PHK Massal 2024: Bagaimanakah dengan 2025?

PHK Massal 2024: Bagaimanakah dengan 2025?

PHK Massal 2024: Bagaimanakah dengan 2025? Tahun 2024 bolehlah dibilang tahun PHK massal. Pasalnya, berbagai industri melakukannya. Kondisi ini terjadi di banyak belahan dunia. Mengutip cnnindonesia.com, hingga Agustus 2024 paling tidak ada 11 raksasa bisnis dunia yang melakukan PHK massal, yaitu Amazon, Apple, Zoom, Google, Citigroup, Sony, Microsoft, Cisco, Mastercard, General Motors, dan Go Pro. Merujuk data lain dari Layoffs.fyi, sebanyak 384 perusahaan teknologi telah memberhentikan lebih dari 124.000 karyawan pada tahun 2024, menambah jumlah pekerja teknologi yang kehilangan pekerjaan pada tahun 2022 dan 2023 sebanyak 428.449 orang.

PHK Massal 2024: Bagaimanakah dengan 2025?

Tak terkecuali Indonesia. Hingga awal November 2024, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah pekerja terdampak PHK di sejumlah daerah di Indonesia mencapai 59.796 orang. Angka tersebut meningkat sekitar 25.000 pekerja dalam tiga bulan terakhir. Mengutip Koran Tempo edisi Rabu, 4 September 2024, industri manufaktur, seperti garmen, tekstil, dan alas kaki menjadi sektor bisnis yang paling banyak memberlakukan PHK massal.

Ternyata banyak faktor yang mengakibatkan PHK massal. Merangkum dari berbagai sumber, penyebab tersebut di antaranya adalah maraknya produk impor ilegal, turunnya dala beli masyarakat, lemahnya produksi dan permintaan barang, dan kesalahan kebijakan pemerintah.

Ketidakpastian ekonomi juga menjadi masalah. Faktor geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai dan makin memanasnya situasi di Timur Tengah turut andil membuat ekonomi melambat. Dampak pandemi belum sepenuhnya hilang. Terbaru, Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden AS. Proteksionisme, perang dagang, dan ketidakramahan Trump terhadap perdagangan bebas makin membuat ekonomi tidak menentu.

Baca :   Covert Job Offer: Tawaran Kerja Tersembunyi di Dunia Profesional

Kemajuan teknologi juga bisa menjadi penyebab PHK massal. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) makin bersinar pada 2024, dan akan berlanjut pada 2025. Banyak pekerjaan tradisional terganggu. Kebutuhan akan tenaga kerja manusia tidak sebanyak sebelumnya, terutama untuk pekerjaan yang repetitif. Meski menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan produktivitas, AI juga menimbulkan risiko yang signifikan bagi mereka yang gagal beradaptasi. Keputusan IBM untuk memangkas 3.900 pekerjaan di divisi pemasaran dan komunikasinya sambil membekukan perekrutan untuk peran yang dapat digantikan oleh AI merupakan ilustrasi nyata dari tren ini.

Apa pun penyebabnya, PHK berdampak signifikan bagi pekerja. Bukan saja yang menjadi korban, melainkan juga bagi yang masih bertahan. Bagi yang saat ini selamat dari PHK acap merasa cemas pekerjaan mereka tak lagi aman, tinggal menunggu giliran.

Bagi perusahaan, penghematan akibat PHK hanyalah satu sisi. Di sisi lainnya, PHK dapat mengganggu alur kerja, menghambat penyelesaian proyek, dan membebani karyawan tersisa karena harus bekerja lebih banyak. Mereka rawan mengalami kelelahan (burnout).

Momentum Evaluasi Karier

Apa pun penyebabnya, hidup harus berlanjut, terutama bagi karyawan. Tahun 2025 boleh jadi masih diliputi ketidakpastian. Namun, peluang selalu terbuka. PHK menjadi momentum untuk mengevaluasi perjalanan karier seseorang. Mereka dapat belajar keahlian baru, melanjutkan pendidikan, dan memulai karier baru. Misalnya menjadi kreator konten. Pernah dengar nama Sofyan Pratama? Akibat Covid-19, ia harus di-PHK. Namun, seperti dikutip detikNET, ia tak mau larut dalam kesedihan, kemudian memuuskan menjadi kreator konten penuh waktu. Pasalnya, konten yang dibuatnya mulai banyak ditonton. Kontennya berisi hal-hal seputar videgrafi, fotografi, dan fesyen. Kini, ia tak sendiri menggarap konten-kontenya. Sofyan dibantu tim videografer dan editor. Sofyan memikirkan sendiri ide untuk konten-kontennya. Sumbernya adalah referensi dari luar negeri, untuk kemudian disesuaikan dengan gayanya sendiri. Pantauan detikINET, kini akun Instagramnya diikuti oleh 767 ribu pengikut. Sementara pengikutnya di berjumlah lebih dari 1,5 juta followers. Salah satu videonya yang viral adalah saat ia makan sate bersama CEO Apple, Tim Cook.

Baca :   Kisah Inspiratif Pengusaha Lokal: Hamzah Sulaiman: Sang Visioner di Balik Keunikan Raminten

PHK tentu mengakibatkan hilangnya penghasilan. Karena itu, diperlukan penyesuaian diri serta perencanaan keuangan yang lebih matang. Hal ini penting lantaran pada 2025 kondisi diprediksi tidak lebih mudah.

Akibat PHK massal dan ketidakpastian ekonomi, diprediksi akan banyak orang yang beralih menjadi pekerja lepas, pekerja kontrak, atau wirausaha. Di satu sisi, waktu, tempat, dan jenis pekerjaan menjadi lebih fleksibel. Namun jika jalur ini yang diambil, bersiap-siaplah untuk bekerja lebih keras serta mendapatkan penghasilan yang fluktuatif.

PHK bukanlah akhir segalanya. Yang paling penting adalah kemauan untuk selalu belajar dan memperbaiki diri. Jika demikan, apa pun jalan yang dipilih pasca-PHK, peluang sukses akan lebih terbuka. Manfaatkanlah kelas-kelas online yang saat ini banyak ditawarkan dengan harga relatif terjangkau. Di samping itu, jangan rupa menjaga kesehatan fisik dan mental. Bangunlah jejaring. Kemudian, tidak ada salahnya menjadi sukarelawan untuk untuk kegiatan apa saja.Apa yang dikemukakan Vivek Gulati, dalam tulisannya di Harvard Business Review, cukup menarik. Ia adalah mantan karyawan Google yang menjadi korban PHK pada 2023. Menurut Gulati, penelitian menunjukkan bahwa orang yang menjadi sukarelawan tidak hanya memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, tetapi juga berpeluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan.

Baca :   Glass Cliff: Tantangan Kepemimpinan bagi Wanita dan Minoritas di Tengah Krisis

PHK Massal 2024: Bagaimanakah dengan 2025?

Kategori: Organization Development & Behavior

#PHK massal #Donald Trump #proteksionisme #kecerdasan buatan #momentum #Sofyan Pratama #Tim Cook

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait