Do’s and don'ts: Oversharing dalam Bisnis Keluarga

Do’s and don’ts: Oversharing dalam Bisnis Keluarga

Sebelum mengulas tentang oversharing dalam bisnis keluarga, marilah kita pahami terlebih dahulu istilah yang satu ini. Singkatnya, oversharing adalah tindakan mengungkapkan terlalu banyak informasi pribadi, sering kali dalam konteks yang mungkin tidak pantas atau diperlukan. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai situasi, seperti interaksi sosial, komunikasi online, atau bahkan dalam lingkungan profesional. Juga dapat terjadi dalam berbagai organisasi, tak terkeculi bisnis keluarga.

Perlu dibedakan antara oversharing dengan transparansi. Dalam oversharing, segala fakta dan informasi dibagikan sesukanya, tanpa Batasan-batasan. Sementara transparansi bukan berarti semua hal harus diungkap. Ada batasan-batasan yang harus diperhatikan, yaitu data-data terkait keamanan dan kepentingan strategis, data pribadi karyawan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, situasi sensitif dan darurat, perjanjian dengan pihak ketiga, norma budaya dan prinsip etika, serta konteks waktu.

Oversharing dalam bisnis keluarga menjadi isu yang rumit. Mengapa demikian? Di satu sisi, bisnis keluarga dituntut untuk lebih transparan. Hal ini untuk mengikis persepsi yang telanjur melekat: bahwa bisnis keluarga cenderung tertutup dan tidak transparan, hanya terbuka terhadap keluarga. Namun di sisi lain, membagikan terlalu banyak informasi, terutama informasi pribadi atau sensitif, dapat menyulut kesalahpahaman, konflik, dan pelanggaran privasi. Semuanya itu merusak hubungan kekeluargaan sekaligus membahayakan kelangsungan bisnis.

Baca :   Talent Drain: Saat Bintang Memutuskan Hengkang

Sesuatu yang berlebihan biasanya berdampak negatif. Demikian pula dengan oversharing dalam bisnis keluarga. Dampak negatif tersebut mencakup hilangnya rasa saling percaya akibat dilanggarnya privasi; timbulnya konflik dan ketegangan; rusaknya nama baik perusahaan di mata pelanggan, karyawan, dan stakeholders lainnya; serta teralihkannya perhatian perusahaan kepada hal-hal yang tidaak penting sehingga mengganggu produktivitas dan kinerja.

Dalam rangka menghilangkan, atau setidaknya meminimalkan, dampak buruk oversharing di atas, perlu dibangun semacam pagar yang berfungsi sebagai batas dan juga panduan dalam berkomuikasi di tempat kerja, baik komunikasi lisan, maupun tulis, apapun medianya. Tentukan dengan jelas jenis informasi apa yang boleh untuk didiskusikan dalam bisnis dan apa yang tidak boleh disebarluaskan. Keluarga dan karyawan wajib untuk mematuhi aturan dan panduan ini.

Masalah saluran komunikasi juga harus diperhatikan. Tentukanlah saluran komunikasi yang bisa dan boleh digunakan. Hal ini guna memastikan informasi dibagikan secara profesional.

Dalam bisnis keluarga, generasi senior, khususnya orangtua, harus menjadi teladan. Mereka harus memimpin dengan memberi contoh dan menunjukkan praktik komunikasi yang tepat. Hindari berbagi informasi sensitif atau pribadi di tempat kerja kecuali jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan urusan bisnis.

Baca :   TikTok untuk Rekrutmen: Bisakah Memikat Talenta yang Tepat?

Meski menjaga batasan tentang berbagi sangat penting, dialog dan komunikasi terbuka di antara anggota keluarga dan karyawan.juga tak kalah penting. Ciptakanlah peluang untuk diskusi konstruktif tentang tujuan, tantangan, dan strategi bisnis dengan cara yang penuh hormat dan profesional.

Rambu-rambu dalam berbagi Informasi

Untuk mencegah oversharing dalam bisnis keluarga, berikut adalah hal-hal yang boleh (bahkan wajib) dan tidak boleh dilakukan.

Do’s

  1. Menyusun pedoman yang jelas tentang informasi yang boleh dan tidak boleh dibagikan. Hal ini membantu menciptakan batasan dan menumbuhkan budaya profesionalisme.
  2. Menanamkan pemahaman tentang pentingnya kerahasiaan ketika menangani informasi sensitif tentang masalah bisnis, klien, karyawan, dan keluarga. Pastikan setiap orang memahami tanggung jawab mereka untuk menjaga kerahasiaan.
  3. Jika telanjur terjadi oversharing sehingga menimbulkan salah pengertian dan konflik, tanganilah sesegera mungkin.
  4. Pemimpin harus menunjukkan rasa hormat terhadap hal-hal privasi serta menunjukkan batasan-batasan yang sesuai

Don’ts:

  1. Membicarakan keluhan pribadi atau perselisihan keluarga di tempat kerja, terutama di depan karyawan atau klien. Pisahkan urusan pribadi dari operasional bisnis untuk menjaga profesionalisme.
  2. Berbagi informasi tentang bisnis yang bersifat rahasia dengan anggota keluarga atau karyawan yang tidak berkepentingan. Lindungi data sensitif untuk mencegah pelanggaran kepercayaan dan potensi masalah hukum.
  3. Tergoda untuk menyebarkan rumor dalam bisnis keluarga. Rumor berisiko merusak hubungan, rasa saling percaya, dan menciptakan lingkungan kerja yang beracun.
  4. Mencampuradukkan hubungan pribadi dan profesional dalam bisnis keluarga. Jangan sampai perkembangan serta permasalahan pribadi mengganggu kepuusan atau operaasi bisnis.
  5. Meremehkan umpan balik. Jika anggota keluarga atau karyawan menyatakan kekhawatiran tentang oversharing, responslah secara sungguh-sungguh. Atasilah tiap masalah yang muncul, bekerja samalah untuk mencari solusi yang mendorong lingkungan kerja yang positif dan produktif.
Baca :   Glass Cliff: Tantangan Kepemimpinan bagi Wanita dan Minoritas di Tengah Krisis

Dengan mematuhi rambu-rambu di atas, bisnis keluarga lebih mudah mengatasi isu oversharing sekaligus menumbuhkan budaya profesionalisme, rasa saling percaya, dan saling menghormati. Inilah budaya bisnis keluarga yang mampu mertahan dari generasi ke generasi.

Kategori: Family Business

#oversharing

#bisniskeluarga

#transparansi

#familybusiness

#dampaknegatif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait