Mengentas Middle Income Trap

Mengentas Middle Income Trap

Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa Indonesia sedang berjuang keluar dari kategori negara berpenghasilan menengah untuk menjadi negara maju. Indonesia jangan sampai seperti negaraAmerika Latin,  yang terjebak menjadi negara berpenghasilan menengah (middle income trap) selama beberapa dekade tanpa mampu naik kelas menjadi negara maju.

Secara singkat, middle income trap adalah  keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju. Ciri-ciri middle income trap adalah rendahnya investasi, lambatnya pertumbuhan, kurangnya diversifikasi, dan lapangan kerja yang buruk. Akibatnya, negara tersebut hanyalah menjadi negara medioker. Pencapaiannya relatif biasa-biasa saja (tidak jelek, namun juga tidak mentereng). Kalaupun ada kemajuan, lajunya kalah cepat dengan negara lain. Ini dapat dianalogikan dengan kompetisi liga sepak bola. Ada tim yang meski mampu bertahan di divisi utama (seperti Premier League di Inggris, Serie A di Italia, atau La Liga di Spanyol), namun selalu berada di papan tengah, sulit menembus dominasi tim papan atas.

Baca :   Celebrating Small Wins

Apa yang terjadi di level negara tersebut ternyata bisa terjadi di level perusahaan.

Perusahaan yang terancam masuk jebakan kelas medioker memiliki gejala kurangnya visi, terlena dengan kesuksesan masa lalu dan posisi saat ini, kepemimpinan yang buruk, tidak mau berubah, banyaknya talenta yang meninggalkan perusahaan dan pada saat yang sama sulit mencari talenta baru, mandeknya inovasi, buruknya strategi, dan, yang paling parah, kurang peduli etika dan tata kelola.

Lantas bagaimanakah caranya agar perusahaan dapat lolos dari jebakan kelas medioker ini? Sumber daya manusia (SDM)  yang unggul menjadi kunci kesuksesan. Perusahaan yang berorientasi ke masa depan wajib memiliki talenta-talenta dengan keahlian fungsional khusus, misalnya dalam bidang SDM, keuangan, produksi, operasi, penjualan, dan teknologi (terutama teknologi digital dan kecerdasan buatan). Kehadiran mereka makin penting seiring dengan pertumbuhan, diversifikasi, dan globalisasi.  Berikutnya, menggalakkan inovasi. Di samping itu, jangan ragu menggunakan teknologi terbaru, tentunya yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.  Pada gilirannya, teknologi akan menjadi senjata untuk bersaing.

Baca :   Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim

Basis konsumen yang semakin mengglobal, munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru seperti China dan India, menciptakan peluang bagi banyak perusahaan, di samping tentunya pasar domestik Indonesia yang besar. Perusahaan perlu menciptakan rencana pertumbuhan, baik secara organk maupun nonorganik. Dalam hal ini, pertumbuhan dapat berarti merambah pasar geografis yang baru (bukan hanya domestik melainkan juga pasar regional dan global), produk baru, maupun sarana dan prasarana yang lebih luas dan modern.

Faktor budaya tak kalah penting. Penting untuk dikembangkan budaya organisasi yang adaptif, yang mendorong setiap insannya untuk berinovasi, berkolaborasi, beretika, dan mau terus belajar.  Melalui budaya semacam inilah perusahaan dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman sehingga mampu unggul dalam kompetisi.

Perusahaan yang mampu keluar dari jebakan kelas medioker tidak identik dengan besar kecilnya ukuran perusahaan. Di Jerman,  seperti dikemukakan Elhafed, banyak perusahaan kecil dan menengah, yang dikenal dengan istilah Mittelstand, yang mampu lekuar dari jebakan kelas medioker ini. Mereka punya produk yang bukan hanya berkualitas tinggi, melainkan juga didukung oleh brand yang kuat, pelanggan yang loyal, dan karyawan yang berdedikasi. Perusahaan-perusahaan ini biasanya dimiliki oleh keluarga dan berbasis di kota-kota kecil. Mittelstand menjadi tulang punggung ekonomi Jerman. Di banyak kota di Jerman, mayoritas karyawan bekerja untuk  Mittelstand. Pada 2020, perusahaan-perusahaan ini mempekerjakan lebih kurang 58 persen tenaga kerja di Jerman dan berkontribusi sekitar 34 persen dari pendapatan nasional negara itu. Ternyata, Mittelstand ini rajin berinovasi, rajin mengadopsi teknologi baru, dan terpenting, memiliki talenta yang mumpuni.

Baca :   TikTok untuk Rekrutmen: Bisakah Memikat Talenta yang Tepat?

Kategori: Business and Organization Transformation #jokowidodo    #middleincometrap    #medioker       #Mittelstand

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait