naik jabatan

Naik Jabatan atau Perluas Keahlian? Dilema Karir Karyawan Masa Kini

Dulu, karir yang ideal sering digambarkan seperti sebuah tangga lurus dan kokoh. Kita mulai dari bawah, lalu setapak demi setapak mendaki, dengan harapan suatu hari nanti tiba di puncak sebagai manajer atau direktur. Namun, di dunia kerja modern yang serba berubah, konsep “naik jabatan” (climb high) ternyata tidak lagi menjadi ukuran tunggal kesuksesan. Banyak profesional kini justru memilih untuk memperluas jangkauan keterampilan mereka (broaden skills)—bukannya hanya mengejar posisi yang lebih tinggi. Inilah pergolakan baru dalam dunia karir modern: Naik ke Puncak versus Memperluas Keahlian.

Ketika Gelar Bukan Lagi Segalanya

Bagi generasi sebelumnya, kesuksesan kerap identik dengan posisi tinggi dalam hierarki perusahaan yang stabil. Naik jabatan bukan cuma soal prestasi, melainkan juga jaminan akan pengakuan sosial dan bertambahnya pundi-pundi uang.   Namun, di era digital yang penuh disrupsi, pola pikir ini mulai goyah.

Struktur organisasi kini cenderung lebih rata (flat), posisi manajerial semakin sedikit, dan pengambilan keputusan melibatkan banyak divisi. Imbasnya, peluang untuk naik jabatan pun menyusut. Di sisi lain, permintaan akan karyawan yang serba bisa dan adaptif justru melonjak. Karyawan yang mampu melompat lintas fungsi, menguasai teknologi baru, dan menari mengikuti irama perubahan bisnis dinilai jauh lebih berharga daripada mereka yang hanya mengandalkan titel mentereng.

Survei LinkedIn 2024 menguatkan tren ini: 68 persen profesional lebih memilih memperdalam kemampuan teknis dan kepemimpinan mereka ketimbang mengejar promosi. Fenomena ini menandai peralihan dari pertumbuhan karir vertikal menuju pertumbuhan horizontal—sebuah pendekatan di mana seseorang memperkaya diri dengan keahlian di berbagai bidang, alih-alih hanya fokus mendaki hierarkis.

Baca :   Career Portability: Membangun Karir Tanpa Harus Mulai dari Nol

Daya Pikat Jalur Klasik: Mendaki ke Puncak

naik jabatan

Meski trennya bergeser, jalur karir vertikal tetap punya pesonanya sendiri. Banyak orang masih memandang posisi puncak sebagai mahkota keberhasilan. Naik jabatan sering kali berarti gaji yang lebih besar, bonus dan tunjangan yang melimpah, kewenangan lebih luas, dan tentu saja, prestise.

Posisi manajerial juga memberikan ruang untuk memimpin tim, mengarahkan strategi organisasi, dan terlibat dalam keputusan penting. Bagi sebagian orang, aspek-aspek inilah yang memberikan kepuasan batin dan makna dalam berkarir.

Namun, jalan menuju puncak karir tidak selalu mulus. Di banyak perusahaan, ruang di “puncak piramida” semakin sempit—banyak yang berebut untuk sedikit kursi. Persaingan ketat ini bisa memicu stres, konflik, bahkan membuat karir mandek jika promosi tak kunjung datang.

Belum lagi, naik jabatan tak selalu berarti siap memimpin. Tak jarang, ahli teknik yang brilian justru gagap ketika dipromosikan menjadi manajer, karena peran mereka berubah dari “mengerjakan” menjadi “mengelola orang”. Inilah yang disebut Peter Principle: seseorang terpromosi ke level di mana ia justru menjadi tidak kompeten.

Jalur Populer Masa Kini: Memperluas Cakrawala Keahlian

Saat ini, makin banyak karyawan yang memilih untuk memperluas keahlian. Bagi mereka, gelar dan jabatan bukanlah hal utama. Fokus mereka adalah pembelajaran tiada henti dan menjaga relevansi kompetensi di tengah perubahan.

Fenomena ini sangat menonjol di kalangan generasi milenial dan generasi Z. Mereka lebih menyukai fleksibilitas, peluang belajar, dan keseimbangan hidup ketimbang sekadar jabatan tinggi. “Naik pangkat” bukan lagi simbol status, melainkan sekadar satu dari banyak opsi untuk berkembang. Dengan kata lain, bagi mereka, naik jabatan bukan satu-satunya ukuran kesuksesan.

Baca :   Talent Development: Membangun Kompetensi Melalui Soft Skills dan Project Management

Karyawan dengan beragam keahlian punya nilai plus: mereka lebih adaptif. Mereka bisa beralih peran dengan lincah, memahami bisnis secara lebih komprehensif, dan menjadi penghubung antardivisi. Misalnya, staf pemasaran yang belajar analitik data bisa menjadi data-driven marketer yang andal. Atau, staf SDM yang paham strategi bisnis dapat menjadi mitra strategis yang lebih diperhitungkan.

Dalam jangka panjang, memperluas keahlian juga membuka pintu ke karir nontradisional. Misalnya menjadi pekerja lepas atau pengusaha, Jalur ini mengedepankan kelincahan karir—kemampuan untuk terus berkembang meski tanpa kenaikan jabatan formal.

Tantangan Baru bagi Perusahaan dalam Mengelola Talenta

Pergeseran paradigma ini tentu membawa konsekuensi bagi organisasi. Banyak perusahaan masih berkutat dengan sistem karir yang berorientasi pada jalur karir vertikal. Padahal, talenta masa kini menginginkan jalur karir yang lebih luwes dan personal.

Menyikapi perkembangan dunia kerja, organisasi dapat mempertimbangkan untuk menyediakan dua jalur karir, yaitu jalur vertikal dan jalur horizontal. Jalur vertikal disediakan bagi mereka yang berbakat dan mampu memimpin. Sementara jalur horizontal disediakan bagi mereka yang ingin mendalami dan/atau memperluas keahliannya atau menjelajah lintas fungsi tanpa harus menjadi manajer.

naik jabatan

Perusahaan seperti Microsoft dan 3M sudah menerapkan jalur karir ganda, di mana para spesialis ahli bisa mendapat pengakuan dan penghasilan yang setara dengan para manajer, tanpa harus naik jabatan dan meninggalkan zona keahlian teknis mereka.

Selain itu, departemen SDM perlu menggalakkan mobilitas karir—lewat rotasi jabatan, proyek lintas tim, atau penugasan ke luar daerah. Dengan cara ini, karyawan bisa mendapat pengalaman baru tanpa merasa karirnya berjalan di tempat.

Baca :   Financial Wellness: Strategi Meningkatkan Produktivitas dan Menekan Turnover

Memilih Jalan: Refleksi untuk Anda

Setiap profesional modern kini dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Apakah saya ingin fokus naik jabatan atau justru memperluas keahlian? Tidak ada jawaban benar atau salah, karena pilihan ini sangat bergantung pada nilai-nilai, passion, dan kondisi hidup masing-masing.

Jika Anda menikmati tantangan memimpin orang, merancang strategi, dan memikul tanggung jawab besar—jalur vertikal mungkin cocok untuk Anda. Sebaliknya, jika Anda haus akan ilmu, senang menjelajahi bidang baru, dan ingin selalu relevan—memperluas keterampilan bisa jadi pilihan yang lebih bijaksana.

Pergulatan antara naik jabatan dan Perluas Keahlian membuktikan bahwa sukses dalam karir tak lagi bisa disamaratakan. Di dunia yang berubah cepat, keunggulan bukan terletak pada siapa yang paling tinggi posisinya, melainkan siapa yang paling tangguh dan adaptif.

Naik jabatan mungkin akan membuat Anda dikenal, tetapi memperluas keahlianlah yang akan membuat Anda selalu dibutuhkan. Dan di era di mana perubahan adalah satu-satunya kepastian, bisa jadi kemampuan untuk terus belajar—bukan titel di kartu nama—yang akan menentukan sejauh mana karir Anda akan bertahan dan bersinar.

#karir            #climb high     #broaden skills                       #struktur organisasi                #posisi manajerial      #pengambilan keputusan        #jalur karir vertikal            #prestise         #persaingan                #konflik                      #Peter Principle                        #jalur horizontal                                

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait