Perusahaan yang sukses pastilah memiliki sumber daya serta kapabilitas yang menjadi “senjata” untuk mengungguli pesaingnya. Sumber daya dan kapabilitas inilah yang dikenal dengan istilah kompetensi utama atau core competency. Sumber daya manusia, aset fisik, paten, ekuitas merek, dan modal suatu perusahaan semuanya dapat memberikan kontribusi terhadap core competency. Tahukah Anda bagaimana core competency membentuk pemain utama industri? Menurut Prahalad dan Hamel, sumber daya dan kapabilitas dapat menjadi core competency jika memiliki tiga syarat, yaitu sulit ditiru oleh pesaing, bersifat langka, dan memberikan nilai tambah yang tinggi bagi pelanggan.
Core competency banyak jenisnya. Misalnya kualitas produk yang unggul, teknologi mutakhir dan inovatif, layanan terbaik bagi pelanggan, budaya perusahaan yang adaptif, biaya yang efisien, strategi pemasaran yang jitu, dan sebagainya.
Untuk lebih memahami core competency ini, marilah kita lihat contoh BYD berikut. Selama ini, jika bicara tentang kendaraan elektrik atau electric vehicle (EV), yang langsung terpikirkan oleh banyak orang adalah Tesla milik Elon Musk. Padahal, ada produsen EV yang tak kalah fenomenalnya: BYD, singkatan dari Build Your Dream, buatan China.
BYD didirikan pada 1995 di Shenzhen. Awalnya, BYD memproduksi baterai isi ulang (rechargeable battery) yang digunakan untuk telepon pintar, laptop, dan barang elektronik lainnya. Pesaingnya adalah produk sejenis asal Jepang, yang harganya lebih mahal.
Pada awal 2000-an, pemerintah China memberikan fasilitas subsidi dan pembebasan pajak untuk produksi energi terbarukan. EV, yang saat itu masih dalam tahap awal pengembangan, turut terdampak kebijakan ini. BYD melihat peluang. Maka, baterai yang mereka produksi menjadi cikal bakal EV nantinya. Memang, baterai menjadi salah satu komponen termahal dari EV. Dengan baterai yang diproduksi sendiri, BYD menghemat banyak uang. Hal ini berbeda dengan Tesla, yang harus mendatangkan baterai untuk EV-nya dari pihak ketiga. UOB melaporkan bahwa Seagull, salah satu produk EV BYD, meraih keuntungan 15 persen lebih besar dibandingkan produk Tesla yang dibuat di China.
Warren Buffet, sang investor legendaris, membeli 10 persen saham BYD pada 2008. Menurutnya, suatu saat BYD akan menjadi pemain terkemuka industri otomotif yang semakin didominasi EV. Prediksi Buffet tidak meleset. Saat ini, berkat BYD, China mendominasi produksi global EV.
Apa resep kesuksesan kendaraan listrik BYD sehingga mampu bersaing, bahkan unggul di sejumlah tempat, dengan Tesla dan juga dengan produsen EV lainnya? Yang paling menonjol terletak pada teknologi baterai yang digunakan sehingga memungkinkan BYD mampu menghasilkan produk dengan harga lebih rendah namun tetap berkinerja unggul. Teknologi ini bahkan mulai digunakan juga oleh Tesla. Teknologi baterai inilah yang menjadi core competencyBYD. Keunggulan teknologi baterai ini tidak dibangun dalam waktu singkat, tetapi dikembangkan berdasarkan pengalaman BYD yang memadai, yang mengawali bisnisnya dengan memproduksi baterai.
Di samping teknologi baterai, kompetensi utama berikutnya dari BYD adalah kualitas dan biaya berkat integrasi vertikal. Artinya, BYD memproduksi banyak komponennya sendiri, termasuk baterai, motor listrik, dan elektronik. Integrasi ini memungkinkan kendali yang lebih baik terhadap kualitas dan biaya, sehingga memberikan keunggulan kompetitif.
Kapabilitas lainnya yang tak kalah penting adalah penelitian dan pengembangan (R&D). BYD sangat menguasai penelitian dan pengembangan teknologi dari tiga komponen inti kendaraan energi baru yaitu baterai, motor dan kendali elektronik,dan memiliki lini produksi otomatis berskala besar yang lengkap, dengan kapasitas produksi baterai yang kuat
Tentunya, kompetensii utama BYD bukan hanya teknologi baterai. Jika hanya mengandalkan teknologii baterai, BYD tidak mungkin mengalahkan Tesla sebagai produsen EV terbesar di dunia pada 2022. Kompetensi utama lainnya dari BYD mencakup produk yang tahan lama, layanan pelanggan yang andal, dan talenta yang unggul. Dengan kata lain, perusahaan harus menguasai sebanyak mungkin core competencyagar mampu bersaing.
Tantangan Core Competency
Dalam perjalanannya, perusahaan tak boleh terlena dengan segala kompetensi utama yang selama ini menopang keunggulan bersaing. Ada tantangan yang harus dihadapi. Yang utama adalah persaingan. Pesaing dapat mengejar dan menirucore competency, sehingga mengikis keunggulan kompetitif. Dalam kasus BYD, perusahaan ini sukses besar di Thailand. Kesuksesan ini, menurut Tharasrisuthi, lantaran merek-merek Jepang, yang secara historis mendominasi pasar mobil di negara gajah putih itu, lambat dalam memperkenalkan model listrik. Namun, bagaimanakah jika kelak merek Jepang, dan juga merek lain, mampu memproduksi EV yang lebih baik dan lebih murah dari BYD? Di samping itu, BYD sukses lantaran pasar China yang sangat besar dan adanya fasilitas melimpah dari pemerintah China. Di luar China, terutama di Eropa, Amerika Serikat (AS), dan India (tiga pasar otomotif dunia terbesar di luar China(, hal ini tidak terjadi. BYD sulit menggeser posisi Tesla, Volkswagen, dan lainnya. Belum lagi adanya sentimen negatif terhadap produk China dari ketiga wilayah tersebut.
Preferensi pelanggan juga dapat mengguncangkan core competency. Perusahaan harus senantiasa beradaptasi dengan kebutuhan pelanggan, untuk selanjutnya menyesuaikan kompetensi utamanya. Di Norwegia, konsumen di negara belahan utara Eropa itu lebih menyukai produk EV yang sudah mapan. Mereka enggan untuk coba-coba. Ini tentunya tantangan bagi BYD terkait kompetensi layanan pelanggannya.
Tantangan lainnya adalah perubahan teknologi. Akibatnya, core competency yang didasarkan pada teknologi atau proses tertentu mungkin menjadi usang karena kemajuan teknologi. Perusahaan harus terus berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan agar tidak ketinggalan dalam teknologi.
Jika kompetensi utama sangat bergantung pada beberapa individu atau tim kunci, kepergian personel kunci dapat mengganggu operasional perusahaan. Di samping itu, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) tak kalah penting. BYD pernah mendapat sorotan lantaran dugaan upah buruh yang dipandang tidak layak.
Mempertahankan dan memperluas core competency acap kali memerlukan sumber daya yang signifikan. Menyeimbangkan investasi ini dengan prioritas strategis lainnya dapat menjadi suatu tantangan. Kepiawaian perusahaan dalam menyeimbangkan kedua hal tersebut akan membuat core competency terjaga. Apabila perusahaan sudah berhasil melakukannya, niscaya akan muncul Core Competency yang dapat membentuk Pemain Utama Industri Otomotif.
#BYD #corecompetency #tesla #warrenbuffet #thailand #volkswagen #kendaraanlistrik
Related Posts:
TikTok untuk Rekrutmen: Bisakah Memikat Talenta yang Tepat?
Turnover Contagion: Menyikapi Gelombang Pengunduran Diri yang Mengancam Stabilitas Tim
Pro Kontra Experiential Hiring
Kepemimpinan Tanpa Jabatan: Dampak Nyata dari Shadow Leadership
Glass Cliff: Tantangan Kepemimpinan bagi Wanita dan Minoritas di Tengah Krisis