rekrutmen karyawan

Swipe Right dalam Rekrutmen Karyawan: Apakah Mencari Kandidat Semudah Menemukan Pasangan di Aplikasi Kencan?

Di era digital dan Artificial intelligence (AI) saat ini, dunia rekrutmen karyawan telah mengalami perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dulu, perusahaan mencari calon karyawan melalui iklan lowongan di koran atau mengikuti job fair yang ramai. Beberapa surat kabar bahkan menyediakan beberapa halaman khusus untuk iklan lowongan kerja.

Kini, banyak perusahaan dan pencari kerja lebih memilih platform online. Tak jarang, pengalaman menggunakan situs pencari kerja kini kerap disamakan dengan aplikasi kencan seperti Tinder—tinggal geser kanan untuk lanjut, geser kiri untuk lewati. Tapi, benarkah rekrutmen semudah itu?

Rekrutmen Karyawan dan Aplikasi Kencan

Membandingkan proses rekrutmen dengan aplikasi kencan sebenarnya cukup masuk akal. Pasalnya, keduanya sama-sama berupaya “mencari kecocokan” antara dua pihak. Perusahaan dan pelamar dalam rekrutmen, atau dua orang dalam dunia kencan. Selain itu, baik profil kandidat di platform kerja maupun profil di aplikasi kencan sering kali dibuat untuk menarik perhatian, menonjolkan kelebihan, dan menyembunyikan kekurangan.

Dalam sekejap, perekrut pengguna platform rekrutmen karyawan digital seperti LinkedIn, Jobstreet, atau Glints  sangat gampang  “menggeser” ratusan profil. Sama halnya dengan aplikasi kencan, di mana pengguna dalam waktu singkat bisa tertarik hanya dengan melihat foto dan penjelasan singkat. Intinya adalah kecepatan. Namun, justru disinilah masalah mulai timbul.

Dalam kenyataannya, tak sedikit perekrut yang terbawa gaya “swipe” saat menyeleksi kandidat. Mereka hanya sekilas melihat CV, mencari kata kunci tertentu, lalu langsung memutuskan: lolos atau tidak. Cara ini memang efisien, apalagi ketika harus menghadapi ratusan bahkan ribuan permintaan pekerjaan. Namun dampaknya bisa fatal: bakat-bakat potensial yang kurang pandai “memasarkan diri” lewat tulisan justru terlewatkan.

Baca :   How to Quickly Improve the Managerial Skills of Non-Business Persons

Di sisi lain, tak jarang kandidat yang CV-nya tampak mengagumkan ternyata tidak memenuhi ekspektasi saat benar-benar bekerja. Mirip seperti dalam kencan online, foto dan deskripsi profil tak selalu menggambarkan realitas.

Serupa Tapi Tak Sama

rekrutmen karyawan

Mencari pasangan di aplikasi kencan berbeda jauh dengan merekrut kandidat di dunia kerja. Dalam hubungan romantis, yang diutamakan adalah kecocokan pribadi, keselarasan nilai hidup, dan ketertarikan emosional. Sementara dalam rekrutmen karyawan, pertimbangannya lebih luas: kompetensi teknis, potensi pengembangan, etos kerja, kesesuaian budaya perusahaan, serta kesiapan untuk tumbuh bersama tim.

Memilih karyawan bukan hanya tentang “klik” sesaat. Ini adalah keputusan penting yang berdampak pada kinerja tim, lingkungan kerja, bahkan masa depan perusahaan. Jika organisasi terjebak dalam mentalitas “swipe” seperti di aplikasi kencan, proses seleksi bisa menjadi tergesa-gesa dan kurang mendalam. Padahal, menemukan talenta terbaik membutuhkan pendekatan yang  komprehensif dan direncanakan secara matang.

Seperti pengguna aplikasi kencan yang mengunggah foto terbaik dan menampilkan diri secara ideal, para kandidat juga merancang CV dan profil LinkedIn dengan cara serupa. Mereka berusaha menonjolkan citra yang menarik, unggul, dan profesional. Namun, apakah profil tersebut benar-benar mencerminkan kinerja mereka dalam dunia kerja?

Banyak perekrut yang paham bahwa kecocokan seorang kandidat tidak hanya dinilai dari keterampilan teknis. Kepribadian, motivasi, pola pikir, dan nilai-nilai yang dianut juga turut menentukan kesuksesan seseorang di tempat kerja. Sayangnya, aspek-aspek ini sulit tergambar hanya melalui CV atau profil online.

Baca :   No Degree, No Problem: How Headhunters Screen Talent Based on Skills

Itulah mengapa proses rekrutmen karyawan tidak bisa sekadar mengandalkan “swipe” seperti di aplikasi kencan. Wawancara mendalam, tes psikologis atau kompetensi, pemeriksaan referensi, bahkan masa percobaan kerja dalam sejumlah situasi tetap diperlukan.

Kesan Pertama:  Belum Tentu Akurat

Bahkan, “swipe” bisa berdampak buruk bagi perekrut. Apa sajakah dampak buruknya? Paling tidak, ada dua. Pertama, rawan terhadap bias. Dalam proses “swipe“, keputusan diambil sekejap. Sayangnya, metode ini rentan terhadap bias, baik dari nama, usia, institusi pendidikan, maupun tampilan foto. Akibatnya, tanpa sadar, perekrut bisa melewatkan kandidat berkualitas hanya karena kesan pertama,  yang belum tentu akurat.

Kedua, ketidakadilan dalam proses rekrutmen karyawan. Yang gampang lolos ke tahap selanjutnya hanyalah kandidat yang paham cara “menjual diri” (bukan berarti ini tidak penting). Sedangkan kandidat kurang bisa membangun profil digital yang memikat akan tersisihkan. 

Karena itu, perekrut harus melakukan pencarian kandidat secara lebih bermakna. Bagaimana caranya?

1. Jangan hilangkan sentuhan manusia

AI dan platform rekrutmen karyawan memang mempermudah proses awal. Namun, jangan sampai teknologi menyingkirkan peran manusia. Jangan jadikan teknologi penentu kandidat yang tepat, tapi cukup untuk memindai. Dengan kata lain, utamakanlah sentuhan manusia. Jadikanlah teknologi sebagai sekadar alat bantu.

2. Employer Branding

Seperti dalam dunia kencan, kandidat tentu tidak  ingin berurusan dengan perusahaan yang reputasinya buruk atau belum jelas. Employer branding yang kuat tidak hanya memikat kandidat unggul, tetapi juga menyaring mereka yang selaras dengan nilai-nilai dan budaya organisasi.

Baca :   The Phenomenon of Gen Z Picky Job: Between Idealism and Work Reality

3. Jadikan soft skills dan kecocokan budaya sebagai prioritas

rekrutmen karyawan

Tren rekrutmen karyawan kini bergeser dari sekadar mengejar hard skills ke penilaian potensi dan kecocokan budaya. Wawancara perilaku (behavioral interview) dan asesmen kepribadian menjadi kunci untuk menemukan kandidat yang sesuai.

Jangan tergesa-gesa untuk  “swipe left” pada kandidat yang profilnya kurang sempurna. Adakalanya, kandidat yang tidak sempurna di atas kertas justru menjadi bintang di lapangan.  Pun sebaliknya.

Kesimpulan

Untuk aplikasi kencan, fitur “swipe” memang sederhana, cepat, dan mengandalkan kesan pertama. Namun, dalam rekrutmen karyawan, kesan pertama saja tak cukup. Dibutuhkan pendekatan yang lebih dalam, pertimbangan yang lebih matang, dan berorientasi jangka panjang.

Pada akhirnya, menemukan kandidat terbaik untuk mengisi sebuah posisi dalam organisasi bukanlah soal siapa yang terlihat paling keren, melainkan soal siapa yang benar-benar mampu berkembang bersama organisasi. Artinya, organisasi dan orang-orang di dalamnya harus sama-sama maju, tak bisa hanya salah satunya.

Keyword: rekrutmen karyawan

Meta deskripsi: Swipe right dalam rekrutmen karyawan? Cari tahu apakah proses mencari kandidat kini semudah pakai aplikasi kencan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Article