Turnover Contagion: Responding to the Wave of Resignations that Threatens Team Stability

Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim

Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim. Karyawan mengundurkan diri dari tempat kerja. Itu jelas sudah biasa. Menjadi masalah jika kemudian terjadi apa yang disebut turnover contagion. Moral, stabilitas, dan produktivitas organisasi bisa terguncang.

Persisnya, turnover contagion adalah sebuah fenomena yang terjadi apabila keputusan seorang karyawan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya memicu orang lain untuk melakukan hal yang sama. Efek berantai ini dapat menyebar ke seluruh tim, departemen, atau bahkan seluruh organisasi, terutama ketika karyawan saling terhubung erat atau bekerja dalam lingkungan yang kolaboratif.

Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim

Faktor penyebab turnover contagion tidaklah tunggal. Ada faktor individu, tim, dan perusahaan yang saling terkait. Namun, akar penyebabnya bisa ditelusuri. Apa sajakah? Pertama, pengaruh rekan kerja. Jika ada seorang karyawan yang meninggalkan organisasi, karyawan lain mulai mengevaluasi kariernya. Bagaimanakah masa depan saya dan perusahaan ini? Haruskah saya mencari peluang baru? Bagaimana jika saya mendapatkan tawaran kerja dengan gaji lebih tinggi? Dan sederet pertanyaan lain yang bisa berujung turut hengkangnya karyawan lain.

Kedua, menganggap organisasi sedang tidak baik-baik saja. Jika ada yang mengundurkan diri, karyawan yang masih tinggal boleh jadi menganggapnya sebagai tanda ada yang salah dalam perusahaan. Kesalahan tersebut bisa dari faktor kepemimpinan, pengembangan karier, penghargaan, dan sebagainya.

Ketiga, beban kerja tambahan, Jika ada satu karyawan yang hengkang, pekerjaan dan tanggung jawabnya biasanya dilimpahkan ke karyawan lain seraya menunggu orang baru. Jika tidak diantisipasi, ini bisa mngakibatkan kelelahan dan stres. Bukan tak mungkin ada pengunduran diri selanjutnya.

Baca :   Talent Drain: Saat Bintang Memutuskan Hengkang

Keempat, takut ketinggalan. Ada karyawan yang memutuskan untuk mengundurkan diri setelah melihat rekannya hengkang. Alasannya? Sekadar takut ketinggalan. Padahal, boleh jadi ia sebenarnya baik-baik saja dengan pekerjaan dan perusahaanya. Memang terdengar tidak rasional. Tapi bisa saja terjadi. Apatah lagi dengan bantuan platform seperti LinkedIn. Orang lebih gampang melihat tempat kerja baru bekas rekannya.

Dan kelima, terganggunya budaya organisasi. Ini terutama terjadi jika yang keluar adalah karyawan kunci, artinya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang unggul. Gangguan ini membuat orang yang masih bertahan juga mempertimbangkan untuk pergi.

Mengapa perlu Khawatir?

Turnover contagion berdampak buruk bagi perusahaan. Frekuensi pengunduran diri yang terlalu sering akan menurunkan moral karyawan yang tersisa. Mereka merasa demotivasi, kurang dihargai, atau khawatir tentang masa depannya di perusahaan.

Risiko ini semakin nyata dialami oleh tim dengan jumlah anggota sedikit. Berdasarkan penelitian Visier, tim yang lebih kecil paling berisiko tertular turnover contagion. Misalnya, karyawan yang bekerja dalam tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang memiliki kemungkinan 12,1% lebih besar untuk mengundurkan diri setelah salah satu anggota tim mengundurkan diri, dibandingkan dengan 14,5% untuk tim yang beranggotakan 6 hingga 10 orang. Hal ini lantaran saling ketergantungan yang kuat dan hubungan pribadi antara rekan kerja dalam tim yang lebih kecil

Baca :   Mendobrak Silo Mentality Melalui Mobilitas Talenta

Banyaknya karyawan yang mengundurkan diri mengancam eksistensi pengetahuan institusional. Talenta pergi, pengetahuan ikut pergi. Sementara mencari karyawan dengan kualitas sepadan tidaklah mudah. Merekrut serta melatih mereka membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sudah begitu, tidak ada jaminan mereka akan bertahan lama.

Turnover contagion akan merugikan citra perusahaan. Saat ini, orang dengan mudah menyebarkan hal-hal negatif, terutama melalui media sosial. Meski tidak etis menjelek-jelekkan bekas perusahaan, siapa bisa mencegah?

Kurangi Dampaknya

Setelah memahami akar masalah turnover contagion, tibalah saatnya bagi perusahaan untuk mengatasinya. Jika tidak bisa dihilangkan sama sekali, paling tidak dampaknya bisa dikurangi. Apa yang harus dilakukan? Merespons rumor dan kegelisahan, meningkatkan keterlibatan, program pengembangan profesional dan karier, tidak membebani karyawan di luar kemampuan, berupaya mempererat hubungan antaranggota tim, dan mengamati perkembangan eksternal.

Jika ada rumor atau kegelisahan seputar pengunduran diri karyawan, organisasi hendaknya segera bertindak. Ini bertujuan menenangkan karyawan serta menunjukkan bahwa perusahaan peduli terhadap isu-isu yang menimbulkan ketidakpuasan.

Organisasi harus secara teratur mengukur tingkat keterlibatan (engagement) karyawan. Tingkatkanlah keterlibatan jika dinilai masih kurang. Caranya mengganjar prestasi dengan penghargaan, membangun rasa kebersamaan dan kepemilikan, serta memberikan kesempatan karyawan mengemukakan kritik, saran, dan kekhawatiran mereka. Karyawan tidak akan mudah terpapar turnover contagion jika keterlibatannya tinggi.

Pengembangan profesional dan karier yang jelas membuat karyawan kerasan. Mereka tidak akan muda tergoda tawaran pihak eksternal. Banyak karyawan mundur lantaran sempitnya peluang pengembangan.

Baca :   TikTok untuk Rekrutmen: Bisakah Memikat Talenta yang Tepat?

Jangan bebani karyawan di luar kesanggupan mereka. Termasuk jika mereka harus mengerjakan pekerjaan yang tadinya dikerjakan karyawan yang hengkang. Jika memang dibutuhkan, perusahaan bisa merekrut karyawan sementara untuk membantu.

Hubungan erat antaranggota tim menjadi pelindung terhadap turnover contagion. Rasa saling percaya, kekompakan, dan semangat untuk berkolaborasi harus ditumbuhkan.

Adakalanya, perkembangan eksternal memicu terjadinya turnover contagion. Misalnya pesaing yang menawarkan gaji lebih tinggi atau mengungguli perusahaan lain dalam pangsa pasar dan kualitass produk. Bisa pula ada perusahaan yang sedang berkembang pesat di industri baru. Demikian pula peraturan pemerintah yang menguntungkan perusahaan atau sektor tertentu. Semuanya itu menjadi daya tarik bagi karyawwan untuk pindah kerja, yang berpotensi diikuti rekan kerjanya. Oleh karena itu, perusahaan harus rajin-raji mengikuti perkembangan dan tren terbaru.

Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim

Kategori: Human Capital & Talent Management

#turnover contagion #efek berantai #beban kerja #moral karyawan #pengetahuan institusional #citra #rumor #engagement #karier #eksternal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait