Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen. Siapa yang tdak kenal cokelat bermerek Silver Queen? Rasanya, semua orang sudah tahu. Namun, barangkali banyak orang belum tahu bahwa cokelat batangan legendaris ini adalah produk asli buatan Garut, Jawa Barat
Mengutip dari https://www.idntimes.com, Perusahaan cokelat ini awalnya bernama NV Ceres yang dimiliki oleh seorang warga Belanda. Perusahaan ini kemudian dibeli oleh Ming Chee Chuang, pebisnis asal Myanmar keturunan Tionghoa yang menetap di Bandung. Pabrik tersebut dijual murah oleh pemiliknya yang ingin segera pindah dari Indonesia seiring masuknya Jepang pada tahun 1942.
Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen
Chuang kemudian mengubah nama NV Ceres menjadi PT Perusahaan Industri Ceres pada 1950-an. Produksi perdana cokelat Silver Queen dibuat di Garut. Namun, seiring permintaan yang terus meningkat, pabrik perusahaan dipindahkan ke Bandung.
Membuat cokelat batangan di negara tropis, terutama di Indonesia, bukanlah hal mudah. Pasalnya, tidak ada teknologi yang mendukung. Ini membuat cokelat mudah meleleh dan tidak tahan lama. Meski demikian, Chuang tidak kurang akal. Ia melakukan eksperimen. Apa yang ia lakukan? Adonan cokelat dicampur dengan kacang mede. Inovasi ini ternyata berbuah manis. Dengan menghasilkan cokelat batangan yang kuat dan unik. Inilah cikal bakal lahirnya brand Silver Queen yang kemudian menjadi ciri khasnya.
Dengan komposisi yang tepat dan rasa yang tak kalah lezat dengan produk cokelat luar negeri, cokelat Silver Queen menjadi sangat populer kala itu. Kabarnya Presiden Soekarno sangat menyukai cokelat buatan Ming Chee Chuang tersebut. Beliau tak segan menjadikannya sebagai camilan resmi pada saat Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung di Bandung pada 1955. Chuang kebanjiran pesanan dari Presiden Soekarno untuk memproduksi cokelat dalam perhelatan KAA. Hal itulah yang membuatnya memutuskan memindahkan pabriknya yang semula di Garut ke tempat yang baru di Bandung.
Pada 1984, kepemimpinan perusahaan beralih kepada anak-anak Ming, yakni John dan Joseph Chuang. Mereka mendirikan induk perusahaan dengan nama PT Petra Food yang berkantor pusat di Singapura. Sementara itu, PT Perusahaan Industri Ceres berganti nama menjadi PT Ceres dan menjadi anak perusahaan dari PT Petra Food. Petra Food melalui berbagai anak perusahaannya berkembang pesat. Tak hanya Silver Queen, Ceres, dan Delfi yang mendominasi pasaran, namun ada pula Cadburry, Biskuit Selamat, Top, dan berbagai produk manisan cokelat lainnya.
Kejayaan Silver Queen salah satunya berkat karyawannya yang loyal. Mereka mencintai sekaligus bangga dengan Silver Queen. Chuang tidak pernah mem-PHK katyawannya, kecuali jika mereka mencuri atau meninggal dunia. Ia menganut prinsip memanusiakan manusia. Dalam kondisi paling sulit sekalipun, karyawan tetap dipekerjakan.
Kebijakan produsen Silver Queen yang tidak pernah mem-PHK karyawan kecuali karena alasan perbuatan tercela dan meninggal dunia sangatlah menarik. Sangat sedikit perusahaan yang mampu melakukan hal yang demikian itu. Perusahaan tidak semata-mata mengejar profit, tetapi menjunjing tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ini berbeda dengan perusahaan yang mudah melakukan PHK saat krisis melanda. Padahal, bermudah-mudah melakukan PHK berdampak buruk terhadap karyawan tersisa dan reputasi perusahaan. Sebisa mungkin, PHK menjadi pilihan terakhir. Silver Queen memilih untuk tetap mempekerjakan karyawannya meski situasi sedang sulit. Perusahaan sadar situasi sulit ini tidak akan berlangsung selamanya. Bahkan saat kondisi membaik perusahaan diuntungkan lantaran tidak kehilangan pengetahuan dan keterampilan, yang biasanya turut dibawa pergi oleh karyawan yang di-PHK.
Perusahaan seperti Silver Queen memandang karyawan sebagai mitra strategis dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Berkat hal ini, karyawan bersedia melakukan hal-hal yang melebih tugas dan kewajibannya. Dengan memperlakukan karyawan sebagai bagian dari keluarga (hal ini bukan berarti perusahaan harus dimiliki keluarga), perusahaan membangun loyalitas jangka panjang. Pada gilirannya, produktivitas meningkat. Stabilitas operasional terjaga.
Dengan tidak melakukan PHK, Silver Queen mengajarkan pentingnya menjaga motivasi tim melalui komunikasi dan komitmen. Perusahaan yang memiliki budaya menghargai karyawan cenderung lebih tahan banting dalam menghadapi perubahan pasar dan ekonomi, bahkan krisis yang berat sekalipun. Hal ini terbukti saat pandemi Covid-19 lalu.
Secara umum, ada manfaat yang dirah perusahaan yang menggunakan pendekatan tanpa PHK. Yang paling utama adalah keberlanjutan. Perusahaan dapat bertahan dalam waktu yang lama, dari generasi ke generasi. Ini lantaran perusahaan dijaga oleh karyawan yang setia, produktif, dan inovatif. Kesetiaan, produktivitas, dan inovasi ini adalah berkat penghargaan secara pantas yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.
Ternyata, manfaat pendekatan tanpa PHK juga tidah hanya berdampak positif bagi karyawan, tetapi juga bagi citra perusahaan di mata konsumen. Masyarakat cenderung mendukung perusahaan yang memperlakukan karyawannya dengan baik. Dalam kasus Silver Queen, perlakuan humanis perusahaan terhadap karyawannya turut mendongkrak serta menjaga popularitas merek, sekaligus memperkuat loyalitas pelanggan.
Manfaat lainnya adalah efisiensi jangka panjang. Dengan tidak mem-PHK karyawan, perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk perekrutan dan pelatihan di masa depan. Efisiensi yang didapatkan dari PHK besar-besaran hanyalah berjangka pendek. Pada akhirnya, banyak yang sulit mendapatkan karyawan berpengalaman saat krisis mereda. Silver Queen berhasil menjaga talenta-talenta unggulnya sehingga mudah menyesuaikan diri dan meningkatkan kinerjanya saat ekonomi bergairah.
Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen
Kategori: Organization & Business Transformation
#silver queen #phk # Ming Chee Chuang #reputasi #mitrastrategis #loyalitas #efisiensi
Related Posts:
Berjaya Tanpa PHK: Belajar dari Silver Queen
Career Pathing : Menyediakan Jalur Karier yang Jelas untuk Kandidat
The Role of Digital Badges in Enhancing Candidate Skills Credibility
Blending Skill-Based Hiring and Microcredentials: Faster Recruitment for Better Results
Kecerdasan Kolektif demi Organisasi yang Transformatif