Di dunia kerja yang ramai dan beraneka ragam, di tengah-tengah para pekerja yang rajin dan kontributor yang berdedikasi, ada karakter berbeda yang dikenal sebagai istilah “Loud Labourer”
Sering kali lebih sering didengar daripada dilihat, individu ini membuat kehadirannya dikenal bukan melalui kontribusi yang mendalam, melainkan melalui suara yang keras dan promosi diri.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan loud labourer, dan bagaimana perilaku mereka memengaruhi dinamika tim dan produktivitas secara keseluruhan?
Apa yang dimaksud dengan Loud Labourer?
Istilah “Loud Labourer” mengacu pada mereka yang bersikeras menarik perhatian pada fakta bahwa mereka sedang bekerja – terlepas dari apakah mereka benar-benar melakukan pekerjaan yang produktif atau tidak.
Menurut Vicki Salemi, seorang pakar karier di portal pekerjaan Monster.com: “Loud Labourer ada karena mereka kurang percaya diri atau merasa tidak aman. Selain itu, beberapa orang termotivasi oleh penghargaan dan pengakuan eksternal daripada kepuasan yang melekat pada pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa mengarah pada fokus pada visibilitas dan promosi diri untuk menarik imbalan ini.”
Terjemahan bebas dari loud laborer adalah “pekerja yang berisik”. Mereka biasanya menghabiskan lebih banyak waktu untuk mendiskusikan pekerjaannya dari pada benar-benar mengerjakannya.
Bagaimana Pengaruh Loud Labourer terhadap Tim?
Ketika ada seorang Loud Labourer dalam tim, orang-orang yang lebih suka melakukan pekerjaan mereka dengan tenang mungkin akan merasa tersisih. Mereka mungkin membuat semua orang berpikir bahwa menjadi berisik dan mencolok lebih penting daripada melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini bisa membuat orang lain merasa bahwa mereka juga harus berisik, meskipun mereka tidak menginginkannya.
Karena semua kebisingan ini, tim mungkin berhenti bekerja sama dengan baik. Alih-alih membantu satu sama lain, mereka mungkin bersaing untuk melihat siapa yang bisa mendapatkan perhatian paling banyak. Hal ini dapat membuat tim merasa kurang seperti sebuah tim dan lebih seperti kontes yang berisik.
Ada banyak tipe-tipe karyawan di dunia kerja. Salah satu yang sedang tren adalah “Loud Laborer” untuk menggambarkan mereka yang banyak bicara tentang pekerjaannya namun sedikit bekerja.
Menurut Nicole Price, seorang pelatih kepemimpinan dan pakar tempat kerja. yang dikutip dari CNBC Make It, loud laborer adalah karyawan yang suka menunjukkan pekerjaan mereka agar diketahui oleh banyak orang.
Mereka menggunakan berbagai metode promosi diri, dengan cara berbicara lebih banyak tentang apa yang mereka lakukan atau rencanakan daripada menyelesaikan pekerjaannya.
Dikutip dari The Guardian, ketika mengerjakan pekerjaan, karyawan loud laborer akan memberitahu semua orang apa yang telah mereka lakukan. Bahkan, mereka juga akan membagikan pekerjaannya melalui sosial media. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian, atau imbalan yang lebih besar, walaupun hanya sebuah pujian.
Spicer yang juga seorang dekan Bayes Business School itu menyebut, pekerja yang berisik adalah mereka yang pekerjaan utamanya menceritakan kepada orang lain apa saja yang sudah mereka kerjakan.
Menurut pelatih kepemimpinan Nicole Price, para pekerja itu juga sering sekali mempublikasikan diri mereka di luar lingkungan kantor.
“Pekerja berisik seringkali cukup paham politik dan sangat aktif di jejaring sosial profesional, tempat mereka mempublikasikan job desk dan pencapaian mereka,” kata Price.
Para pekerja berisik ini pada akhirnya akan menciptakan lingkungan bahwa promosi diri sendiri dan visibilitas jauh lebih penting dari hasil kerja.
Hal ini bisa berpengaruh pada moral di lingkungan kerja, di mana karyawan yang kurang bisa mempromosikan diri merasa apa yang mereka lakukan kurang dihargai. Bisa jadi karier para pekerja berisik akan lebih cepat melesat.
Apa yang Harus Dilakukan Perusahaan Saat Menghadapi Loud Laborer?
Dibutuhkan pemimpin yang bijaksana dalam memberi perlakuan yang adil antara karyawan loud laborer dan karyawan yang lebih pendiam.
Pemimpin harus memahami bahwa perusahaan juga berjalan berkat karyawan yang lebih berfokus dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini adalah pekerja yang lebih banyak melakukan aksi dan fokus terhadap tugas-tugasnya, serta sedikit bicara.
Mereka juga turut berkontribusi dalam mendukung perusahaan. Jadi, bukan memberikan penghargaan terhadap karyawan yang lebih visual dan vokal saja.
Namun, bukan berarti yang lebih vokal adalah tipe karyawan yang buruk. Penting bagi pemimpin untuk mengenali gaya kerja masing-masing pekerja. Beberapa lebih vokal tentang upaya mereka, sementara yang lain lebih tenang dan lebih fokus pada tugas yang ada.
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemimpin yang baik akan melihat kelebihan para karyawannya dan mengolaborasikannya sehingga jadi satu harmoni yang dapat memajukan perusahaan.
Perihal kekurangan karyawan, perusahaan juga wajib memberikan kesempatan akan komunikasi yang terbuka serta transparan. Memberikan serangkaian pelatihan pengembangan diri merupakan ide yang bijaksana.
Price menyarankan, jika terdapat karyawan yang lebih banyak bicara daripada mengutamakan hasil dalam suatu tim, bicarakan dengan mereka tentang masalah ini. Berikan umpan balik konstruktif yang mendorong keseimbangan antara promosi diri dan kerja produktif. Hal tersebut tidak hanya membantu individu tetapi juga menguntungkan seluruh tim serta perusahaan.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, memahami fenomena “Pekerja berisik” memberikan wawasan yang berharga tentang interaksi perilaku individu di tempat kerja. Dengan mengenali motivasi yang mendasarinya, mengatasi dampaknya terhadap kerja tim, dan menerapkan strategi yang mendorong budaya kerja yang seimbang, organisasi dapat secara efektif mengelola dinamika ini dan menciptakan lingkungan di mana kontribusi setiap anggota tim dihargai, diakui, dan dirayakan atas nilainya yang otentik.
#Loud Labourer
#sedikit bekerja #banyak bicara