Pros and Cons of Experiential Hiring

Pro Kontra Experiential Hiring

Pro Kontra Experiential Hiring. Organisasi tak pernah jemu mencari carai paling manjur dalam merekrut karyawan. Tujuannya jelas: mendapatkan orang yang tepat sehingga menambah nilai bagi organisasi. Selain kredensial dan kualifikasi, organisasi juga mencari pengetahuan dan keterampilan aktual, bukan hanya historis, calon karyawan. Cara perekrutan yang lebih inovatif perlu digunakan. Salah satunya adalah experiential hiring.

Experiential hiring menitikberatkan pada penilaian kandidat melalui pengalaman langsung yang mencerminkan tugas pekerjaan yang sesungguhnya. Jadi, organisasi tidak hanya bergantung pada resume dan wawancara. Melalui experiential hiring, kandidat diminta untuk membuktikan kapabilitas mereka dalam tindakan yang lebih nyata. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya mencakup penugasan atau proyek jangka pendek, simulasi atau studi kasus terkait pekerjaan, uji coba pekerjaan atau magang, dan juga latihan bekerja sama menyelesaikan masalah.

Pro Kontra Experiential Hiring

Jadi, melalui experiential hiring ini, kandidat tidak hanya bercerita tentang pengetahuan dan keterampilan mereka, tetapi harus membuktikannya dalam situasi yang lebih konkret. Metodi ini memperkaya wawasan perusahaan tentang calon karyawan, termasuk kecocokannya dengan budaya perusahaan.

Apa sajakah kelebihan experiential hiring ini? Paling utama, perusahaan jadi tahu lebih banyak dan dalam tentang kemampuan calon karyawan. Jadi, tidak hanya di permukaan. Resume dan wawancara kerap hanya memberikan informasi terbatas, sementara tes tugas praktis mampu memberikan gambaran yang lebih jelas. Misalnya, calon karyawan untuk bagian pemasaran diminta untuk membuat program promosi perusahaan. Atau pengembang perangkat lunak diminta membuat coding. Hal ini membuat perusahaan mengetahui lebih dalam tentang kreativitas, keterampilan teknis, dan kemampuan kandidat dalam memecahkan masalah.

Baca :   Mengatasi Kelelahan Digital (Digital Fatigue)

Berikutnya, memberi gambaran lebih jelas tentang sejauh mana calon karyawan cocok dengan budaya perusahaan. Hal ini lantaran saat rekrutmen, kandidat harus berinteraksi dengan orang lain, sistem, proses, dan prosedur dalam organisasi. Melalui interaksi ini, dapat diketahui apakah nilai-nilai, sikap, dan perilaku kandidat sejalan dengan budaya organisasi.

Kekeliruan dalam merekrut mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Melalui pengamatan langsung dalam experiential hiring, organisasi dapat menilai dengan lebih akurat apakah calon karyawan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan atau tidak. Dengan kata lain, hasilnya lebih objektif. Berbeda halnya dengan hanya membaca resume atau mewawancarai kandidat yang hasilnya terkadang menyesatkan.

Dari sisi calon karyawan, experiential hiring juga punya kelebihan. Sejumlah kandidat memandang cara ini lebih memikat. Di samping menambah pengalaman, caalon karyawan jadi lebih paham tugas, peran, dan ekspektasinya jika kelak bergabung dengan organisasi. Dari ini, kandidat bisa memutuskan apakah pekerjaan yang ditawarkan cocok atau tidak bagi mereka.

Waktu yang lebih Lama

Namun, experiential hiring juga memiliki kekurangan. Paling utama adalah waktu pelaksanaannya yang lebih lama. Tidak mudah merancang serta mengelola sebuah simulasi dan proyek uji coba. Waktu menjadi masalah jika perusahaan membutuhkan karyawan dalam waktu cepat.

Meski lebih objektif, bukan berarti experiential hiring bebas bias. Misalnya, ada calon karyawan yang hasil tes-nya bagus namun belum tentu unggul untuk jangka panjang. Hal ini lantaran si kandidat kurang menguasai bidang-bidang tertentu. Namun, karena saat proses experiential hiring mampu menunjukkan hasil yang mengesankan, maka dialah yang dipilih.

Baca :   Menyiapkan SDM Menghadapi Krisis

Dalam proses experiential hiring, tingkat stres yang dialami kandidat lebhi tinggi ketimbang dalam perekrutan tradisional. Tidak semua kandidat tahan dalam hal ini. Ada kandidat yang sebenarnya kapabel dalam kondisi normal. Namun lantaran merasa tertekan saat proses experiential hiring, hasil ujiannya menjadi tidak optimal. Padahal, ia bukannya tidak mampu, tetapi perlu waktu menyesuaikan diri.

Proses experiential hiring membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari membuat simulasi hingga memberi kompensasi kepada kandidat yang mengikuti proses ini. Ini jelas lebih mahal dibandingkan perekrutan konvensional. Bisnis kecil atau organisasi dengan anggaran terbatas mungkin merasa sulit untuk menerapkannya.

Potensi perkembangan dalam jangka panjang juga tidak bisa diprakirakan secara tepat meski saat proses experiential hiring kandidat menunjukkan kinerja yang baik. Bisa saja kandidat yang kinerjanya biasa-biasa saja saat proses experiential hiring justru melambung kinerjanya karena mau belajar dan pandai beradaptasi.

Perlu pula diingat bahwa tidak semua jenis pekerjaan cocok menggunakan experiential hiring untuk merekrut orang yang tepat. Metode ini bisa digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan teknis yang spesifik atau kreatif seperti desain grafis, pengkodean, atau manajemen proyek; pekerjaan yang menuntut kolaborasi dan kecocokan budaya atau berhadapan langsung dengan pelanggah; dan pekerjaan yang bergerak cepat yang mengandalkan kecakapan pemecahan masalah dan kemampuan menyesuaikan diri.

Jika memutuskan untuk menerapkan experiential hiring, ada hal yang harus diperhatikan organisasi. Hal-hal tersebut adalah titik berat penilaian, proses yang inklusif dan adil, kompensasi selama proses, dan keseimbangan antara experiential hiring dengan metode konvensional.

Baca :   Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim

Tentukan dengan jelas alasan serta hal-hal yang ingin dinilai dalam experiential hiring. Baik itu keterampilan teknis, kemampuan memecahkan masalah, atau kecocokan budaya. Dengan demikian, tugas yang akan diberikan dalam experiential hiring relevan dengan kebutuhan perusahaan.

Jangan menciptakan skenario yang merugikan calon tertentu. Misalnya, proses experiential hiring hanya menguntungkan kandidat dengan latar belakang tertentu, sedangkan di lain pihak ada kandidat yang masih asing dengan proses atau alat tertentu. Jika terjadi yang demikian itu, hasilnya akan bias.

Pertimbangkanlah untuk memberikan kompensasi bagi kandidat yang rela menyediakan waktu dan upaya untuk mengikuti experiential hiring. Hal ini sebagai bentuk penghargaan kepada mereka.

Apa pun hasilnya, tiap-tiap kandidat yang telah berpartisipasi dalam experiential hiring dengan sungguh-sungguhlayak memperoleh umpan balik yang konstruktif. Hal ini bukan saja berguna bagi kandidat, melainkan juga bagi perusahaan berupa reputasi di mata para pencari kerja.

Jangan pernah meminggirkan perekrutan konvesional meski experiential hiring mampu memberikan wawasan baru. Mengapa? Hal ini demi menciptakan kerangka evaluasi yang komprehensif. Bagaimanapun, faktor historis pekerjaan dan latar belakang karyawan tak bisa diabaikan begitu saja.

Pro Kontra Experiential Hiring

Kategori: Human Capital & Talent Management

#experiential hiring #kandidat #kapabilitas #budaya #stres #biaya #waktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait