Fenomena Gardening Leave di Perusahaan

Fenomena Gardening Leave di Perusahaan

Fenomena layoffresignation, baik sukarela maupun dipaksa, merupakan cara perusahaan mengurangi pengeluaran. Meski hal biasa, adakalanya perusahaan melakukannya dengan cara yang kurang menyenangkan. Selain dipaksa resign, ada lagi gardening leave.

Apa yang dimaksud dengan fenomena Gardening Leave?

Gardening, dalam bahasa Indonesia, berarti berkebun. Lalu kenapa dan apa kaitannya dengan cuti? Dikutip dari gov.uk, fenomena gardening leave adalah kondisi di mana seorang tenaga kerja yang akan meninggalkan pekerjaannya, dengan kondisi mengundurkan diri atau diberhentikan, dan diminta oleh pemberi kerja untuk tidak mengerjakan pekerjaannya dengan alasan tertentu, namun masih menerima hak yang telah disepakati saat penandatanganan kontrak sebelumnya.

Biasanya, gardening leave diberikan pada tenaga kerja yang memiliki masalah disiplin dan sedang dalam peninjauan, atau pada tenaga kerja yang sedang dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja yang telah mendapatkan pekerjaan di tempat baru atau agar si tenaga kerja tersebut tidak mendapatkan akses pada informasi dan rahasia pemberi kerja.

Baca :   Ada Apa dengan Brown Nosing?

Keuntungan dan Kerugian Gardening Leave Bagi Karyawan

Keuntungan dari gardening leave adalah mereka yang terkena hal ini masih mendapat gaji sesuai kontrak kerja yang disepakati tanpa atau dengan jumlah kerja yang sedikit. Bunus juga masih bisa didapatkan (jika memang gardening leave diberikan dalam periode pemberian bonus). Mereka juga masih bisa mencari peluang kerja di tempat lain.

Namun, kerugiannya juga banyak: biasanya gardening leave juga mengikat apa yang bisa dilakukan tenaga kerja (pencarian kerja, dan lain-lain.) sampai waktu yang belum ditentukan. Karier rekan-rekan juga terancam stagnan jika gardening leave yang diberikan lebih dari sebulan. Selain itu, gardening leave cenderung terlihat negatif dari berbagai sisi; terlepas apakah si tenaga kerja itu nantinya diberhentikan atau dilanjutkan.

Kapan Menggunakan Gardening leave?

Gardening leave digunakan ketika masa kerja seorang pekerja akan berakhir karena alasan apa pun. Langkah pertama dalam mengevaluasi apakah akan menggunakan Gardening leave adalah dengan mempertimbangkan implikasi dari kepergian karyawan. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu diajukan meliputi:

  1. Apakah kepergian karyawan akan menimbulkan risiko bagi perusahaan?
  2. Seperti apa masa transisi saat karyawan meninggalkan perusahaan?
  3. Apakah ada batasan hukum yang mencegah Gardening leave?
  4. Berapa lama periode Gardening leave, dan mengapa harus selama itu?
Baca :   Menyiapkan SDM Menghadapi Krisis

Mengingat harus tetap menggaji karyawan yang tidak bekerja, berusahaan harus cermat tatkala mempertimbangkan gardening leave. Selain itu, boleh jadi ada kendala terkait aturan. Oleh karenanya, sebelum memberlakukan gardening leave, perusahaan harus menganalisis implikasi keuangan, batasan hukum, dan manfaat bisnis dari mempertahankan karyawan untuk sementara waktu.

Untungnya di Indonesia, jika karyawan yang menjalani gardening leave  akhirnya diputus hubungan kerjanya, Pemerintah Republik Indonesia telah melindungi mereka dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan para tenaga kerja yang di-PHK berhak menerima pesangon tergantung masa kerja yang telah dijalani.

Gardening leave bisa dilihat sebagai akhir. Meski demikian, fenomena ini bisa menjadi awal baru bagi karier karyawan, mengingat masih banyak kesempatan di luar sana.

Baca :   Pendekatan Human-Centric dalam Merekrut Karyawan

Pada akhirnya, menempatkan karyawan pada gardening leave bisa jadi mahal. Biasanya, kebijakan ini ditujukan bagi karyawan senior atau mereka yang memiliki akses ke informasi sensitif (posisi eksekutif dan posisi marketing).

Sumber :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait