Setelah sempat sepi akibat pandemi Covid-19, ruang udara Indonesia mulai kembali ramai. Artinya, banyak orang yang mulai melakukan perjalanan udara. Hal ini berdasarkan data dari Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI) atau AirNav Indonesia. Menurut Direktur Utama AirNav Indonesia, M. Pramintohadi Sukarno, data trafik pergerakan yang dihimpun menunjukkan tren peningkatan sejak awal Juni 2020 hingga awal Juli 2020 dibandingkan dengan pada Mei 2020. Total pergerakan pesawat udara yang dikelola di 285 Cabang pada Juni 2020 adalah sebanyak 51.228 pergerakan, atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan pada Mei 2020 sebanyak 27.433 pergerakan.
Memang angka ini jauh lebih kecil dibandingkan saat sebelum pandemi. Pada bulan Mei tahun 2019 lalu, total pergerakan pesawat udara adalah 162.426 pergerakan, sedangkan pada bulan Juni 2019 sejumlah 169.248 pergerakan. Kendati demikian, kenaikan ini tentu menggembirakan karena menjadi titik terang sektor penerbangan, yang terpukul hebat akibat pandemi. Prospek sektor penerbangan di Indonesia cerah, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kegiatan wisata masyarakat kita. Dampak Covid-19 diyakini hanya sementara. Bandara-bandara baru terus dibangun sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur berskala besar demi konektivitas nasional. Harapannya, pemerataan ekonomi dan berkurangnya kesenjangan antar wilayah.
Meningkatnya frekuensi penerbangan tentunya membutuhkan navigasi. Di Indonesia, hingga saat ini, AirNav Indonesia menjadi satu-satunya perusahaan yang bertugas menyediakan layanan navigasi penerbangan nasional dan internasional. Tujuan navigasi adalah mencegah agar jarak pesawat yang satu dengan lainnya tidak terlalu dekat, mencegah terjadinya tabrakan antarpesawat udara, dan mencegah tabrakan antara pesawat dengan objek-objek lainnya.
Infrastruktur teknologi menjadi hal yang senantiasa harus ditingkatkan oleh dunia navigasi penerbangan Indonesia, yang dalam hal ini direpresentasikan oleh AirNav. Sikap cepat puas harus disingkirkan. Dalam hal ini, tahun 2019 lalu AirNavtelah menginvestasikan anggaran senilai Rp 1,18 triliun demi otomatisasi sistem navigasi penerbangan. Investasi lainnya terkait pembaruan dan peremajaan ADS-B di sejumlah bandara, dan investasi terkait surveillants dan navigator, seperti Extension Surface Movement Radar Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta, Instrument Landing System di Samarinda, Denpasar, Banjarmasin dan Palangkaraya.
Di samping teknologi, faktor sumber daya manusia (SDM) tak kalah penting. Terutama di wilayah-wilayah terpencil seperi Papua. Aneka pelatihan teknis diberikan untuk meningkatkan kualitas SDM dunia navigasi penerbangan Indonesia. Meningkatnya frekuensi dan jumlah armada penerbangan, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pariwisata nasional, mau tak mau harus diikuti dengan peningkatan kualitas navigasi penerbangan nasional. Dengan kualitas navigasi yang andal, dunia penerbangan nasional semakin aman dan nyaman sehingga dapat diandalkan bagi kemajuan ekonomi Indonesia.
© The Jakarta Consulting Group