Keluarga Rothschild

Wealth Strategy Family Business: Belajar dari Keluarga Rothschild dan Vanderbilt

Dalam dunia kekayaan global, tidak banyak nama yang memiliki pengaruh sejarah sebesar keluarga Rothschild. Bermula dari awal yang sederhana di Frankfurt pada abad ke-18, Mayer Amschel Rothschild membangun fondasi bagi salah satu dinasti keuangan paling kuat sepanjang masa. Kini, lebih dari dua abad kemudian, nama Rothschild tidak hanya menjadi simbol kemakmuran, tetapi juga warisan yang abadi, visi strategis yang jauh ke depan, serta ketangguhan yang terjaga dari generasi ke generasi.

Bagi bisnis keluarga modern—terutama yang berkembang menjadi holding company—model Rothschild memberikan pelajaran berharga dalam merancang strategi pengelolaan kekayaan yang bertahan lama. Ketahanan, dalam hal ini, bukan sekadar tentang melindungi aset, melainkan kemampuan untuk beradaptasi menghadapi perubahan generasi, turbulensi ekonomi, gejolak politik, dan transformasi dunia bisnis. Ini tentang membangun kekayaan, tata kelola, nilai-nilai, dan perusahaan yang mampu bertahan melampaui zaman dan generasi.

Dengan mempelajari keluarga yang bertahan lama seperti Rothschild, kita paham bahwa kekayaan bukanlah sekadar uang. Bahkan, jauh lebih dari itu. Bukan berarti kekayaan finansial tak penting. Namun, kekayaan-kekayaan lainnya tak kalah penting. Kekayaan-kekayaan tersebut adalah modal manusia, modal sosial, modal intelektual, dan modal budaya.

Modal Kekayaan Sebuah Organisasi

Modal manusia mencakup keterampilan, pendidikan, dan potensi kepemimpinan anggota keluarga. Sumber daya sosial mencakup jejarng, pengaruh, dan nama baik keluarga. Modal intelektual mencakup pengetahuan, kebijaksanaan, serta kemampuan inovasi yang dikembangkan dan diwariskan antargenerasi. Sedangkan modal budaya mencakup nilai-nilai keluarga, warisan, tradisi, dan identitas bersama.

Bukan hanya aset fisik dan finansial yang dikumpulkan, keluarga Rothschild juga mengembangkan budaya tanggung jawab, saling mendukung, dan visi jangka panjang.  Budaya ini tak lekang oleh waktu, tidak seperti aset finansial. Bagi bisnis keluarga masa kini, strategi yang unggul dimulai dengan mengenali dan secara aktif mengembangkan modal-modal di atas.

Keluarga Rothschild
(Keluarga Rothschild, sumber: cnbcindonesia.com)

Keluarga Rothschild mendiversifikasi bisnis dan kepemimpinannya. Jadi, tidak hanya dalam portofolio investasinya. Mereka melakukan ini sejak dini. Keempat putra Mayer Amschel Rothschild dikirim ke pusat-pusat keuangan di Frankfurt, Wina, London, Napoli, dan Paris.  Langkah berani ini menjamin keluarga meninggalkan jejak ekonomi, memperkaya pengetahuan penerus akan kondisi lokal, dan tentu saja memitigasi risiko (karena modal tidak dikumpulkan di satu tempat).

Baca :   Inspirational Stories of Successful Entrepreneurs Kecap Benteng SH: A Timeless Flavor Heritage that Keeps the Secrets of Generations

Model ini menjadi cikal bakal holding company keluarga. Setiap unit menjalankan operasinya secara setengah mandiri. Meski demikian, koordinasi secara strategis tetap dilakukan. Komunikasi aman, operasi saling terhubung, dan kepemimpinan dibangun atas dasar kepercayaan. Jika satu wilayah mengalami krisis, cabang lain tetap tidak terpengaruh.

Wealth Strategy Keluarga Rothschild

Absennya tata kelola yang andal menjadi salah satu penyebab banyaknya bisnis keluarga yang gagal melewati tiga generasi. Pada masa awal, keluarga Rothschild sangat mengandalkan tata kelola yang sifatnya informal. Meski informal, aturan perilaku bagi keluarga ini sangatlah ketat:  endogami (prinsip perkawinan yang mengharuskan orang untuk mencari jodoh di dalam lingkungan sosialnya sendiri, misalnya di lingkungan kerabat, lingkungan kelas sosial, atau lingkungan permukiman), kerahasiaan, dan kesetiaan. Aturan perilaku ini harus dijunjung tinggi-tinggi.

Kemudian, struktur formal diperkenalkan seiring makin tingginya kompleksitas. Institusi seperti perwalian, dewan keluarga, perjanjian suksesi, dan protokol keluarga membantu keluarga mengatur transisi kekuasaan secara harmonis, menghindari perselisihan yang kerap melanda dinasti-dinasti lain.

Baca :   Inspirational Stories of Successful Entrepreneurs Kecap Benteng SH: A Timeless Flavor Heritage that Keeps the Secrets of Generations

Tata kelola harus berkembang seiring dengan perkembangan bisnis dan keluarga. Meski demikian, prinsp-prinsip yang terkandung dalam tata kelola, yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan keadilan harus tetap kukuh.

Keluarga Rothschild membangun struktur berlapis terkait holding company, trust, dan kemitraan. Kini, banyak keluarga kaya mengadopsi model serupa. Keberadaan holding company memungkinkan bisnis keluarga untuk mengonsolidasi aset dengan visi yang menyatukan, mengurung risiko tiap anak perusahaan, merencanakan peralihan kekayaan antargenerasi secara mulus, serta memisahkan kepemilikan dengan pengelolaan.

Namun, satu hal jangan dilupakan.  Struktur memang penting, tapi tidak akan efektif tanpa dibarengi rasa tanggung jawab mendalam terhadap kelangsungan warisan, dampak, dan keberlanjutan kekayaan keluarga.

Vanderbilt: Antitesis Rothschild

Berkebalikan dengan keluarga Rothschild, keluarga Vanderbilt justru mengalami kemunduran akibat pengelolaan kekayaan yang tidak baik. Pada masa kejayaannya di akhir abad ke-19, keluarga Vanderbilt termasuk salah satu dinasti terkaya di Amerika. Cornelius “Commodore” Vanderbilt mengumpulkan kekayaannya yang luar biasa besar dari bisnis perkapalan dan kereta api—diperkirakan melebihi 100 juta Dollar AS juta saat ia meninggal pada 1877 (setara dengan miliaran dolar hari ini). Namun, menjelang pertengahan abad ke-20, sebagian besar harta keluarga itu telah musnah.

keluarga Rothschild

Mengapa bisa begitu? Apa yang terjadi? Keluarga Vanderbilt lalai membangun atruran main keluarga atau holding company. Ini tentu berbeda dengan keluarga Rothschild. Di samping itu,  para ahli warisnya berjalan sendiri-sendiri  tanpa ada visi bersama yang menyatukan mereka.

Baca :   Get to Know the Types of Holding Company: Which One is Right for You?

Generasi ketiga dan keempat senang hidup bermewah-mewah, sementara kekayaan keluarga tidak meningkat nilainya. Pada tahun 1970-an, banyak rumah megah milik keluarga Vanderbilt telah dijual atau dialihfungsikan menjadi museum.

Kesalahan lainnya adalah ketidakpedulian terhadap pengetahuan seputar pengelolaan kekayaan, khususnya untuk ahli waris. Agaknya, para ahli waris ini tidak diajarkan bahwa segala kekayaan yang mereka dapatkan tidaklah diperoleh dengan mudah, tetapi hasil kerja keras dan pengorbanan. Tak heran jika harta peninggalan orang tua mereka dihambur-hamburkan.

Dari sisi pengelolaan bisnis, keluarga Vanderbilt agaknya enggan melakukan diversifikasi. Mereka terlalu banyak menginvestasikan kekayaannya untuk membangun jalan kereta api.  Padahal, dengan makin berkembangnya dunia otomotif dan penerbangan, kebutuhan akan jalan kereta api makin berkurang.

Pada tahun 1970-an, Gloria Vanderbilt, wartawan sekaligus salah satu keturunan dari  keluarga Vanderbilt, pernah mencatat bahwa tidak ada satu pun anggota keluarganya yang kaya raya. Sementara itu, keluarga Rothschild justru mampu mempertahankan bahkan memperluas kekayaan mereka selama berabad-abad, meski menghadapi berbagai tantangan seperti perang, pergolakan politik, dan krisis keuangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article