After Deciding to Resign

Setelah Memutuskan Mengundurkan Diri

Setelah Memutuskan Mengundurkan Diri. Sebagai sosok yang menginspirasi, pendiri organisasi senantiasa menjadi menjadi pusat perhatian. Pendiri pula yang menentukan arah pengembangan organisasi. Namun, tentu saja ia tak mungkin memimpin selamanya. Ada saatnya ia harus mengundurkan diri. Alasannya bisa bermacam-macam. Mulai dari alasan pribadi, kebutuhan organisasi untuk regenerasi, maupun keinginan untuk mencari tantangan baru.

Apa pun alasannya, pengunduran diri ini dapat memicu aneka konsekuensi. Inilah yang bisa menjadi masalah. Ada kekhawatiran tentang nasib organisasi di masa depan. Di samping itu, kondisi psikologis karyawan dan budaya perusahaan kerap ikut terdampak. Tentu, semuaa ingin agar organisasi tetap berjalan baik meski sang pendiri tidak lagi memimpin. Untuk itu, dibutuhkan strategi yang matang dan cermat.

Setelah Memutuskan Mengundurkan Diri

Idealnya, pemimpin sudah memulai masa transisi jauh sebelum mengumumkan pengunduran dirinya. Ia harus membuat rencana peralihan kekuasaan dan sesudahnya.

Pertama-tama, ia harus mencari siapa orang yang tepat untuk menggantikan dirinya. Calon pengganti ini bisa berasal baik dari dalam maupun luar organisasi (kalua dalam bisnis keluarga, biasanya salah satu dari anak-anaknya). Tentu saja tiap calon, dari mana pun asalnya, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Carilah pengganti yang bisa membawa organisasi melintasi tantangan zaman.

Pendiri harus membagikan pengetahuan, wawasan, dan pengalamannya kepada pengganti terpilih. Jangan lupakan risiko dalam transisi. Meski memiliki kekuasaan penuh, pendiri tak bisa melakukan proses transisi seorang diri. Ia harus bekerja sama dengan tim manajemen untuk mengelola risiko tersebut. Risiko yang berpotensi terjadi di antaranya adalah terganggunya karyawan, relasi dengan pelanggan, hubungan dengan investor (terkait pendanaan), dan hubungan dengan pemasok. Di samping itu, kerja sama dengan manajemen sangat penting mengingat merekalah yang memastikan agar aktivitas operasional organisasi tetap lancar.

Baca :   Transformasi Peran Rekruter: Dari Headhunter menjadi Growth Partner

Harus dipastikan karyawan memahami alasan pengunduran diri sang pendiri, berikut langkah-langkah yang ditempuh organisasi agar transisi berjalan mulus. Hal lain yang tak boleh luput dari perhatian adalah bahwa peralihan kekuasaan turut berdaampak pada pihak eksternal. Investor, mitra bisnis, dan pelanggan utama perlu mendapatkan informasi tentang transisi ini. Tujuannya agar kepercayaan mereka terhadap organisasi tetap utuh.

Bagaimanakah nasib budaya organisasi? Seperti diketahui, budaya organisasi dipengaruhi dan ditanamkan berdasarkan nilai-nilai yang dianut sang pendiri. Nilai-nilai ini tetap bisa dipertahankan oleh pemimpin baru jika memang masih sesuai. Agar tetap terjadi, nilai-nilai ini dapat didokumentasikan serta diperkuat melalui pelatihan, diskusi, dan sosialisasi yang intensif.

Keputusan untuk mengundurkan diri tidaklah diambil dengan mudah. Bagi pendiri, hal ini berarti harus berpisah dengan sesuatu yang selama ini menjadi bagian hidupnya. Apalagi jika semasa kepemimpinannya, organisasi berjaya. Namun, pendiri harus sadar bahwa mundur bukan berarti gagal, melainkan sebagai langkah ke depan untuk membuka lembaran baru bagi pertumbuhan organisasi dan diri sendiri.

Baca :   Kepemimpinan Tanpa Jabatan: Dampak Nyata dari Shadow Leadership

Banyak pendiri yang kehilangan arah setelah tidak lagi memimpin. Untuk mengatasi hal ini, banyak dari mereka yang mengerjakan proyek baru, aktif dalam kegiatan sosial, menulis, mengajar, dan sebagainya. Semuanya itu berdampak positif bagi kesehatan pendiri. Di samping itu, pendiri dapat berinvestasi dalam pengembangan diri. Misalnya dengan mempelajari hal baru. Bisa juga dengan menekuni hobi yag telah lama tertunda. Ada pula yang memutuskan untuk berkarier di tempat lain. Dengan kegiatan-kegiatan di atas, pendiri dapat menemukan identitas baru yang tak kalah bernilainya dengan posisi sebelumnya.

Pendiri yang baik tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga karyawannya. Bisa saja karyawan cemas akan nasibnya setelah pendiri mundur. Apatah lagi jika antara pendiri dan karyawan telah terjalin ikatan emosional yang kuat. Karena itu, pendiri perlu memberi kesempatan bagi karyawan untuk menyampaikan gagasan serta kekhawatiran mereka.

Banyak organisasi yang memiliki ketergantungan sangat tinggi pada pendiri. Kondisi ini tidak sehat bagi organisasi. Jika pendiri tidak ada, organisasi bisa limbung. Karena itu, Memberikan kepercayaan penuh kepada penerus adalah kunci untuk memastikan transisi yang sukses. Pendiri harus berupaya agar penggantinya tidak menjadi bayang-bayang bagi dirinya. Selain itu, struktur organisasi bisa diubah sedemikian rupa agar organisasi tak lagi bergantung pada satu figur.

Baca :   Transformational Leadership vs Servant Leadership: Which one is More Relevant?

Pendiri berupaya agar organisasi senantiasa menjaga semnagat berinovasi, bahkan setelah dirinya tak lagi bersama organisasi. Ini bertujuan agar organisasi tetap relevan.

Meski akan segera meninggalkan organisasi, pendiri dapat menyuntikkan harapan dan inspirasi, bukan hanya bagi penggantinya namun juga bagi semua pihak. Dalam rangka itu, tidak ada salahnya merayakan prestasi organisasi selama ia memimpin. Ini bukan untuk menyombongkan diri, melainkan agar semua pihak termotivasi untuk memberikan yang terbaik.

Bagi organisasi, masa transisi setelah pengumuman pengunduran diri adalah masa kritis. Meski demikian, dengan strategi yang matang dan cermat, masa transisi dapat menjadi fundamen yang kukuh untuk mempertahankan kesuksesan pada masa depan. Cepat atau lambat, transisi adalah keniscayaan. Terpenting, bagaimana mengelola transisi tersebut.

Setelah Memutuskan Mengundurkan Diri

Kategori: Organization Development & Behavior

#pendiri #mengundurkan diri #transisi #risiko #harapan #berinovasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait