Suku Minangkabau memiliki adat istiadat dan budaya yang khas. Termasuk dalam hal kepemimpinan. Sistem kepemimpinan suku Minangkabau berakar dari filsafat, adat istiadat, dan ajaran Islam. Sistem ini dapat menjadi inspirasi bagi pemimpin di mana juga.
Orang-orang dari suku Minangkabau berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Siapa yang meragukan kemampuan dan kontribusi Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, Mohammad Yamin, Hamka, dan Mohammad Natsir?
Saat Indonesia merdeka pada 1945, belum banyak rakyat yang mengenyam pendidikan. Masih sedikit yang memiliki keahlian profesional dan kemampuan teknis mengelola negara. Sebagian besar dari tenaga ahli dan berpendidikan ini berasal dari Minangkabau. Di samping itu, orang Minangkabau juga dikenal dengan kepandaiannya berdagang.
Nilai-Nilai Kepemimpinan di Suku Minangkabau
Berikut nilai-nilai kepemimpinan masyarakat Minangkabau yang bisa kita pelajari:
1. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan menjadi salah satu nilai utama dalam kepemimpinan suku Minangkabau. Keputusan yang diambil harus adil dan tepat. Jangan hanya mempertimbangkan satu, tetap berbagai sudut pandangan. Yang paling utama adalah kesejahteraan pemangku kepentingan dan alam sekitar. Jangan sampai satu keputusan menguntungkan satu pihak, namun membuat pihak lain menderita. Ini tecermin dalam pepatah Minangkabau “Alam takambang jadi guru” (Alam terkembang menjadi guru), yang menekankan pentingnya belajar dari alam dan lingkungan sekitar.
2. Menjadi seorang pembelajar

Pemimpin yang baik juga sekaligus pendengar yang baik. Mereka juga pandai dan rajin berefleksi. Setiap kejadian atau situasi menjadi bahan pelajaran. Di zaman modern, katakteristik semacam ini jengan sangan relevan. Perkembangan zaman yang pesat menuntut semua orang untuk belajar tanpa henti.
3. Demokratis
Suku Minangkabau dikenal dengan karakternya yang demokratis. Hal ini juga tecermin dalam sistem kepemimpinan suku tersebut, yang menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Berbagai pihak akan dilibatkan dalam diskusi. Termasuk yang dilibatkan adalah para ninik mamak (pemimpin adat), alim ulama, dan perwakilan masyarakat.
Dengan musyawarah dan mufakat yang melibatkan berbagai pihak ini, keputusan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan segelintir orang (meski tidak bisa memuaskan semua pihak). Intinya, kebutuhan bersama lebih diutamakan dibandingkan kebutuhan individu.
Prinsip musyawarah dan mufakat ini sangat sesuai dengan era modern. Bukan zamannya lagi seorang pemimpin merasa tahu segalanya. Diskusi, musyawarah, dan mufakat yang dibudayakan dalam perusahaan akan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Orang akan merasa dihargai.
Ada pepatah suku Minangkabau yang menyatakan Yang disembah itu pada hakikatnya adalah adilnya, dan benarnya, bukan rajanya itu sendiri. Ini juga tercermin dari ungkapan lainnya: “Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu panghulu barajo ka nan bana, nan bana badiri sandirinyo.” Jelas bahwa yang raja di Minangkabau itu pada hakikatnya bukanlah orang tetapi nan bana atau kebenaran. Ujung dari semua yang benar itu tiada lain adalah yang memiliki kebenaran yang mutlak yang berdiri sendirinya itu, yaitu Allah.
4. Menjunjung integritas
Masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi integritas. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan. Integritas juga kerap diidentikkan dengan kejujuran. Tak sampai di situ, pemimpin juga harus meneladani pengikut atau karyawannya. Pada akhirnya, integritaslah yang membuat organisasi bertahan lama dan mampu melalui aneka badai krisis.
Servant Leadership Masyarakat Minangkabau
Saat ini banyak orang yang berbicara tentang servant leadership. Sebenarnya, konsep ini telah lama hidup dan dipraktikkan suku Minangkabau. Seorang pemimpin harus melayani orang yang dipimpinnya agar mereka sejahtera. Hal ini tercermin dalam peran ninik mamak, yang tidak hanya sebagai pemimpin adat, tetapi juga sebagai pelindung dan penjaga harmoni masyarakat.

Budaya Minangkabau dikenal dengan sistem matrilineal, hubungan keturunan melalui garis kerabat perempuan. Jelaslah bahwa perempuan berperan penting dalam budaya Minangkabau. Jadi, ada keseimbangan jender dalam pengambilan keputusan. Ini menunjukkan bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin yang andal, sama dengan laki-laki.
Bagi masyarakat Minangkabau, pendidikan dan pengetahuan bernilai sangat tinggi. Tak heran demi mendapatkan pengetahuan, masyarakat Minangkabau rela merantau, baik daerah lain di Indonesia maupun ke luar negeri. Mereka haus akan ilmu. Pemimpin yang tak pernah berhenti belajar dan mendorong karyawannya untuk selalu menimba ilmu dan pengetahuan akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan dan masalah.
Sebetulnya, masih ada filsafat suku Minangkabau lainnya yang dapat menjadi pedoman universal dalam memimpin. Di sini akan disampaikan beberapa di antaranya. Misalnya Pai tampek batanyo, pulang tampek ba barito (pergi tempat bertanya, pulang tempat berberita). Maknanya, pemimpin berfungsi sebagai penasihat atas segala isu yang dihadapi pengikut atau karyawan. Selanjutnya, ada Tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum Ambun (tengkurap sama makan tanah, telentang sama minum embun). Maknanya kurang lebih menanggung bersama-sama segala risiko daru upaya yang dilakukan bersama. Ada pula peribahasa didahulukan salangkah, ditinggikan sarantiang (didahulukan selangkah, ditinggikan seranting). Maknanya adalah hendaknya jarak antara orang pemimpin dengan yang dipimpinnya tidak terlalu jauh. Pun, jangan ada dinding pemisah antara pemimpin dengan yang dipimpinnya. Segala aturan harus dipatuhi. Semua masalah hendaknya diselesaikan, jangan sampai ada yang menggantung.
#kepemimpinan #minangkabau #kebijaksanaan #musyawarah #mufakat #integritas #servant leadership #matrilineal
Related Posts:
Digital Detox untuk Pemimpin: Mengurangi Ketergantungan Terhadap Teknologi
Integritas Pemimpin Ketika Diuji: Pelajaran Berharga dari Kasus eFishery
Dead Horse Syndrome: Mengenali Waktu Tepat untuk Berubah dalam Kepemimpinan
Tantangan Nyata Dibalik Kegagalan Pemimpin Menangani Superstar
Transformational Leadership vs Servant Leadership: Which one is More Relevant?