Sekitar 85% perusahaan sadar keberlanjutan (sustainability) itu sangat penting. Namun, hanya sampai tahap sadar. Selebihnya, hanya 16% yang memasukkannya ke dalam strategi dan transformasi perusahaan. Sementara itu, sejumlah 59% memasukkan sustainability semata demi memenuhi kewajiban dan kepatuhan regulasi, tanpa dikaitkan dengan strategi dan transformasi. Yang mengejutkan, sebanyak 25% belum memasukkan keberlanjutan ke dalam strategi dengan menggunakan data konkret dan target terukur.
Itu adalah hasil The Global Sustainability Barometer Study. Padahal, keberlanjutan menjadi semakin penting bagi organisasi agar tetap relevan dan kompetitif. Sustainability tak kalah pentingnya dengan transformasi digital. Memang, keberlanjutan kerap memaksa perusahaan untuk untuk mentransformasikan setiap divisi bisnisnya. Ini tentu membutuhkan upaya intens. Meski demikian, jika organisasi tidak memedulikan keberlanjutan, dampaknya lebih buruk.
Lantas, apa alasannya sustainability harus menjadi bagian dari transformasi organisasi? Pertama, investor semakin rajin mengamati perilaku perusahaan terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Berdasarkan penelitian Gartner, sejumlah 85% investor mempertimbangkan faktor-faktor ESG dalam investasi mereka pada 2020, sementara 91% bank memantau kinerja investasi ESG. Angka ini kemungkinan meningkat di tahun-tahun mendatang. Selanjutnya, dari sisi konsumen. Dengan meningkatnya jumlah konsumen milenial dan Gen-Z, permintaan akan produk berkelanjutan pun semakin meningkat. Makin maraknya aturan seputar sustainability, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global memaksa organisasi untuk mulai mentransformasi bisnis mereka sehingga lebih lestari. Sustainability makin banyak digunakan sebagai senjata untuk memenangi perang bakat sehingga orang-orang terbaik sudi bergabung dengan organisasi. Sustainability juga akan membuat karyawan lebih termotivasi untuk bekerja lebih baik. Keberlanjutan mengurangi biaya dan mendongkrak keuntungan. Menyadari pentingnya sustainability, saat ini makin banyak perusahaan yang masuk daftar Fortune 500 yang menunjuk Chief Sustainability Officers (CSO).
Soal integrasi sustainability dengan transformai, mari kita lihat Ikea sebagai contoh. Ingka Group dan Ikea India melakukan transformasi bisnis dengan mengintegrasikan sustainability ke dalam inti bisnis ritel Ikea. Sebagai bagian dari hal tersebut, Country Retail Manager akan bertanggung jawab secara keseluruhan dalam menerapkan strategi keberlanjutan Ikea, People & Planet Positive, di negaranya masing-masing.
Tolga Öncü, Retail Operations Manager Ingka Group, mengatakan bahwa korporasinya ingin tumbuh melalui cara-cara yang lestari (sustainable way). Melalui pengintegrasian sustainability ke dalam tiap-tiap aspek operasi ritelnya, Ikea dapat mempercepat transformasi bisnis menjadi lebih terjangkau, nyaman, dan berkelanjutan bagi pelanggan.
Melalui peran yang terintegrasi, Country Retail Manager akan mengambil kepemimpinan yang lebih besar dalam mewujudkan ambisi Ikea untuk menginspirasi dan memungkinkan satu miliar orang menjalani kehidupan yang lebih baik pada 2030. Kinerja keberlanjutan kini akan diintegrasikan sebagai bagian formal dari tujuan individu dan tim.
Guna mencapai sasaran berbasis sains (science-based target) sehingga berkontribusi terhadap Perjanjian Paris terkait perubahan iklim, perusahaan berkomitmen terhadap serangkaian inisiatif di 30 pasarnya. Di antaranya, tenaga surya untuk rumah ditawarkan di tujuh negara dan akan ditawarkan secara keseluruhan pada tahun 2025, penyewaan furnitur akan diuji pada tahun mendatang, dan Ikea Retail China telah menawarkan pengiriman rumah tanpa emisi di Shanghai dan semua negara berupaya mencapai hal ini pada tahun 2025. India akan menggunakan 100% kendaraan listrik untuk layanan pengirimannya pada tahun 2025.
Agar Integrasi Berbuah Manis
Agar sukses mengintegrasikan sustainability ke dalam transformasi bisnis, pertama-tama harus ada komitmen kuat dari pimpinan perusahaan. Mereka harus memiliki visi dan misi keberlanjutan, bukan sekadar bercita-cita menjadi perussahaan terbesar. Sebagai contoh, Ikea memiliki visi untuk mengaitkan kesuksesan bisnis dengan komitmen jangka panjang dan kesejahteraan manusia serta kelestarian lingkungan di bumi.
Berikutnya, menentukan serta melibatkan stakeholders kunci, termasuk pelanggan, karyawan, investor, pemasok, dan komunitas lokal saat proses transformasi. Pahamilah ekspektasi dan kekhawatiran mereka terkait sustainability. Ini harus dicapai melalui dialog, bukan perintah apalagi paksaan.
Sustainability harus memiliki tujuan jelas dan selaras dengan strategi tujuan transformasi bisnis. Dengan kata lain, sustainability tidak boleh menjadi sesuatu yang berdiri sendiri. Jelas di snis berarti tujuan tersebut harus spesifik, terukur, dapat dicapai, serta memiliki rentang waktu yang pasti.
Menghadapi tekanan yang makin intens agar mewujudkan sustainability, perusahaan, seperti dikemukakan Henderson, Binder, dan Haanaes, wajib mengembangkan kemampuan pelaporan dan keterbukaan tidak saja untuk memenuhi tetapi juga melampaui harapan regulator, investor, pelanggan, karyawan, dan stakeholders lainnya. Tak kalah penting, perusahaan jangan sekali-kali, dengan dalih apa pun, melanggar aturan seputar lingkungan serta secara proaktif mengantisipasi potensi berubahnya aturan.
Mengintegrasikan transformasi dalam transformasi bisnis berarti melakukan perubahan. Perubahan ini bisa dalam hal pengukuran kinerja, insentif, struktur, sistem, kapabilitas, dan sebagainya. Agar berjalan mulus, kesiapan perubahan menjadi keharusan. Seperti disinggung seebelumnya, makin banyak perusahaan yang menunjuk CSO. Awalnya, CSO bertanggung jawab untuk melaksanakan inisiatif seperti program sukarelawan karyawan dan pengurangan limbah. Peran tersebut sebagian besar terfokus pada kemitraan LSM, filantropi perusahaan, dan pengembangan narasi yang menarik untuk memitigasi risiko reputasi. Namun kini, peran CSO menjadi lebih strategis dan mengambil tanggung jawab untuk transformasi bisnis yang lebih luas. Menurut Zhu, saat ini, CSO merupakan bagian dari, atau bekerja erat dengan, eksekutif lainnya untuk mengintegrasikan isu-isu keberlanjutan yang material ke dalam setiap aspek operasi, proses, dan alokasi modal perusahaan.
Sangat baik bila perusahaan mempraktikkan ekonomi sirkular, model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin. Prinsip dari ekonomi sirkular mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam.
Mengintegrasikan sustainability dalam transformasi bisnis bukan pekerjaan mudah. Untuk mengatasi kesulitan ini, perusahaan bisa menjalin kolaborasi atau kemitraan, baik dengan perusahaan lain, LSM, dan instansi pemerintah.. Tujuannya untuk mempelajari serta menghasilkan praktik terbaik. Bila memungkinkan, dapatkanlah sertifikasi terkait lingkungan.
Kategori: Business & Organization Transformation
#sustainability
#transformasibisnis
#integrasi
#ikea
#cso #chiefsustainabilityofficer
Related Posts:
Peran Digital Badge dalam Meningkatkan Kredibilitas Keterampilan Kandidat
Blending Skill-Based Hiring and Microcredentials: Faster Recruitment for Better Results
Kecerdasan Kolektif demi Organisasi yang Transformatif
Memimpin Perubahan dengan Filosofi Daerah: Belajar dari Bugis-Makassar
Blind Hiring: Reducing Bias in a Recruitment Process