Bridging the Generation Gap in the Face of the Talent Cliff

Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff

Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff. Generasi baby boomers makin banyak yang pensiun. Generasi X makin banyak yang menduduki posisi kepemimpinan dan manajerial. Generasi Y atau milenial makin dominan di dunia kerja. Generasi Z mulai memasuki dunia kerja. Dengan kondisi seperti ini, organisasi berpotensi mengalami apa yang disebut tebing bakat atau talent cliff. Fenomena ini, yang ditandai dengan hilangnya pengetahuan dan keterampilan institusi secara cepat karena banyaknya karyawan yang pensiun, menimbulkan tantangan signifikan bagi manajemen talenta yang berkelanjutan.

Menjembatani kesenjangan antargenerasi sangat penting untuk mengurangi jurang bakat ini. Dengan mendorong kolaborasi antargenerasi, mengadopsi praktik tempat kerja yang inklusif, dan menyelaraskan nilai-nilai lintas generasi, organisasi dapat mempertahankan bakat-talenta-talenta terbaik, membangun tim yang tangguh, dan mempersiapkan karyawan menyongsong masa depan yang penuh tantangan.

Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff

Kesenjangan generasi terjadi tatkala tiap-tiap generasi memiliki gaya komunikasi, nilai-nilai dan preferensi kerjanya masing-masing. Generasi baby boomers, misalnya, dikenal dengan etos kerjanya dan loyalitas yang tinggi. Tak heran bila orangtua kita dahulu jarang berpindah-pindah kerja hingga pensiun. Selain itu, mereka sangat menghargai struktur organisasi yang hierarki. Penghargaan prestasi kerja pun belum sekompleks saat ini, hanya terbatas pada promosi dan kenaikan gaji. Generasi X adalah generasi menghargai work-life balance, menginginkan otonomi lebih besar, dan tidak suka diatur untuk hal-hal remeh temeh. Generasi Y tumbuh di tengah pesatnya perkembangan internet, teknologi informasi, dan kebebasan politik. Mereka melek teknologi, berorientasi pada tujuan, menghargai fleksibilitas, inklusivitas, serta peluang untuk berkembang dan berinovasi. Sementara generasi Z adalah warga digital. Mereka mengharapkan integrasi teknologi yang mulus dalam pekerjaan dan memprioritaskan kesehatan mental, keberlanjutan, dan keberagaman.

Baca :   Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim

Makin banyaknya baby boomers yang pensiun rupanya membuat potensi talent cliff makin besar. Generasi yang lebih muda seyogianya tidak meremehkan baby boomers. Ada pengetahuan, keterampilan, dan kebijaksanaan tertentu yang belum dikuasai sepenuhnya oleh generasi di bawah baby boomers. Banyak dijumpai, generasi baby boomers yang sudah pensiun kemudian dipanggil lagi untuk bekerja membantu Perusahaan. Di samping itu, banyak pula Perusahaan yang masih menerima baby boomers untuk bekerja berkat pengalaman dan keterampilan mereka yang Istimewa. Di level negara, saat ini banyak generasi baby boomers yang terpilih menjadi kepala negara atau kepala pemerintahan secara demokratis. Contohnya adalah Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, dan juga Indonesia.

Dampak Buruk

Jurang bakat berdampak buruk bagi organisasi. Pengetahuan dan keterampilan yang berharga menjadi hilang. Keberlanjutan kepemimpinan menjadi terganggu. Biaya untuk merekrut dan melatih karyawan meningkat. Ketegangan akibat kesenjangan generasi juga menghebat.

Bagaimana mengatasinya? Organisasi dapat menggalakkan mentorship lintas generasi. Generasi Baby Boomers dan Generasi X dapat berbagi pengetahuan kelembagaan, wawasan kepemimpinan, dan keahlian teknis. Generasi Milenial dan Generasi Z dapat memperkenalkan perspektif baru, Kemahiran digital, dan pendekatan inovatif. Misalnya, memasangkan seorang insinyur senior yang pensiun dengan seorang karyawan junior memungkinkan terjadinya transfer keterampilan teknis sekaligus memungkinkan karyawan senior tersebut mempelajari alat atau teknologi baru.

Baca :   Menyiapkan SDM Menghadapi Krisis

Berikutnya, meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Generasi Baby Boomers dan Generasi X sering kali lebih menyukai pertemuan tatap muka atau menggunakan surat elektronik (e-mail), sementara Generasi Milenial dan Generasi Z lebih menyukai pesan instan dan platform kolaboratif (meski tentunya hal ini tidak selalu demikian). Menghadapi situasi yang demikian itu, Perusahaan dapat menyediakan saluran komunikasi yang beragam guna mengakomodasi aneka macam preferensi. Perlu diingat, bahwa komunikasi bukanlah soal alat semata. Karyawan harus terampil berkomunikasi dengan orang-orang dari generasi yang berbeda. Untuk kepentingan ini, Perusahaan bisa mengadakan pelatihan. Perlu pula diadakan interaksi informal untuk mebibfkatkan keakraban.

Agar pengetahuan tidak hilang, pengetahuan institusional perlu disebarluaskan. Pengetahuan institusional adalah kumpulan informasi, pemahaman, dan wawasan yang dimiliki oleh suatu organisasi atau institusi yang berkembang seiring waktu melalui pengalaman, praktik, dan proses yang berlangsung di dalamnya. Pengetahuan ini mencakup berbagai aspek, seperti kebijakan, prosedur, budaya, nilai, cara kerja, hingga hubungan internal dan eksternal yang menjadi bagian integral dari keberlangsungan institusi tersebut. Pengetahuan institusional bersifat unik bagi setiap organisasi karena terbentuk dari sejarah, struktur, dan pengalaman spesifik institusi tersebut. Untuk menyebarluarkan pengetahuan institusional tersebut, Perusahaan dapat mengembangkan manajemen pengetahuan tempat karyawan yang pensiun dapat mendokumentasikan proses, praktik terbaik, dan wawasan historis.

Baca :   PHK Karyawan Gen Z : Bagaimana Mengikis Stigma Gen Z?

Untuk mempertahankan talenta dari generasi mana pun, organisasi bisa menawarkan pengaturan kerja yang fleksibel. Misalnya, menawarkan opsi pensiun bertahap bagi karyawan yang akan pensiun. Tujuannya agar mereka bisa membimbing karyawan yang lebih muda. Contoh lainnya adalah menawarkan perpindahan karier lateral untuk menjajaki berbagai peran tanpa harus terpaku pada jenjang karier tradisional. Untuk generasi Y dan Z, yang kariernya masih panjang, tentu saja dapat disusun program pengembangan karier yang sifatnya personal.

Seperti disebutkan sebelumnya, tiap-tiap generasi punya nilia-nilai yang dianutnya masing-masing. Organisasi bisa menyelaraskan nilai-nilainya dengan prefernsi tiap generasi.

Jangan lupa melakukan reskilling dan upskilling yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap-tiap generasi. Tujuannya selain demi pemerataan pengetahuan, tentu agar Perusahaan lebih kompetitif. MIsalnya pelatihan kepemimpinan untuk generasi Y dan Z dan keterampilan digital untuk generasi di atasnya.

Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff

Kategori: Human Capital dan Talent Management

#talent cliff #kesenjangan generasi #baby boomers #generasi X #generaasi Y #generasi Z #kolaborasi #pengetahuan institusional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait