kesenjangan yang mungkin timbul, memetakan siapa-siapa saja yang memiliki pengetahuan berharga dan bagaimana mentransfer pengetahuan tersebut, mengembangkan talenta dalam perusahaan sendiri, dan melakukan reskilling dan upskilling.